Pemerintah menetapkan industri minuman keras (miras) sebagai daftar positif investasi (DPI) terhitung sejak 2021. Sebelumnya, industri tersebut masuk dalam kategori bidang usaha tertutup.
semarak.co-Mantan Wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku Zulkarnain menilai, Indonesia sebagai negara berideologi Pancasila, tidak selayaknya menjadikan industri miras untuk pendapatan negara.
“Sebagai negara berpancasila tidak pantas cari duit untuk negara pakai cara produksi miras dan jual miras.Negara ini Gemah Ripah Lohjinawi apa sumber duit sudah bangkrut sampai mesti produksi dan Jual Miras buat cari duit?” ujar Tengku Zul dikutip akun twitternya, Jumat (26/2/2021)yang dilansir politik.idtoday.co (Senin 1/3/2021).
Tengku Zul kemudian menanyakan peran Wakil Presiden (Wapres) Maruf Amin selaku ulama dan Pimpinan MUI. “Pak KH Maruf Amin tidak malukah? MUI mana suaranya?” sindir Tengku.
Tengku Zul mendesak Wapres angkat bicara terkait hal ini. Tengku Zul mengaku khawatir, kelak judi dam pelacuran pun dibuka bebas demi pendapatan negara. “Sebagai Wapres dan Kiai, Bapak bersuaralah. Karena pak Yai satu paket dan satu tanggungjawab di akhirat kelak. Khawatir nanti akan dibuka Pelacuran dan Perjudian,” ungkapnya.
Legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera memberikan kritik keras atas kebijakan tersebut. “Bangsa jika sudah kehilangan arah akan melakukan apa saja termasuk jurus mabuk miras,” kata Mardani dikutip Fajar.co.id dari akun Twitter @MardaniAliSera, Jumat (26/2/2021).
Mardani menyebut aturan tersebut sudah mendapat penolakan dari berbagai pihak. Termasuk di daerah yang akan dizinkan untuk membuat industri miras. Wakil Ketua MPR RI dari PKS Hidayat Nur Wahid juga meminta Presiden Joko Widodo segera mencabut Perpres nomor 10/2021.
Tak hanya itu, mantan Presiden PKS itu menilai pelegalan miras sangat berbahaya bagi keselamatan rakyat. Terlebih, masyarakat dan Gubernur Papau sudah bersikap untuk menolak aturan pelegalan miras tersebut.
“Padahal banyak penolakan karena menghancurkan generasi dan terbukti menjadi mesin pembunuh. Yang untung pengusaha yang rusak bangsa. Bagus ada gerakan #TolakInvestasiMiras di berbagai kota,” ungkap Mardani Ali Sera.
“Terkait Perpres No 10/2021 tentang investasi miras, MRP (Majelis Rakyat Papua) tolak investasi miras di Papua. Gub Papua juga nyatakan di Papua ada Perda larangan minuman keras untuk lindungi Rakyat Papua. Demi Rakyat,baiknya Presiden @jokowicabut perpres investasi miras yang bermasalah itu,” jelasnya.
“Keselamatan Rakyat Hukum Tertinggi” kata Presiden @jokowi. Maka wajarnya Beliau mencabut Perpres no 10/2021, karena potensial membahayakan keselamatan Rakyat akibat miras. Juga mestinya segera sahkan RUU Minol untuk lindungi Rakyat dari dampak buruk miras,” pungkas HNW.
Wacana pemerintah untuk melegalkan minuman keras (Miras) hingga ke tingkat eceran terus menuai kontroversi dari berbagai kalangan Pasalnya saat ini pemerintah sementara mewacanakan untuk menetapkan industri minuman keras sebagai daftar positif investasi (DPI) terhitung sejak tahun 2021.
Kebijakan tersebut terangkum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021. Dengan kebijakan itu, industri miras dapat menjadi ladang investasi asing, domestik, hingga diperjualbelikan secara eceran.
Salah satu tokoh yang menentang kebijakan tersebut adalah Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas. Ia mengaku kecewa dengan kebijakan yang akan ditetapkan tersebut.
Abbas yang juga Wakil Ketua MUI ini menilai bahwa kebijakan tersebut tidak lagi melihat aspek menciptakan kebaikan dan kemaslahatan bagi masyarakat luas, tetapi hanya memperhitungkan aspek investasi semata.
“Saya melihat dengan adanya kebijakan ini, tampak sekali manusia dan bangsa ini telah dilihat dan diposisikan pemerintah dan dunia usaha sebagai objek yang bisa dieksploitasi demi keuntungan yang sebesar-besarnya bagi kepentingan pemerintah dan dunia usaha,” keluh Anwar, Kamis (25/2), dikutip dari Muhammadiyah.or.id.
Pedoman Pancasila dan UUD 1945 sebagai panduan bernegara kini hanya menjadi hiasan saja, tapi dalam kebijakan pedoman sebagai karakter dan jatidiri kebangsaan itu ditinggalkan.
“Dengan kehadiran kebijakan ini, saya melihat bangsa ini sekarang seperti bangsa yang telah kehilangan arah karena tidak lagi jelas oleh kita apa yang menjadi pegangan bagi pemerintah dalam mengelola negara ini,” imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, rencana pemerintah menetapkan industri minuman keras sebagai daftar positif investasi (DPI) menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Sebelumnya, industri tersebut masuk dalam kategori bidang usaha tertutup.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Beleid yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini telah ditandatangai Presiden Joko Widodo dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021.
Dilaporkan Kontan.id, dalam lampiran III Perpres 10/2021, pemerintah mengatur ada empat klasifikasi miras yang masuk dalam daftar bidang usaha dengan persyaratan tertentu. Pertama, industri minuman keras mengandung alkohol. Kedua, minuman keras mengandung alkohol berbahan anggur.
Adapun keduanya mempunya persyaratan yakni untuk penanaman modal baru hanya dapat dilakukan di Provinsi Bali, Provinsi Nusa Ternggara Timur (NTT), Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan lokal. Penanaman modal itu ditetapkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berdasarkan usulan gubernur.
Ketiga, perdagangan eceran minuman keras dan beralkohol. Kempat, perdagangan eceran kaki lima minuman keras atau beralkohol. Namun, ada syaratnya yakni jaringan distribusi dan tempat harus disediakan secara khusus.
Merujuk Pasal 6 Perpres 10/2021 industri miras yang termasuk bidang usaha dengan persyaratan tertentu itu dapat diusahakan oleh investor asing, investor domestik, hingga koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Namun untuk investasi asing, hanya dapat melakukan kegiatan usahanya dalam skala usaha besar dengan nilai investasi lebih dari Rp 10 miliar di luar tanah dan bangunan. Selain itu, investor asing wajib berbentuk perseroan terbatas (PT) berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Sebagai info, Perpres 10/2021 telah merevisi aturan sebelumnya yakni Perpres Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakannya adanya Perperes 10/2021bertujuan untuk meningkatkan daya saing investasi dan mendoorng bidang usaha prioritas.
Melalui beleid tersebut, Bahlil juga menyampaikan bahwa investasi tertutup saat ini hanya ada enam antara lain budidaya industri narkoba, segala bentuk perjudian, penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam appendix/CITES, pengembalian/pemanfaatan koral dari alam, senjata kimia, dan bahan kimia perusak ozon.
“Indonesia tidak boleh, harus jaga moral yang baik. Untuk karang-karang jadi tidak boleh diambil tapi yang dibudidaya alam boleh,” kata Bahlil saat konferensi pers Implementasi Undang-Undang Cipta Kerja dalam Kemudahan Berusaha, Rabu (24/2).
Sementara itu, mantan Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia, Tengku Zulkarnain terang-terangan menolak rencana Jokowi itu. Tengku Zulkarnain menilai, dengan kebijakan itu, miras kemungkinan bisa dijual sampai tingkat pedagang kaki lima. Tengku Zul berpandangan, kebijakan itu justru akan ‘merusak’ masyarakat.
“Dibuka pintu izin investasi untuk minuman keras oleh pak @jokowi thn 2021. Prioritas di Papua, NTT, Sulawesi Utara. Kemungkinan bisa dijual di Hotel dan kaki lima dengan syarat tertentu. Bagi saya tetap saja membahayakan rakyat ke jurang kehancuran. Tolak…” tulisnya di akun twitter pribadinya, Kamis (25/2/2021).
Sebelumnya, kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Beleid yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini telah ditandatangani Presiden Joko Widodo dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021.
Lebih lanjut, dalam lampiran III Perpres 10/2021, pemerintah mengatur ada empat klasifikasi miras yang masuk dalam daftar bidang usaha dengan persyaratan tertentu. Pertama, industri minuman keras mengandung alkohol. Kedua, minuman keras mengandung alkohol berbahan anggur.
Adapun keduanya mempunya persyaratan yakni untuk penanaman modal baru hanya dapat dilakukan di Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan lokal.
Ketiga, perdagangan eceran minuman keras dan beralkohol. Kempat, perdagangan eceran kaki lima minuman keras atau beralkohol. Namun, ada syaratnya yakni jaringan distribusi dan tempat harus disediakan secara khusus.Pemerintah menetapkan industri minuman keras sebagai daftar positif investasi (DPI).
Sebelumnya, industri tersebut masuk dalam kategori bidang usaha tertutup. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Aturan ini merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini telah ditandatangai Presiden Joko Widodo dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021. (net/smr)
sumber: manado.tribunnews.com (Jumat, 26 Februari 2021 04:44)/eramuslim.com (Senin 1/3/2021)/manado.tribunnews.com/