Intifada Sosmed Bela Palestina Bikin Kalang Kabut Zionis Yahudi Israel

Rinaldi Rais, wartawan al-Faqir. Foto: istimewa

Oleh Rinaldi Rais *

semarak.co-Ketenangan ibadah Salat Tarawih 1442H bangsa Palestina di Masjid Al-Aqsa dan perkampungan Sheik Jarrah diusik penjajah. Tentara zionis yahudi Israel mempersekusi: menembaki, menganiaya dan mengusir pemilik negeri sipil di antara todongan senjata pembunuh otomatis.

Bacaan Lainnya

Kumandang takbir, tahmid & tahlil, seantero dunia, ditingkahi berondongan peluru ke arah emak-emak & bapak-bapak. Anak-anak pun tak ketinggalan diseret, dipopor, disembelih setelah disiksa di tiang.

Tanpa kecuali, seorang bocah yang meneriakkan Kalimah Syahadat dicekik di tanah oleh satu tentara tambun sedangkan kaki sang bocah Syuhada dipelintir teman tentara. Tragedi kemanusiaan.

Yaah tragedi kemanusiaan yang berulang ini konon berdalih “Tanah yang Dijanjikan” bagi Bani Israel, sebagai kelompok manusia terpintar tapi terlaknat dengan sifat pengkhianat & pengecut, termaktub QS Al-Maidah 13 dan 24.

Betapa sang Bani Israel selalu dan selalu merecoki kenabian utusan Allah SWT kendati satu keturunan sesama Bani Israil. Para zionis yahudi itupun memuncak kebenciannya manakala Allah SWT menurunkan Rasullullah Muhammad SAW berasal Saudi Arabiyah berlabel Islam.

Ahaaaaay, pelan tapi pasti, karunia kepintaran sedunianya itu didedikasikan menguasai dunia lewat New World Order alias Tatanan Dunia Baru; Dunia di bawah pemerintahan bayangan (kriptokrasi) sekelompoknya.

Mereka membalas dendam kepada Raja Fir’aun, yang pernah mengusirnya sehingga Nabi Musa membujuk Fir’aun membolehkan Bani Israil pulang. Bangsa Arya pimpinan Adolf Hitler, sang The Rise of Evil, dijadikan musuh dampak genosida holocaust lantaran prediksi yang tertuang dalam The Protocol of The Elders of Zion.

Semula dokumen itu dianggap palsu, yang meramalkan bangsa Yahudi bisa menguasai dunia. Melansir The Washington Post pada 1930-an, Professor Richard Weikart dari California State University menjelaskan para pemimpin Nazi menggunakan berbagai jenis alat komunikasi demi menebar kebencian pada orang Yahudi.

Salah satu propagandanya, “Orang-orang Yahudi bukan bangsa seperti negara lain, mereka membawa kriminalitas turun temurun,” katanya tahun 1940, seperti dimuat serambinews.com, Kamis (24/9/2020) pk: 15:48 WIB.

Alhasil, tragedi kemanusiaan yang dialami bangsa Palestina direduksi sebagai pembangkangan sipil terhadap agresor zionis Israel. Dunia Islam dan negara lain “ditundukkan” Sykes-Pycot, model perjanjian pendudukan wilayah oleh kerajaan Britania Raya-Perancis-Rusia, 1916.

Di Rusia, Presiden Vladimir Putin menyadari penyimpangan propaganda Barat soal Islam radikal. Alasannya, muslim memberontak karena ada provokasi & membenci radikalisme. Umat Islam kini damai beribadah dan salah satu aset Rusia.

Intifada Sosmed

Kini, Israel membabi-buta mempersekusi bangsa Palestina. Bombardir jet tempur meluluh-lantakkan Gedung Al-Jalaa, tempat kantor Al-Jazeera & Associate Pers, di Gaza, Palestine.

Dunia maya pun dirambah melalui “community standard” dimana perusahaan dan regulator sosial media suka-suka menutup/membekukan akun yang tidak simpatik kepada Israel.

Middle East Eye melaporkan ratusan akun YouTube, Facebook dan IG pegiat HAM Palestina hilang atau dibekukan karena memviralkan kejahatan Israel dalam kasus Sheikh Jarrah, yang memicu perlawanan.

Sungguh Makarullah, rekayasa Allah SWT lebih canggih. Community Standard ditakwilkan menghentikan nyinyiran netizen dan media mainstream, tetapi justru memperluas gerilya pegiat sosmed dalam peperangan alam maya; menggantikan intifada pakai batu.

Bahkan lebih dahsyat ketimbang rekonsiliasi Hamas-Fatah bersenjatakan roket-roket al-Qassam, yang menembus pertahanan besi (Iron Dome) Israel, yang belakangan meminta bantuan Barat (baca PBB) untuk gencatan senjata.

Gerilya ajakan kabarkan kekejian zionis di Palestina melalui hastag, tweet, instagram, facebook, whatsApp, atau platform media lain, walau influencer tanpa jutaan follower, demi semangati bangsa Palestina memerangi Tragedi Kemanusiaan.

“Suarakan dengan Ilmu. Berizzahlan (jaga kemuliaan dirimu tanpa merusak) karena Allah SWT, jangan sebarkan hoax demi kepentingan pribadi atau golongan…,” tulis ustadz Zulfi Akmal.

Warganet Malaysia, diikuti akun muslim sedunia, meramaikan panorama maya. Alhasil, wonder woman-nya artis Israel, Gal Gadot, menutup akun komentar tweeternya karena tak sanggup baca celaan dan gertakan netizen kritis, ketimbang supermodel Palestina, Bella Hadid, “Kebebasan ada sampai Palestina bebas!” teriaknya saat demo di Jalan Bay Ridge, New York, AS.

Mike Pence, Wapres AS ke-48, pemilik akun twitter dengan hampir 6 juta pengikut harus tersapu badai 60 ribu komentar yang bernada hujatan karena men-tweet: “Mike Pence Stands with Israel”. (Saya bersama Israel).

Akun Facebook sekelas Israel Defense Force sebagai mesin propaganda bahkan kedodoran dan angkat tangan disosor ‘keganasan’ volunteers sosial media yang lahir dari kesadaran baru atas realitas sosial politik dunia, yang penuh kesenjangan.

Akun IDF gagal sampaikan pesan ‘humanistik’ militer Israel, alih-alih menjelaskan watak sebenarnya (true color) Israel yang rasis. Setiap informasi IDF atas agresi dan kezaliman mereka terhadap Palestina akan disambut ribuan pernyataan, gambar, video, dan meme yang tidak hanya membantah argumen mereka, namun juga ejekan dan caci maki.

Spontan dikoreksi para intifada sosmed, perhimpunannya tidak terkonsertasi dan cenderung acak (random). Namun karena jumlahnya yang masif, maka eksistensinya tidak dapat dikendalikan dan bahkan tidak terbendung serta tak tertandingi.

Realitas inilah yang menjadikan mengapa akun sosmed IDF, Jerusalem Prayers Team, Mike Pence dan Gal Gadot kewalahan menghadapi mereka. Salam jihad!!!

*) penulis adalah Wartawan Al-Faqir

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *