Apresiasi Imbal Hasil dari Total Investasi BPJS Ketenagakerjaan

Ketua Dewas BPJS Ketenagakerjaan Guntur Wicaksono menjelaskan, tingkat imbal hasil itu berasal dari investasi yang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan PP Nomor 55 tahun 2015 tentang perubahan PP Nomopr 99 tahun 2013 tentang pengelolaan aset jaminan sosial ketenagakerjaan. Menurut Guntur capaian yield tersebut sudah melebihi dari target yang telah ditetapkan dalam RKAT 2016 sebesar 9,5%. Sementara untuk aturan dasar yield dari investasi yang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan harus melebihi suku bunga acuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

“Dari sisi penempatan dana Alhamdulilah tahun ini yield-nya 2 digit 10,01%. Ini perlu kita apresiasi. Sesuai PP itu 50% harus masuk ke surat utang negara. Penyertaan langsung masih kecil, masih sekian persen,” tutur Guntur di Hotel Kartika Chandra di Jakarta, pada temu wartawan, Senin (9/1)

Pemberian imbal hasil dua digit pada 21 juta pekerja peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan, nilai Guntur patur diapresiasi. Untuk itu, Dewan Pengawas merekomendasikan ikut serta di dalam proyek pembiayaan infrastruktur untuk meningkatkan kinerja ekonomi makro. Salah satu daya tarik peserta BPJS Ketenagakerjaan adalah pengembangan dana tabungan pekerja, seperti JHT dan Pensiun. Sehingga langkah langkah kongkrit meningkatkan investasi terus didorong, baik dengan melibatkan lebih banyak mitra nasional dan BUMN, termasuk kajian penyertaan proyek infrastruktur. Pencapaian investasi 2016 cukup menggembirakan sebesar 10,01 persen,” kata Guntur.

Guntur mengungkapkan,perluasan kepesertaan, pelayanan dan pengembangan dana jaminan sosial ketengakerjaan mendapat perhatian serius dari jajaran Dewan Pengawas. Melalui undang-Undang BPJS Nomor 24 Tahun 2011 yang mengamanatkan Dewan Pengawas menjalankan fungsi pengawasan atas tugas BPJS Ketenagakerjaan.

Selaku pengawas internal, Dewas melakukan pendalaman temuan Satuan Pengawas Internal maupun dengan Kantor Akuntan Publik. Dewas juga melakukan konsultasi dengan berbagai Lembaga Pemerintah, Asosiasi Pengusaha, Serikat Pekerja dan kelompok masyarakat untuk memberikan rekomendasi pada Direksi dalam perluasan kepesertaan dan pelayanan publik, termasuk revisi aturan pengambilan program Jaminan Hari Tua (JHT), manfaat tambahan program perumahan pekerja, pengembangan dana jaminan sosial, beban pajak dana jaminan sosial, dan aspek penegakan hukum. Sampai dengan Desember 2016, Dewas menyampaikan pada Direksi paling tidak 62 rekomendasi yang terdiri dari berbagai aspek, diantaranya,peningkatan Kepesertaan dan Pelayanan.

Mendorong kerjasama dengan berbagai Lembaga Pemerintah di Pusat dan Daerah dalam rangka kerjasama perluasan kepesertaan, khususnya pekerja informal (Bukan Penerima Upah/BPU). Jumlah total kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan (aktif dan non-aktif) mencapai 47.018.725 orang (November, 2016), jumlah peserta pekerja BPU baru mencapai 912.553 orang (1.9 % dari total kepesertaan), masih jauh dari jumlah total pekerja informal di Indonesia (sekitar 70,3 juta orang).

Untuk itu juga diusulkan revisi batas usia maksimum kepesertaan pekerja BPU dari usia 56 tahun hingga batas usia harapan hidup. Hal ini dikarenakan masih terbuka potensi pekerja mandiri di atas 56 tahun (diantaranya pekerja seni, petani, pedagang, dan sebagainya) yang dapat menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Disamping itu perbaikan sistem pelayanan pengaduan saat ini juga perlu dilakukan agar memenuhi standar prima pelayanan publik.

“Mengingat jaminan sosial ketenagakerjaan merupakan hak seluruh pekerja Indonesia, kami mendorong agar pada ulang tahun BPJS Ketenagakerjaan ke 40 pada 5 Desember 2017 mendatang, Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan di seluruh kabupaten/kota di 514 Kabupaten/Kota dapat diresmikan. Hal ini dapat dilakukan melalui kerjasama dengan mitra kerja BPJS Ketenagakerjaan, antara lain Bank Pemerintah, PT Pos Indonesia, koperasi, dan lain sebagainya,” imbuhnya.

Saat ini baru terdapat 324 kantor pelayanan yang terdiri dari 121 Kantor Cabang dan 203 Kantor Cabang Pembantu. Untuk itu Dewas mendorong pengembangan Kantor Wilayah (Kanwil) BPJS Ketenagakerjaan agar diperluas jangkauannya sampai ke seluruh pelosok wilayah NKRI.

Dewas juga menyoroti penempatan dana program jaminan sosial di perbankan agar mempunyai reciprocal benefit terhadap peningkatan pelayanan kepada peserta. “Bila memungkinkan Direksi meminta OJK/BI agar kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan menjadi syarat dalam pemberian kredit di perbankan. Di sisi lain, pembenahan penyusunan anggaran operasional, inventarisasi aset, status piutang masih menjadi pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan bersama dalam waktu dekat,” imbuhnya.

Kajian besaran kenaikan iuran pensiun juga menjadi perhatian Dewas agar Direksi melakukan perhitungan dengan prinsip kehati-hatian melalui konsultasi yang intens dengan Kementerian terkait, maupun pemangku ketentingan lainnya. Dewas juga menilai, perlu diambil kebijakan strategis operasional terhadap sistem teknologi informasi saat ini agar lebih handal dan efisien, disamping itu pentingnya penguatan pengawasan internal secara kualitatif dan kuantitatif guna menjaga terlaksananya good governance dan kepatuhan. Kinerja Badan perlu mengadopsi sistem pengelolaan kinerja yang akuntabel.

Dewas terus bekerja secara konsisten memacu peningkatan kinerja BPJS Ketenagakerjaan sesuai tugas, fungsi dan kewenangannya agar jaminan sosial di bidang ketenagakerjaan dapat dirasakan bagi pekerja Indonesia yang mencapai hingga sekitar 120 juta orang.

Kepala Divisi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan Isvansyah Utoh Banja mengatakan, yield of investment (YOI) per November 2016 mencapai double digit yakni 10,01 persen.Menurut Utoh, banyak hal yang membuat kinerja kinerja investasi pada 2016 cukup bagus.. “Salah satunya alokasi aset, cara kita menempatkan dana, memilih emiten. Kedua, kondisi market juga mendukung. Akhir-akhir ini IHSG mengalami kenaikan,” kata Utoh.

Utoh mengatakan, per November 2016 total dana kelolaan mencapai Rp 249,66 triliun, terdiri dari Dana Jaminan Sosial (DJS) dan BPJS. Pada periode sama tahun lalu, dana kelolaan sebesar Rp 199,84 triliun. Rincian aset alokasi per November 2016 yakni deposito (9 persen), surat utang pemerintah (65 persen), saham (17 persen), reksadana (7 persen), properti dan penyertaan langsung (1 persen).

Untuk penempatan di infrastruktur, Utoh mengatakan, sekitar Rp 74,9 triliun atau 30 persen dana kelolaan diinvestasikan secara tidak langsung pada sektor infrastruktur. “Untuk infrastruktur, kita tidak bisa terlalu luwes juga, karena investasi langsung itu kan kita mesti lihat risikonya,” ucap Utoh.

Guntur merinci, untuk penempatan investasinya sendiri sebagian besar pada instrumen surat utang (obligasi) yang mayoritas ditempatkan pada surat utang negara (SUN). Menurut Guntur, sekitar 50 persen dana peserta diinvestasikan pada surat utang, baik negara, maupun korporasi. Sementara, untuk investasi dalam bentuk penyertaan langsung hanya sebesar 1 persen. Menurutnya, investasi penyertaan langsung memang lebih berisiko dibandingkan dengan surat utang dan deposito.

Namun, BPJS Ketenagakerjaan siap jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan untuk membenamkan lebih banyak dana investasi di penyertaan langsung, khususnya infrastruktur dan properti.”Terlebih Pak Jokowi kan sedang menggenjot infrastruktur. Tapi itu harus dihitung betul agar benar-benar liquid dan aman, karena nanti kalau peserta klaim bahaya jika dananya tidak ada,” papar Guntur. (tbc/rmol/dtc/lin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *