Riset Untar Temukan Alih Generasi Bisnis Keluarga di Indonesia Kalahkan Singapura

Dekan FE Untar Sawidji Widoatmojdo

Fakultal Ekonomi Universitas Tarumanagara (FE Untar) memaparkan hasil penelitian bisnis keluarga dan kewirausahaan yang dilakukannya terkait tema Untar dan Succession of Family Business in Indonesia, pada seminar bertajuk Family Business. Seminar digelar atas kerja sama Ikatan Alumni FE Untar dalam rangka FE UNTAR ke 58, dalam rangkaian Tarumanagara Entrepreneur Forum (TEF) 2017, di Kampus Universitas Tarumanagara. Acara tersebut, direncanakan menjadi acara tahunan FE.

Dekan FE Untar Sawidji Widoatmojdo mengatakan, riset terkait perusahaan keluarga di Indonesia, paling siap melakukan alih generasi, dibanding sesama perusahaan keluarga di Asean. Namun alih generasi melalui initial public offering (IPO) lebih diminati pemilik bisnis pertama. Sedang pemilik bisnis generasi kedua, lebih berminat mewariskan bisnisnya kepada keluarga.

Masalah sukses bisnis keluarga diangkat, lanjut Suwidji, karena masalah ini paling berisiko bagi keberlanjutan bisnis keluarga. Secara empiris, hanya 30 persen perusahaan keluarga bisa selamat sampai ke generasi kedua dan hanya 9 persen sampai ke generasi ketiga.

“PT Nyonya Meneer membuktikan studi empiris ini. Perusahaan jamu ini berakhir di generasi ketiga. Karena itu menjadi menarik, justru perusahaan keluarga di Indonesia yang paling siap melakukan alih generasi. Bahkan mengalahkan Singapura yang kultur bisnis maupun infrastruktur pasar modalnya relatif lebih maju,” ujar Suwidji saat ditemui di kampusnya, baru-baru ini.

Hanya saja, lanjut Suwidji, pemilihan alih generasi melalui IPO tidak setinggi di Singapura. Yang mengagetkan, nilai dia, alih generasi melalui lPO lebih dipilih pemilik bisnis generasi pertama, yaitu 58% dari total responden. Sedang pemilik bisnis generasi kedua hanya 46% yang memilih IPO sebagai jalan alih generasi. Mereka lebih memilih mewariskan kepada keluarga.

Ini berbahaya. Sebab keberhasilan alih generasi dari generasi kedua ke generasi ketiga tingkat keberhasilannya hanya 9 persen. “Yang mengkhawatirkan, saat ini sebagian besar perusahaan keluarga di Indonesia berada di tangan genersi kedua,” paparnya.

Jika sebagian besar dari mereka lebih memilih mewariskan kepada keluarga, lanjutnya, maka keberlangsungan bisnis keluarga Indonesia hanya memiliki peluang 9%. Artinya, 91% menghadapi kemungkinan besar untuk berakhir seperti PT Nyonya Meneer. Sebagai perbandingan, perusahaan-perusahaan keluarga di AS sekarang ini sudah sampai ke generasi keempat, dan sebagian besar menempuh jalan go public di bursa, sehingga keberlangsungannya sangat panjang.

Temuan-temuan lainnya, lanjut dia, untuk pewarisan kepada keluarga senioritas dan pilihan utama. Artinya, para pemilik bisnis tidak harus mewariskan bisnisnya ke pertama, dan juga tidak harus kepada anak laki-laki. Mereka tidak mempersoalkan anak perempuan menjadi penerus bisnis. “Bahkan banyak di antara pemilik bisnis dengan sengaja mempersiapkan anak perempuan sebagai pewaris, terutama yang bergerak di bisnis kuliner. Ini sesuai dengan tren dunia,” rincinya.

Dimana banyak pemilik bisnis mewariskan bisnisnya kepada anak perempuannya. Juga banyak perusahaan kelas dunia sekarang dipimpin oleh perempuan. “Perusahaan keluarga di Indonesia juga sangat adaptif dengan perkembangan teknologi. Mereka tidak disrupsi yang disebabkan masuknya berbagai bisnis yang sedang melanda dunia,” ulasnya.

Para pemilik bisnis keluarga sudah siap beradaptasi dengan baru. Dari sisi bisnis, kata Suwidji, mereka siap dengan digitalisasi proses operasi lingkungan pengembangan bisnis, mereka melakukan dua langkah perusahaan. Sedang dari sisi operasional bisnis, mereka melakukan dua langkah. Pertama, mereka secara langsung melakukan diversifikasi bisnis, dengan cara memasuki sektor bisnis padat seperti e-commerce, pengembang software. “Kedua, mereka membangun perusahaan venture capital yang memodali start up. Bahkan yang kedua ini, menurut mereka, sedang menjadi hot business,” kata Sawidji.

Untuk mengonfirmasi dan memperluas hasil riset, Suwidji mengatakan, TEF menghadirkan para praktisi bisnis, terutama pemilik bisnis keluaga yang merupakan alumni FE Untar. Mereka menyampaikan pengalaman masing-masing dalam melaksanakan sukses (ipo/lin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *