Komnas: Tak Penuhi 2 Unsur Langgar HAM Berat, Bareskrim Gelar Perkara Kasus Unlawful Killing Enam Laskar FPI

(kiri-kanan), Presiden Jokowi, Amien Rais, Abdullah Hehamahua, dan Menkopolhukam Mahfud MD. Foto: internet

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut tak penuhi dua unsur langar HAM berat pada kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) untuk ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat. Komnas HAM memutuskan bahwa kasus ini sebagai pelanggaran HAM biasa.

semarak.co-Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsari menjelaskan unsur sistematis yang dimaksud adalah kasus harus terencana dan memiliki komando. Sementara unsur meluas artinya dampak dari kasus bisa dirasakan oleh masyarakat banyak.

Bacaan Lainnya

“Didasarkan pada UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, ada dua unsur utama dari pelanggaran HAM berat, yaitu sistematis dan meluas. Kedua unsur itu tidak terjadi di kasus ini. Temuan Komnas ini adalah eskalasi atau dinamika di lapangan,” kata Beka kepada CNNIndonesia.com, Rabu (10/3/2021).

Dua unsur itu tidak tak terdapat dalam penembakan enam anggota laskar FPI. Beka mengatakan keputusan itu diambil setelah pihaknya melakukan investigasi mendalam dan pemeriksaan saksi dari berbagai pihak.

“Terkait dengan pernyataan Pak Amien Rais dan kawan-kawan yang menyatakan peristiwa Karawang adalah pelanggaran HAM yang berat, kami tetap pada kesimpulan kami yang menyatakan peristiwa Karawang itu adalah pelanggaran HAM, bukan pelanggaran HAM berat,” ujarnya.

Ketua Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) Laskar FPI Abdullah Hehamahua mengatakan akan menyerahkan bukti dugaan pelanggaran HAM berat pada kasus tersebut ke Presiden Joko Widodo.

Langkah itu dilakukan setelah Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan Jokowi tak ingin menangani kasus tersebut hanya berdasarkan pada keyakinan.

Anggota TP3 yang terdiri dari Amien Rais, Abdullah Hehamahua, Marwan Batubara, KH Muhyiddin Junaidi, dan tiga orang lainnya bertemu Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (9/3/2021). Mereka meminta kasus tewasnya 6 anggota Laskar FPI dibawa ke Pengadilan HAM karena pelanggaran HAM berat.

Sementara itu Bareskrim Polri akan menggelar perkara kasus dugaan pembunuhan di luar hukum atau unlawful killing dilakukan tiga anggota Polda Metro Jaya terhadap empat laskar FPI, hari ini Rabu (10/3/2021). Insiden penembakan itu terjadi di Km 50 Tol Jakarta-Cikampek, pada 7 Desember 2020.

Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan di Mabes Polri hari ini, seperti dilansir merdeka.com (Rabu, 10 Maret 2021 10:17), gelar perkara dilakukan guna mendalami dugaan adanya unsur pidana dalam kasus tersebut.

Penyidik akan menaikkan status penanganan perkara dari penyelidikan ke penyidikan jika ditemukan unsur pidana dalam kasus tersebut. “Ya hari ini gelar perkara naik penyidikan,” kata Argo saat dikonfirmasi terkait gelar perkara tersebut.

Dugaan kasus penembakan laskar FPI di Km 50 Tol Jakarta-Cikampek terungkap setelah Komnas HAM melakukan investigasi Komnas HAM. Hasil penyelidikan dilakukan Komnas HAM ditemukan dua peristiwa berbeda terkait kematian enam anggota FPI di Km 50 Tol Jakarta-Cikampek, pada 7 Desember 2020.

Dua laskar FPI meninggal tertembak ketika masih berada di dalam mobil Chevrolet Spin ditumpangi mereka saat mengawal rombongan Muhammad Habib Rizieq Syihab (HRS). Dua anggota FPI itu tewas saat terjadi baku tembak dengan kepolisian.

Sementara empat laskar FPI lainnya meninggal tertembak di dalam mobil Daihatsu Xenia milik polisi, setelah Kilometer 50 jalan tol Jakarta-Cikampek. Berdasarkan temuan itu, Komnas HAM mengindikasikan adanya unlawfull killing (pembunuhan di luar proses hukum) terhadap keempat anggota laskar FPI.

Komnas HAM kemudian meminta kasus tersebut diproses hingga ke persidangan. Guna membuktikan indikasi yang disebut unlawfull killing. Komnas HAM menyerahkan seluruh barang bukti, hasil temuan serta rekomendasi kepada Polri dengan harapan dapat memperjelas peristiwa penembakan laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek Km 50.

Tapi bukan mendahulukan penyidikan terhadap dugaan unlawfull killing, Bareskrim Polri justru menetapkan enam orang Laskar FPI sebagai tersangka atas tuduhan penyerangan terhadap anggota.

Mereka dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang penganiayaan. Menurut Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto, status tersangka yang disandang enam anggota FPI bagian dari pertanggungjawaban hukum.

“Ya, kan untuk pertanggungjawaban hukumnya kan harus ada, artinya bahwa proses terhadap perbuatan awal kejadian itu tetap kita proses,” kata Agus di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (4/3/2021).

Meski demikian, polisi segera menerbitkan Surat Penetapan Penghentian penyidikan (SP3) lantaran tersangka meninggal dunia. Sementara itu, penyidikan dugaan unlawful killing baru dimulai berdasarkan laporan yang dibuat Internal kepolisian.

Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan menyampaikan penyelidikan tersebut salah satunya untuk menindaklanjut rekomendasi Komnas HAM. Ramadhan menyebut saat ini statusnya sudah dibebas tugaskan. “Sementara tidak melaksanakan tugas ya. Statusnya masih terlapor,” kata Ramadhan di Mabes Polri, Kamis (4/3/2021).

Ramadhan tak berbicara banyak terkait tiga terlapor tersebut. Menurut dia, penyidik masih mendalami pelanggaranya yang dilakukan. “Anggota diberhentikan itu harus melalui proses. Sementara ini masih dilakukan proses oleh Propam dan tentunya oleh Dittipidum,” tandas dia. (net/mdc/smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *