Kementerian PANRB Sempurnakan UU Pelayanan Publik, UU Cipta Kerja Tingkatkan Kualitas Pelayanan Publik

Deputi Bidang Pelayanan Publik Kementerian PANRB Diah Natalisa saat dalam Kick Off Pendampingan dan Bimbingan Inovasi Pelayanan Publik Indonesia untuk UNPSA Tahun 2021 secara virtual, Senin (19/10/2020). Foto: humas PANRB

Disahkannya Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) oleh DPR dan pemerintah yang berfungsi sebagai Omnibus Law bertujuan memangkas alur birokrasi yang ada selama ini sehingga akan berdampak pada percepatan pelayanan publik.

semarak.co-Percepatan pelayanan perizinan tentu akan berpengaruh pada Indeks Kemudahan Berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB) di Indonesia dan akan membantu proses pemulihan ekonomi nasional pasca-pandemi Covid-19.

Bacaan Lainnya

Berdasarkan data Bank Dunia, indeks EoDB di Indonesia per-September 2020 menunjukkan posisi 73 dari 190 negara. Namun, peringkat tersebut stagnan selama dua tahun terakhir. Untuk itu, diperlukan terobosan regulasi yang bisa meningkatkan kemudahan berusaha sehingga membantu peningkatan ekonomi nasional.

Pembangunan ekonomi dan kemudahan berusaha berkaitan erat dengan proses perizinan pelayanan publik yang efektif. Pada RUU Cipta Kerja pasal 349, disebutkan bahwa daerah dapat melakukan penyederhanaan jenis dan prosedur pelayanan publik untuk meningkatkan mutu pelayanan serta daya saing daerah.

Penyederhanaan layanan harus sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta kebijakan pemerintah pusat. Dalam hal ini, penyederhanaan jenis dan prosedur pelayanan publik di daerah dapat diatur melalui Peraturan Daerah.

Pasal yang sama juga menyebutkan pemerintah daerah dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Implementasi TIK ini dinilai sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo yang meminta digaungkannya metode Digital Melayani atau Dilan.

Saat ini, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) tengah mendorong terbangunnya Sistem Informasi Pelayanan Publik (SIPP) di berbagai daerah.

Adanya SIPP menjadi salah satu jalan menuju Dilan. SIPP dinilai dapat menjadi jawaban atas tantangan pemerintah di era digital dalam rangka transformasi penyelenggaraan pelayanan publik.

Deputi bidang Pelayanan Publik Kementerian PANRB Diah Natalisa menjelaskan bahwa gagasan digital melayani difokuskan pada peningkatan kualitas pelayanan publik yang dijalankan dengan pelayanan berbasis elektronik atau e-services.

“Kedepan SIPP akan dikembangkan menjadi portal pelayanan publik nasional yang akuntabel, transparan, dan efisien,” ungkap Diah dalam rilis Humas PANRB melalui WA Group JURNALIS PANRB, Rabu (21/10/2020).

Selain itu, kutip Diah, Pasal 350 ayat 2 pada RUU Cipta Kerja yang baru saja disahkan DPR menyebutkan, dalam pelayanan perizinan berusaha, daerah membentuk unit pelayanan terpadu satu pintu.

Pelayanan perizinan berusaha wajib menggunakan sistem secara elektronik sesuai standar yang ditentukan pemerintah pusat. Hal ini sejalan dengan konsep Mal Pelayanan Publik (MPP) yang telah telah berdiri di berbagai kota dan kabupaten di Indonesia.

Selama ini MPP berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan/aktivitas pelayanan publik atas barang, jasa, dan administrasi dan merupakan perluasan dari fungsi pelayanan terpadu.

Di dalam gedung MPP, berbagai jenis pelayanan publik telah terintegrasi, baik pelayanan dari pemerintah pusat, daerah, Badan Usaha Milik Negara/Daerah, bahkan swasta.

Dengan konsep ini, masyarakat tidak perlu lagi mengalami kesulitan atau kerepotan untuk berpindah-pindah lokasi guna mendapatkan lebih dari satu jenis layanan karena semua layanan telah tersedia di MPP.

“Perizinan kami padukan dalam satu sistem pelayanan publik melalui MPP dan kedepan kami akan memiliki dashboard MPP nasional yang bertujuan meningkatkan kemudahan berusaha (EoDB) dan kualitas pelayanan publik,” jelas Diah.

Sejak 2017 hingga tahun 2020, tercatat telah terdapat 28 MPP baru yang tersebar di daerah tingkat dua, dari Aceh hingga Papua. Selain itu, terdapat puluhan MPP lainnya yang telah beroperasi memberikan pelayanan publik kepada masyarakat, dan beberapa di antaranya akan diresmikan oleh Menteri PANRB.

Peningkatan kualitas pelayanan publik juga didukung dengan perampingan organisasi, baik di tingkat pusat maupun daerah. Hal ini bertujuan agar pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan lebih cepat.

“Selain itu, melalui perampingan organisasi diharapkan semakin tercipta iklim investasi yang lebih kondusif dan peningkatan pendapatan masyarakat,” tutupnya.

Di bagian lain Undang-undang No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik akan disempurnakan. Berbagai aspek disiapkan Kementerian PANRB untuk merevisi UU ini.

Setelah mempertimbangkan aspek politik dan antropologi, Kementerian PANRB juga menyempurnakan UU itu dari sisi teknologi digital, sumber daya manusia (SDM), dan ekonomi.

Melalui unit kerja Deputi bidang Pelayanan Publik, Kementerian PANRB mengadakan Forum Group Discussion (FGD) Penyempurnaan UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik, secara virtual, Selasa (20/10/2020).

“Para pakar administrasi publik, ekonomi dan teknologi informasi diharapkan memberikan pengayaan terhadap tinjauan terhadap UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik,” ujar Diah dalam rilis humas PANRB melalui WA Group JURNALIS PANRB, Selasa (20/10/2020).

Para pakar atau ahli yang diundang kali ini ialah Dekan Fakultas Ilmu Administrasi UI Prof. Eko Prasojo, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya Prof. Sulastri, dan dosen Universitas Gunadharma I Made Wiryana.

Sementara Sad Dian Utomo, salah satu penggiat lembaga swadaya masyarakat, diundang sebagai penanggap. FGD ini dimoderatori oleh Direktur Monev dan Penguatan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandri.

Eko Prasojo yang pernah menjabat sebagai Wakil Menteri PANRB dan juga I Made Wiryana menyarankan, UU ini perlu memperhatikan digitalisasi pelayanan yang saat ini menjadi sebuah keharusan. “Menurut saya ini momentum menyesuaikan dengan perubahan,” tegas Eko dalam FGD itu.

Hal lain yang disarankan adalah perihal penambahan bab terkait inovasi pelayanan publik. Menurut Eko, perubahan budaya pelayanan dan kapabilitas juga harus menjadi fokus penyempurnaan UU ini.

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya Prof. Sulastri mengatakan, harus ada penjelasan terkait beberapa istilah ekonomi yang ada pada UU tersebut. Selain itu juga perlu menekankan peran masyarakat dan pemangku kepentingan perlu dikuatkan dalam proses pelayanan publik dari awal hingga akhir.

“Pelayanan publik harus bisa dievaluasi, masyarakat harus dibuka ruang,” tutupnya. (don/smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *