Sidang gugatan sengketa Pengitungan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (21/6/2019) menghadirkan saksi ahli dari pihak terkait (Tim Kuasa Hukum Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma’ruf Amin).
Ketua Kuasa Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto mempertanyakan kemampuan saksi ahli yang dihadirkan pihak terkait, yaitu Prof Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej. Alasan Bambang, saksi ahli ini pakar hukum pidana dan bukan pakar dalam kasus-kasus sengketa Pemilu atau Pilpres.
“Hingga saat ini tidak ada satu ahli pun dari pihak termohon atau pihak terkait mampu mendelegitimasi argumen forensik dari fraud (penipuan) dan kecurangan yang dibeberkan saksi ahli yang diajukan pihak pemohon, yakni tim hukum Prabowo-Sandi. Tidak ada yang bisa mendelegitimasi dan menkonstruksi itu,” ujar BW, sapaan akrab Bambang Widjojanto di Pengadilan MK, Jumat (21/6).
BW lantas mempertanyakan bagaimana saksi ahli yang diajukan Tim Kuasa Hukum TKN dapat membuat kerangka tekstual yang sangat crime (sebuah kejahatan) menjadi bagian penting sehingga MK terbantu.
“Nah pertanyaannya, bagaimana membuat kerangka tekstual yang sangat crime tadi, menjadi bagian penting sehingga Mahkamah terbantu, bukan justru diperumit seperti itu. Intelektual discourse yang disampaikan memang memperkaya pengetahuan, tapi tidak pernah menyelesaikan masalah. Nah, keahlian itu diperlukan di sidang,” paparnya.
Kalau sehari sebelumnya saksi ahli Prof Jaswar Koto yang dihadirkan Tim Kuasa Hukum BPN dipertanyakan pihak terkait. Padahal saksi Jaswar Koto sudah membuat 22 buku dan ratusan jurnal internasional terkait finger print dan irish print (sidik jari dan sidik mata).
“Sekarang saya ingin balik bertanya, selama ini anda sudah menulis berapa buku yang berkaitan dengan Pemilu, yang berkaitan dengan kecurangan TSM (terstruktur, sistematis, dan massif). Tunjukkan kepada kami bahwa anda betul-betul ahli, bukan ahli pembuktian, tapi khusus pembuktiannya dengan Pemilu,” desak BW, mantan Wakil Ketua KPK.
Berikan buku-buku itu, lanjut dia, mungkin bisa dipelajari. “Berikan kepada kami jurnal internasional yang anda pernah tulis. Sehingga anda pantas disebut sebagai ahli. Jangan sampai anda ahlinya di A, tapi ngomong di B, tapi tetap ngomong sebagai ahli. Ini yang berbahaya,” sindir BW dengan nada tinggi.
Dalam kesempatan itu, BW bertanya kepada Eddy Hiariej apakah sudah melihat bukti bernomor 146 A dan 146 B yang diajukan pihak pemohon. “Kami tidak tahu apakah ahli sudah melihat bukti 146 A dan 146 B yang kami ajukan. Bukti itu yang memuat kecamatan siluman, NIK rekayasa, KTP ganda, dan pemilih di bawah umur. Dan bukti itu sebanyak 22 juta data, yang cut off hingga pada 1 Juni, “ ungkapnya.
Pihaknya, kata BW, memerlukan jalan keluar yang efektif, dan bukannya jalan keluar mengadu formulir C1 pihaknya dengan formulir C1 yang dimiliki KPU. ”Kita semua memerlukan keahlian anda di sini untuk mencari jalan keluar terhadap kerumitan ini,” paparnya.
Karena kalau kita masih menggunakan pembuktian mengadu C1 dengan C1, kata dia, maka kita tidak akan pernah menyelesaikan masalah. “Itus sebabnya argumen di dalam dalil kwantitatif kami menjelaskan bahwa kecurangan-kecurangan yang terjadi itu, ternyata terjadi juga di dalam proses kuantitatif ini,” pungkas BW.
Anggota Tim Kuasa Hukum BPN Teuku Nasrullah menyindir dua saksi ahli yang dihadirkan Tim Kuasa Hukum TKN Eddy Hiariej maupun Heru Widodo. Nasrullah menilai Eddy Hiariej adalah kuasa hukum terselubung pasangan calon (paslon) 02 Jokowi-Maruf.
Karena itulah Nasrullah mengaku sengaja tidak menyampaikan pertanyaan kepada saksi ahli yang diajukan tim hukum Paslon 02, meskipun sudah diberikan waktu oleh majelis hakim MK.
Penilaian mengandung sindiran itu disampaikan Nasrullah setelah mendengarkan makalah yang dipaparkan yakni Prof Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej dalam persidangan itu.
Makalah yang dipaparkan Eddy, nilai dia, terkesan mirip eksepsi bahkan pleidoi dari Paslon 01 Jokowi-Maruf. “Setelah saya melihat makalah yang anda sampaikan. Saya melihat makalah anda ini bukan makalah ilmiah,” paparnya.
Namun, lanjut dia, lebih kepada eksepsi atau pledoi dari Kuasa Hukum TKN. “Saya menyayangkan ini, sehingga saya beranggapan Prof Eddy sangat layak duduk di deretan kursi Kuasa Hukum Paslon 01,” sindir Nasrullah.
Ia lantas meminta Eddy jangan marah atas pernyataannya itu, karena dirinya juga tidak marah atas paparan berbau pledoi yang disampaikan Eddy. ”Saya tidak marah meski satu per satu gugatan kami dikuliti seperti isi pledoi,” lontar Nasrullah.
Sebelumnya, dalam paparannya, Eddy Hiariej menilai tim hukum Prabowo-Sandi tidak dapat membuktikan tuduhan kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM) di Pilpres 2019. Ia berpendapat, tim kuasa hukum paslon 02 hanya memaparkan beberapa peristiwa pelanggaran saja, namun digeneralisasi telah terjadi kecurangan TSM.
Di bagian lain BW mengkritik kinerja Majelis Hakim MK dalam pemeriksaan saksi ahli. BW beranggapan dalam sidang hari ini majelis hakim agak membatasi argumen dan terkesan melidungi saksi ahli dari kuasa hukum pihak terkait.
Perlakuan berbeda ketika majelis hakim MK memeriksa saksi ahli yang diajukan pihak pemohon. Bahkan perlakuan yang menjurus kasar sempat ditampilkan hakim MK Hakim Arief Hidayat yang sempat membentak bahkan mengeluarkan kata-kata untuk mengusir BW saat sidang perdana, Selasa (18/6/2019).
”Kalau hari ini kita lihat sebenarnya pak Arief Hidayat sudah mulai wise, cuma agak membatasi yang seharusnya one to one. Jadi maksudnya berdebatnya enak, seperti saksi fakta begitu. Ahli tuh kayaknya kok dilindungi banget begitu,” sindir BW.
Menurut BW, perdebatan ahli dengan hakim tidak sekeras saat saksi ahli yang diajukan pihaknya. ”Begitu ahli (tim hukum 02) gak dibikin (keras) begitu. Kayaknya gak asik. Kalau di fakta itu kita bisa kejar, tapi ahli tuh kayak di protect,” jelas BW.
Meski demikian, BW mengakui tidak begitu mengetahui apakah memang prosedur dalam berita acara dalam penyampaian keterangan saksi ahli lebih santai daripada saksi fakta. ”Saya gak tahu apa hukum acaranya begitu,” tandas BW lalu tertawa. (lin)
sumber: indonesiamenang.online