KPBU dan Pina Jadi Solusi Gap Infrastruktur Indonesia

Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro (kedua dari kanan) saat bicara di Singapura. foto: dok humas Kementerian PPN/Bappenas

Untuk mengatasi keterbatasan ruang fiskal dan gap infrastruktur nasional sebesar 27,5 persen dari PDB, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian PPN/Bappenas menginisiasi skema pembiayaan alternatif melalui Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dan Pembiayaan Infrastruktur Non Anggaran Pemerintah (PINA).

Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, pemerintah menargetkan 58,7% atau USD 359,2 miliar dari total kebutuhan investasi infrastruktur nasional dibiayai sektor swasta dan BUMN

Hingga saat ini, kata Bambang, terdapat 57 proyek yang menggunakan skema KPBU, terdiri dari 36 proyek konektivitas, 11 proyek fasilitas perkotaan, dan 10 proyek fasilitas sosial. Pada 2018, rinci dia, terdapat 2 proyek KPBU dalam tahap operasi (USD 159,1 juta), 11 proyek dalam tahap konstruksi (USD 8,757 miliar), 11 proyek dalam tahap transaksi (USD 4,4 miliar), 18 proyek dalam tahap penyiapan (USD 3,338 miliar), dan 8 proyek dalam tahap perencanaan.

“Proyek ini merupakan bagian Proyek Strategis Nasional, di antaranya jalan tol, energi, telekomunikasi, dan penyediaan air, serta sektor tambahan seperti kereta api, bandara, pengelolaan limbah, dan rumah sakit,” jelas Bambang pada Indonesia Public Private Partnership (PPP) Day, di Singapura, Selasa (15/1) seperti dirilis Humas Kementerian PPN/Bappenas, Selasa (15/1).

Di samping itu, lanjut Bambang, KPBU juga membantu pemerintah untuk mengimplementasikan proyek yang telah lama tertunda dan untuk direplikasi di daerah lain. Contoh kisah sukses KPBU, sebut dia, pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Umbulan di Jawa Timur, yang telah direncanakan sejak zaman kolonial Belanda.

“Saat ini, pemerintah telah mereplikasi SPAM di Bandar Lampung, Pekanbaru, Semarang, dan beberapa daerah lainnya dalam tahap persiapan. Khusus sektor telekomunikasi, kisah suksesnya adalah Palapa Ring yang telah dimulai pada 2005 dan saat ini Kementerian Komunikasi dan Informatika tengah menyiapkan proyek Multifunction Satellite,” jelasnya.

Melengkapi skema KPBU, Kementeriannya menginisiasi skema PINA yang berperan sebagai fasilitator yang mempercepat transaksi keuangan proyek, pipelining atau mempersiapkan daftar proyek yang siap ditawarkan kepada investor, dan membangun ekosistem investasi.

“Pemanfaatan PINA penting untuk meningkatkan kapasitas pembiayaan pembangunan dengan memobilisasi dana jangka panjang, daur ulang investasi proyek brownfield, serta estafet permodalan pembangunan dengan instrumen keuangan,” klaim Bambang.

Empat kriteria proyek yang dapat menggunakan PINA, yaitu mendukung target prioritas pembangunan, kelayakan komersial, manfaat ekonomi dan sosial, serta kriteria kesiapan. “Melalui PINA Center, kami telah memfasilitasi kolaborasi investor dan investee domestik maupun internasional dalam memanfaatkan berbagai instrumen keuangan,” paparnya.

Seperti dana pensiun, lanjut dia, asuransi, kekayaan negara, dan perusahaan investasi strategis hingga financial closing, untuk membiayai proyek kurang menarik atau berisiko seperti jalan tol, bandara, dan energi terbarukan dengan total investasi USD 2,3 miliar.

“PINA Center juga melakukan pipelining pada 33 proyek, yaitu bandara, perkebunan, penerbangan, dan pariwisata dengan total investasi USD 38,9 miliar,” ujarnya sambil merinci sebelas kisah sukses proyek PINA

(1) Bandara, Bandara Kertajati USD 69,7 juta, Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT); (2) Konstruksi, Nusantara Infrastructure USD 134 juta, pembiayaan ekuitas; (3) Kabel Fiber Optik, PT Len Industri (Persero) USD 13 juta, pembiayaan ekuitas; (4) Jalan Tol, Citra Marga Nusaphala, Citra Marga Lintas Jabar, USD 1,5 miliar, Pembiayaan Pra-Kontraktor; dan (5) Pembangkit Listrik, PT PP Energi, USD 74 juta, Perpetuity Notes Phase I.

Selanjutnya, masih rinci Bambang, (6) Dana Investasi, Sarana Multi Infrastruktur USD 11 juta, obligasi syariah; (7) Jalan Tol, Waskita, USD 265 juta, pembiayaan ekuitas; (8) Perkebunan, PT Perkebunan Nusantara III USD 135 juta, Medium-term Note; (9) Obligasi Syariah, PLN USD 22 juta, obligasi syariah; (10) Energi Terbarukan, Infrastruktur Nusantara USD 60 juta, pembiayaan ekuitas; dan (11) Energi Terbarukan, Carpediem Elektrikal Nusantara USD 23,5 juta, pembiayaan ekuitas.

Investor yang mempersiapkan proyek KPBU dengan sebaik-baiknya memenuhi syarat untuk mengajukan jaminan dari pemerintah melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero).

Dengan komitmen tersebut, saya mendorong investor Singapura untuk dapat berpartisipasi dalam proyek KPBU di Indonesia, dan dapat saya pastikan tahap persiapan dan transaksi proyek KPBU di Indonesia tidak akan terganggu pada tahun politik ini,” pungkasnya. (lin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *