Pasca disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UUCK), Kementerian/Lembaga yang mengemban amanat sebagai pelaksana, bergerak cepat menyusun Peraturan Pemerintah (PP), sebagai aturan pelaksana undang-undang tersebut.
semarak.co-Guna melaksanakan UUCK, khususnya klaster tata ruang dan pertanahan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyusun lima PP.
Kelima PP itu adalah PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, dan Pendaftaran Tanah; PP Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Lalu PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penataan Ruang; PP Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan/atau Hak Atas Tanah; serta PP Nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah.
Direktur Jenderal (Dirjen) Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT) Kementerian ATR/BPN Suyus Windayana mengatakan bahwa tujuan utama penyusunan PP itu adalah guna mendukung pengelolaan sumber daya alam menjadi lebih baik.
Sebab itu, kata Suyus, kelima PP tersebut saling terkait satu dengan yang lain. “Jika kita membaca PP 21/2021 tentang Penataan Ruang, itu dapat menjadi rujukan dalam pemberian hak atas tanah yang diatur dalam PP 18/2021.
“Sedangkan PP 20/2021 akan menjadi kontrol dan pengendali atas pemberian hak atas tanah dengan sanksi berupa penetapan tanah telantar yang menjadi obyek bank tanah dalam PP 64/2021,” kata Dirjen PHPT Suyus dalam webinar Dies Natalis ke-43 Universitas Nusa Bangsa (UNB), melalui pertemuan daring, Kamis (10/6/2021).
Terbitnya UUCK dilandasi dengan memberikan perubahan dalam dalam kegiatan penataan ruang maupun pengelolaan pertanahan. Contohnya dalam PP Nomor 18 Tahun 2021.
Suyus mengatakan bahwa dalam regulasi tersebut diperkenalkan hal baru yakni istilah RRR, yang merupakan kependekan dari Right, Restiction, Responsibility. Menurut Dirjen PHPT maksud dari istilah tersebut adalah hak, kewajiban dan larangan yang melekat pada setiap pemegang hak atas tanah.
Ketentuan RRR ini akan menjadi pedoman yang mutlak bagi setiap pemegang hak atas tanah agar dapat menjaga lingkungannya. Ditambahkan Dirjen PHPT bahwa PP Nomor 18 Tahun 2021 juga mengatur mengenai konsep siklus jangka waktu hak atas tanah.
Di mana untuk hak yang berjangka waktu setelah dilakukan pemberian, perpanjangan dan pembaruan maka akan menjadi wewenang Menteri ATR/Kepala BPN dalam memberikan kembali hak atas tanah.
“Pemberian hak ini diprioritaskan kepada bekas pemegang hak, untuk bank tanah atau kepentingan negara lainnya seperti pembangunan untuk kepentingan umum, Reforma Agraria, Proyek Strategis Pemerintah atau Tanah Cadangan Umum lainnya,” ujar Suyus.
Selain pengelolaan dalam bidang pertanahan, UUCK juga akan mengintegrasikan rencana tata ruang dan rencana zonasi agar pengelolaan darat dan laut terpadu dan terintegrasi.
Suyus Windayana menuturkan bahwa tidak ada pemisah antara Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) dengan Rencana Zonasi Wilayah dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
“Hal yang perlu kita garis bawahi di sini adalah bagaimana kita menjaga pembangunan yang berkelanjutan tanpa mendahulukan kepentingan sektoral dari masing-masing instansi yang berwenang,” kata Dirjen PHPT.
Dengan dirumuskannya UUCK beserta turunannya, tujuan dari omnibus law dalam meningkatkan daya saing penciptaan lapangan kerja, pemberdayaan ekonomi menuju kesejahteraan rakyat serta pengelolaan sumber daya alam yang lebih baik, dapat terwujud.
Kegiatan Webinar ini mengambil tema “Undang-Undang Cipta Kerja Dalam Perspektif Tata Ruang dan Pengelolaan Sumber Daya Agraria”. Selain Dirjen PHPT, hadir pula sebagai pembicara Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Budi Mulyanto serta Widyaiswara dari Badan Informasi Geospasial, Suwardi.
Pada tanggal 2 November 2020 lalu, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UUCK disahkan. Peraturan perundang-undangan ini dibuat dengan sistem omnibus law, mengubah 82 regulasi sektoral termasuk diantaranya adalah undang-undang yang mengatur mengenai sumber daya alam.
Menurut Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Suyus Windayana, salah satu sebab munculnya UUCK adalah hiper-regulasi.
“Salah satunya terdapat kompleksitas dan obesitas regulasi, di tingkat pusat maupun daerah. Peraturan yang ada saling bertabrakan satu sama lain, sehingga menghambat proses investasi,” ujarnya saat menjadi narasumber pada acara webinar Dies Natalis Universitas Nusa Bangsa ke-34, melalui pertemuan daring, Kamis (10/6/2021).
Pengelolaan sumber daya alam di Indonesia diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yakni Pasal 33 ayat (3). Ketentuan ini menjadi sumber pengaturan dalam pengelolaan sumber daya alam yang dijabarkan oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Akan tetapi, pada kenyataannya dapat dilihat banyak dari Undang-Undang sektoral sejajar dengan kedudukan UUPA, sehingga terjadi ketidaksinkronan antar Undang-Undang tersebut.
Menurut Suyus Windayana, dampak dari kondisi tersebut adalah konflik/sengketa agraria, terjadinya ketidakadilan dalam pengalokasian sumber daya alam, serta menurunnya kualitas dan kuantitas sumber daya alam.
“Dengan terbitnya UUCK, maka kedudukan Undang-Undang sektoral terkait pengelolaan sumber daya alam disinkronisasi dan diintegrasikan kembali agar saling mendukung khususnya dalam rangka penyederhanaan proses perizinan terutama yang melibatkan Undang-Undang sektoral,” katanya.
Rektor Universitas Bina Nusantara (UBN), Yunus Arifien menuturkan bahwa terbitnya UUCK telah memungkinkan proses penguasaan, pemilikan, penggunaan serta pemanfaataan tanah bisa tepat dan adil serta sesuai dengan peruntukaannya. Ia juga mengharapkan peserta webinar dapat memahami peran UUCK tersebut.
“Webinar ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai peran UUCK dalam pengelolaan sumber daya agraria serta tata ruang kepada civitas academica yang mengikuti,” ujar Rektor UBN.
Ketua Yayasan YPKMK Nusantara, Doddy Imron Cholid menyebutkan bahwa selain mengatur mengenai sumber daya agraria, UUCK juga memberi perhatian terhadap tata ruang.
“Setiap aktivitas manusia membutuhkan tanah sehingga perlu tata ruang yang mengaturnya. Kita tidak ingin tata ruang ini tidak diatur dengan baik, karena akan mengakibatkan konflik dalam penggunaan tanah,” katanya.
Webinar ini mengambil tema ‘Undang-Undang Cipta Kerja dalam Perspektif Penataan dan Pengelolaan Sumber Daya Agraria’. Diikuti oleh civitas academica UBN, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta masyarakat umum. (rh/jr/rh/jr/smr)