Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengancam akan menggelar demo nasional untuk menolak surat edaran Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) yang menyatakan nilai upah minimum 2021 sama dengan nilai upah minimum 2020, atau dengan kata lain tidak naik.
“Karena buruh Indonesia menolak surat edaran terebut, maka kami meminta kepada gubernur sebagai pihak yang menetapkan upah minimum tidak mengikuti surat edaran yang meminta tidak ada kenaikkan upah minimum di Provinsi atau kabupaten/kota,” ujar Said Iqbal dalam rilisnya di Jakarta, Jumat (30/10/2020).
Argumentasinya, lanjut Said, ini bukan kali pertama Indonesia mengalami resesi ekonomi yang dikaitkan dengan kenaikan upah minimum. Tahun 1998 misalnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia minus di kisaran 17,6%. Sedangkan angka inflansi mendekati 78%.
“Serikat buruh yang ada satu itu, bersama pemerintah dan organisasi pengusaha bersepakat untuk tidak menaikkan upah minimum di tengah resesi. Tetapi kemudian terjadi perlawanan yang keras dan massif dari buruh untuk menolak keputusan upah tidak naik tersebut,” ujar Said.
Tapi kesepakatan itu tidak mewakili aspirasi yang berkembang di tingkat pabrik. “Terjadilah aksi besar-besaran yang meluas di semua daerah. Presiden BJ Habibie pun kemudian mengambil keputusan menaikkan upah minimum sebesar kurang lebih 16%,” sambungnya.
Pria yang juga menjadi Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) ini menerangkan, dengan analogi yang sama, pertumbuhan ekonomi dan inflansi saat ini lebih rendah dibanding 1998. Di mana pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan minus 8% dan inflansi 3%.
Dengan dasar tersebut, tutur Said, KSPI mengusulkan kenaikan upah minimum 2021 adalah 8%. Namun demikian, jika dirasa berat, Dewan Pengupahan dan Pemerintah Daerah bisa berunding, berapa kenaikan upah minimum yang dirasa tepat.
Apalagi, saat ini masih banyak perusahan yang beroperasi seperti biasa. Jadi jangan dipukul rata, bahwa semua perusahaan tidak mampu membayar kenaikan upah minimum. “Bahkan kalau pun ada yang tidak mampu, undang-undang sudah memberikan ruang untuk melakukan penangguhan upah minimum,” tukasnya.
Disampaikan Said Iqbal, pihaknya mendapat laporan dari anggota Dewan Pengupahan Nasional dari unsur serikat buruh, tidak ada kesepakatan apapun dari Dewan Pengupahan Nasional yang menyatakan tidak ada kenaikan upah minimum di tahun 2021.
“Bahkan di dalam forum yang lebih besar yang dihadiri Dewan Pengupahan Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, tidak keputusan yang menyatakan upah minimum tahun 2021 tidak naik,” paparnya.
Jadi pemerintah, nilai dia, menggunakan dasar apa mengeluarkan surat edaran yang meminta agar gubernur tidak menaikkan upah minimum? Patut diduga Menaker berbohong terhadap argumentasi dalam pengeluarkan surat edaran tersebut.
Oleh karena itu, ujar Said, serikat buruh meminta agar para gubernur mengabaikan surat edaran tersebut. “Kalau tidak ada kenaikan upah minimum, bisa dipastikan aksi-aksi buruh akan membesar dan semakin menguat. Apalagi hal ini terjadi di tengah penolakan Omnibus Law,” ingatnya.
Said mengingatkan, bisa saja akhirnya kaum buruh mengambil keputusan mogok kerja nasional. “Berbeda dengan mogok nasional yang dilakukan pada tanggal 6-8 Oktober lalu, kali ini bentuknya adalah mogok kerja nasional yang dilakukan oleh serikat buruh di tingkat pabrik,” beber Said.
Said mengungkapkan, persoalan upah adalah persoalan di tingkat perusahaan atau pabrik. “Mereka bisa mengajukan perundingan kenaikan upah yang dilakukan secara bersamaan di masing-masing perusahaan, dan jika deadlock, maka sudah memenuhi persyaratan yang diatur Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan untuk melakukan mogok kerja,” paparnya.
Menurut Said, Menaker adalah orang yang paling bertanggung jawab kalau terjadi mogok kerja nasional. Stop produksi serentak di seluruh Indonesia. “Itu boleh dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003. Berbeda dengan tanggal 6-8 Oktober, yang menggunakan dasar unjuk rasa. Mogok Kerja Nasional akan lebih dahsyat lagi,” tegasnya,
Dalam waktu dekat, tambah Said, yang akan dilakukan KSPI dan buruh Indonesia adalah melakukan aksi puluhan ribu buruh pada tanggal 2 November di Depan Istana dan Mahkamah Konstitusi.
“Aksi juga akan dilakukan serentak di 24 provinsi dan melibatkan 200 kab/kota di seluruh Indonesia, meminta agar UU Omnibus Law Cipta Kerja dibatalkan. Aksi -aksi yang akan dilakukan KSPI adaah aksi yang terukur, terarah, konstitusional, dan tidak anarkis,” ungkapnya.
Selain itu, sambung Said, kami meminta Presiden Jokowi untuk menginstruksikan kepada Menaker agar mencabut surat edaran yang menyatakan tidak ada kenaikan upah minimum 2021.
“Aksi serupa juga akan dilakukan tanggal 9 November di DPR RI untuk mendesak dilakukan legislative Review terhadap UU Cipta Kerja. Selanjutnya tanggal 10 November 2020 aksi akan dilakukan di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, meninta Menaker mencabut surat edaran yang sudah dibuat. Di titik akhir, kami sedang mempertimbangkan untuk melakun mogok kerja nasional,” tutup Said. (smr)
sumber: jakartanews.id di WA Group Guyub PWI Jaya