Dalam rangka menyukseskan pembangunan rendah karbon di Indonesia, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menjalin kerja sama dengan mitra-mitra pembangunan.
Tidak hanya berkolaborasi dengan Pemerintah Jerman, Inggris, Norwegia, Denmark, dan Jepang, kemitraan Perencanaan Pembangunan Rendah Karbon (PPRK) Indonesia yang dipimpin Bambang mendapat dukungan dari berbagai organisasi internasional, lembaga riset, dan sektor swasta, diantaranya International Institute for Applied Systems Analysis (IIASA), New Climate Economy, WRI Indonesia, Global Green Growth Institute (GGGI), World Agroforestry Centre, ESP3 – DANIDA Environmental Support Programme, System Dynamics Bandung Bootcamp, dan Sarana Primadata.
Disamping itu, kemitraan PPRK Indonesia juga mengajak tiga tokoh pembangunan nasional dan internasional untuk berperan sebagai Duta Pembangunan Rendah Karbon Indonesia, Mantan Wapres Boediono, Mantan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, dan Lord Nicholas Stern.
Wakil Presiden ke-11 sekaligus Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada Boediono mengatakan, pembangunan berkelanjutan adalah tugas kita bersama. Melaksanakan pembangunan berkelanjutan adalah tanggung jawab kita, generasi sekarang kepada generasi mendatang.
“Semua pemangku kepentingan harus bersinergi dan bekerja sama. Sektor publik harus satu visi, yaitu kebijakan antar K/L dan antara pusat dan daerah harus sinkron. Dunia usaha harus membangun mata rantai pasok yang ramah lingkungan, berkelanjutan, efisien energi, dan rendah emisi,” ujar Boediono Peluncuran Kemitraan PPRK Indonesia di Ruang Rapat Djunaedi Hadisumarto 1-5, Gedung Saleh Afiff, Bappenas, Rabu(8/8), seperti dirilis Humas Kementerian PPN/Bappenas.
Masyarakat, lanjut Boediono, sebagai warga negara dan sebagai konsumen, harus aktif mengawasi pemerintah dan bisnis. Jangan sampai nantinya kita dicap sebagai generasi yang alpa akan tanggung jawab sejarahnya
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ke-13 dan Menteri Perdagangan ke-30 Mari Elka Pangestu menambahkan, untuk menjalankan pembangunan rendah karbon di Indonesia membutuhkan dana yang besar dan tidak akan cukup apabila mengandalkan anggaran pemerintah saja.
“Pembangunan rendah karbon harus diiringi dengan penguatan dan peningkatan investasi dari berbagai pihak. Lembaga keuangan, dana investasi, swasta, dan organisasi di bidang pendanaan iklim dapat ikut serta bersama-sama, menyajikan, dan menggerakkan modal, informasi, insentif, dan fasilitas untuk pembangunan infrastruktur dan pengembangan teknologi yang efisien dan berkelanjutan,” imbuhnya.
Skema Investasi Baru
Pemerintah, nilai Mari, perlu mengembangkan skema-skema investasi baru yang didukung kebijakan yang menciptakan kepastian investasi rendah karbon dalam jangka panjang, sistem insentif dan disinsentif yang tepat, untuk mengalakkan investasi yang menunjang pembangunan rendah karbon yang nyata dan berdampak luas.
Hingga saat ini, pembangunan Indonesia menunjukkan kemajuan yang signifikan, yakni di atas 5 persen pada tahun 2016 dan 2017. Namun, kemampuan sumber daya alam kita terus menurun akibat beragam tekanan, seperti urbanisasi, limbah dan pencemaran udara, cuaca ekstrem, dan kebakaran hutan dan lahan.
Lord Nicholas Stern, Komisioner Pembangunan Rendah Karbon Indonesia, co-chair Komisi Global untuk Ekonomi dan Iklim, sekaligus Profesor Ekonomi dan Pemerintahan di LSE mengatakan, kualitas keanekaragaman hayati kita pun menurun. Tentunya pertumbuhan ekonomi tidak dapat dipertahankan apabila kita mengabaikan kemampuan sumber daya alam dan mutu lingkungan.
“Pembangunan rendah karbon adalah kisah pembangunan berkelanjutan dan inklusif di abad ke-21. Banyak kesempatan besar bagi Indonesia, dan Indonesia menjadi contoh yang baik dengan menerapkan pembangunan rendah karbon,” ujar Lord.
Kemitraan PPRK merupakan tindak lanjut dari Inisiatif PPRK Indonesia yang diluncurkan pada Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim (COP 23 UNFCCC) tahun 2017 di Bonn, Jerman. Inisiatif tersebut berisi strategi dan pendekatan penyusunan kebijakan terkait pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, serta pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Berbasis sains dan ilmu pengetahuan, hasil kemitraan ini diharapkan dapat menjadi panduan penyusunan 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, termasuk pembangunan rendah karbon.
“Pemerintah Indonesia berkomitmen mewujudkan pembangunan Indonesia yang berkelanjutan dan berkesinambungan. Hal ini akan diperkuat di RPJMN 2020-2024 yang berlandaskan pada kajian mendalam untuk mewujudkan keseimbangan antara target pembangunan ekonomi, penurunan tingkat kemiskinan, serta penurunan emisi GRK,” jelasnya.
Kajian KLHS
Menteri Bambang mengatakan, PPRK Indonesia berlandaskan pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), yaitu rangkaian analisis dan pemodelan sistematis, komprehensif, dan partisipatif yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan dalam kebijakan dan pelaksanaan pembangunan.
“KLHS dilakukan dengan pendekatan pemodelan dinamika sistem untuk mengevaluasi dampak kebijakan, rencana, dan program terhadap indikator sosial, ekonomi, dan lingkungan. Kajian ini juga menangkap informasi spasial untuk menganalisis batas-batas biofisik perencanaan pembangunan,” ungkap Bambang dalam sambutannya.
Hasil dari KLHS akan melahirkan skenario kebijakan lintas sektor guna mencari pilihan-pilihan kebijakan yang dapat mencapai target pembangunan, mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, dan menjamin pelaksanaan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan.
KLHS ini juga akan dilengkapi dengan pemodelan investasi untuk menunjukkan angka kebutuhan dan kesenjangan dana pembangunan untuk sektor-sektor seperti energi, kehutanan, dan perikanan, sehingga pemerintah dapat menggalakkan mobilisasi investasi pembiayaan pembangunan rendah karbon secara masif. (lin)