Terkait TWK, Ombudsman Minta Presiden Jokowi Bina Ketua KPK, Kepala BKN, dan Menteri PANRB

Presiden Joko Widodo (kanan) menyalami Firli Bahuri usai pelantikan pimpinan KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12/2019). Firli Bahuri ditetapkan sebagai Ketua KPK, Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nurul Ghufron, dan Nawawi Pomolango sebagai wakil Ketua. Foto: Biro Pers Setpres di liputan6.com

Ombudsman Republik Indonesia meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membina lima pimpinan lembaga. Permintaan tersebut menyusul temuan adanya dugaan pelanggaran atau maladministrasi dalam pelaksaan tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

semarak.co-Adapun lima pimpinan lembaga itu terdiri dari, Ketua KPK Firli Bahuri, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) Adi Suryanto, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, serta Menteri PANRB Tjahjo Kumolo.

Bacaan Lainnya

Pembinaan bisa dikakukan jika dalam 30 hari kerja, kelima pimpinan lembaga tersebut ternyata bandal dengan tak mengindahkan juga tindakan korektif yang diberikan Ombudsman terkait temuan maladministrasi dalam proses pelaksanaan TWK.

Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng mengatakan, Ombudsman juga meminta Presiden Jokowi untuk mengambil alih pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

“Presiden perlu melakukan pembinaan terhadap Ketua KPK, Kepala BKN, Kepala LAN, Menteri Hukum dan HAM, serta Menteri PAN-RB bagi perbaikan kebijakan dan administrasi kepegawaian yang berorientasi kepada asas-asas tata kelola pemerintahan yang baik,” ujar Robert dalam jumpa pers virtual di Jakarta, Rabu (21/7/2021).

Presiden juga diminta memonitoring tindakan korektif yang disampaikan Ombudsman kepada BKN untuk menyusun peta jalan atau road map manajemen kepegawaian, khususnya ihwal mekanisme, instrumen, dan penyiapan asesor terkait pengalihan status pegawai menjadi ASN di masa depan.

“Dalam rangka mewujudkan tata kelola SDM aparatur unggul, Presiden perlu memastikan bahwa pelaksanaan tes wawasan kebangsaan dalam setiap proses manajemen ASN dilaksanakan sesuai dengan standar yang berlaku,” kata Robert seperti dilansir Liputan6.com/21 Jul 2021, 16:38 WIB.

Diberitakan Ombudsman Republik Indonesia menyampaikan hasil pemeriksaan terkait pelaksaan tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Ombudsman menyebut ada dugaan pelanggaran atau maladministrasi dalam pelaksaan TWK. Anggota Ombudsman Robert Endi Jaweng menyebut perlunya tindakan korektif bagi pimpinan dan sekretaris jenderal KPK terkait TWK.

Pertama, menurut Robert, pimpinan dan sekjen KPK harus memberikan penjelasan kepada para pegawai terkait konsekuensi pelaksaan TWK dalam bentuk informasi dan dokumen yang sah.

“Pimpinan KPK dan sekjen KPK harus memberikan penjelasan kepada pegawai KPK perihal konsekuensi pelaksanaan asesmen TWK dan hasilnya dalam bentuk informasi atau dokumen sah,” ujar Robert dalam jumpa pers virtual, Rabu (21/7/2021).

Tindakan korektif kedua yakni hasil asesmen TWK hendaknya menjadi bahan masukan untuk langkah-langkah perbaikan, baik terhadap individu maupun institusi KPK dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TWK).

Ketiga, terhadap pegawai KPK yang dinyatakan TMS diberikan kesempatan untuk memperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan. “Keempat, hakikat peralihan status pegawai KPK menjadi ASN sesuai dengan UU Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK dan PP Nomor 41 tahun 2020, Putusan MK.

Lalu juga Penyataan Presiden Jokowi pada tanggal 17 Mei 2021, serta temuan maladministrasi oleh Ombudsman, maka terhadap 75 pegawai KPK tersebut dialihkan statusnya menjadi pegawai ASN sebelum tanggal 30 Oktober 2021.

Tim advokasi Save KPK mengatakan, pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) oleh komisi antirasuah terbukti dipenuhi pelanggaran hukum. Juga, diduga kuat ada tindak pidana kejahatan.

“Temuan ORI (Ombudsman) menunjukkan adanya skenario pelanggaran hukum yang menghasilkan TWK dan 75 Pegawai KPK dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS),” kata tim advokasi dalam siaran persnya, Rabu, 21 Juli 2021 seperti dilansir tempo.co/ Rabu, 21 Juli 2021 13:30 WIB.

Pernyataan ini dikeluarkan tim advokasi sebagai respons laporan hasil akhir Ombusdman RI soal TWK yang dilakukan KPK. Tim terdiri dari YLBHI, LBH Jakarta, PSHK, ICW, AMAR Lawfirm, LBH Mu PP Muhammadiyah, Visi Integritas Law Firm, Amnesty Internasional Indonesia, PUSAKO Univ Andalas, PUKAT UGM.

Tim advokasi mengatakan terbukti pula pelaku intelektual atas pelanggaran ini tidak hanya Firli Bahuri dan pimpinan KPK saja, tetapi turut melibatkan beberapa pejabat-pejabat tinggi kementerian/lembaga terutama Kepala BKN. “Maka itu diperlukan penyelidikan lebih lanjut afiliasi dan peran serta para pejabat tersebut,” ucapnya.

Menurut tim advokasi, ada beberapa poin besar temuan yang disampaikan oleh Ombudsman RI, diantaranya, pemalsuan keterangan dan tanggal surat (back dated) menunjukkan adanya kesengajaan dari pimpinan KPK untuk mencapai tujuan tertentu.

Menurut tim advokasi, mengingat perbuatan melawan hukum ini telah menyasar penyidik bahkan 7 orang Kasatgas Penyidikan yang sedang menangani perkara besar, maka tindakan itu jelas merupakan bagian dari upaya menghalang-halangi proses penyidikan (obstruction of justice) yang sedang dilakukan KPK.

Misalnya perkara bansos, suap ekspor benih lobster, atau skandal pajak. “Berbagai pelanggaran hukum dan maladministrasi sebagaimana temuan ORI sudah sepatutnya membuat keputusan TMS yang dituangkan dalam Surat Keputusan KPK Nomor 652 tidak berlaku,” kata tim advokasi.

Menurut tim, berbagai pelanggaran hukum seperti pemalsuan maupun indikasi obstruction of justice perlu segera ditindaklanjuti Kepolisian RI dan KPK. Koalisi masyarakat telah melaporkan Firli Bahuri kepada Polri dan menilai laporan ORI sudah cukup sebagai bukti indikasi laporan tersebut dapat dilanjutkan.

“Tidak main-main, pimpinan KPK maupun pihak lain dapat dijerat dengan Pasal 21 UU Tipikor yang ancamannya maksimal 12 tahun penjara,” demikian pernyataan tertulis Tim advokasi Save KPK.

Mengutip tribunnews.com/nasional/2021/07/21/KPK menghormati hasil pemeriksaan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) terhadap prosedur dan proses pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) yang telah disampaikan kepada publik Rabu ini (21/7/2021).

KPK memastikan akan mempelajari hasil pemeriksaan Ombudsman yang menemukan adanya maladministrasi dalam proses pembentukan kebijakan, pelaksanaan dan penetapan hasil asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN.

“Kami telah menerima salinan dokumen dimaksud dan segera mempelajarinya lebih detil dokumen yang memuat saran dan masukan dari Ombudsman tersebut,” ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (21/7/2021).

Saat ini, kata Ali, KPK juga masih menunggu putusan Mahkamah Agung (MA) tentang hasil uji materi atas Perkom nomor 1 tahun 2021 dan putusan MK atas gugatan yang diajukan oleh beberapa pihak. “KPK menghormati proses hukum yang sedang berlangsung di kedua lembaga tersebut, yaitu MA dan MK,” kata dia.

Ali menyatakan, sampai saat ini KPK tidak pernah memberhentikan 75 pegawai yang dinyatakan TMS untuk menjadi ASN. Saat ini KPK masih fokus untuk menyelenggarakan Pendidikan Latihan Bela Negara dan Wawasan Kebangsaan yang akan diikuti oleh 18 pegawai.

Pada Rabu (21/7/2021), KPK melaksanakan apel pemberangkatan pegawai KPK yang akan mengikuti Diklat Bela Negara dan Wawasan Kebangsaan di Universitas Pertahanan (Unhan) yang dibuka hari ini Kamis (22/7/2021).

“Selanjutnya, sebagai lembaga negara yang taat hukum, KPK akan menghormati setiap putusan hukum. Dan, KPK akan memberitahukan kepada public,” ujar Ali. (net/l6c/tbc/smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *