Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengapresiasi terbitnya Peraturan Desa (Perdes) Camplong II Nomor 7 Tahun 2020 tentang Migrasi Aman yang mencakup konsep pencegahan dan perlindungan dari tindak pidana perdagangan orang (TPPO), serta konsep pemberdayaan.
semarak.co-Perdes ini, nilai Menteri Bintang, merupakan bentuk komitmen pemerintah Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) khususnya Desa Camplong II dalam upaya mencegah masyarakat menjadi pekerja migran dan terjerumus dalam kasus perdagangan orang.
“Perlu dukungan semua pihak mulai pusat hingga tingkat desa sebagai lapis pertama pencegahan perdagangan orang agar tidak ada lagi perempuan dan anak jadi korban perdagangan orang dan tereksploitasi,” ungkap Menteri Bintang dalam acara Dialog dengan Masyarakat Terkait TPPO di Desa Camplong II, Kabupaten Kupang (4/5/2021).
Melalui kerja sama Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO, lanjut Bintang, Kementerian PPPA berkomitmen untuk terus meningkatkan upaya pencegahan maupun penanganan kasus perdagangan orang untuk memastikan korban mendapatkan haknya.
Chief of Mission International Organization for Migration (IOM) Indonesia yang diwakili Ayu Hannah mengungkapkan, IOM dalam hal ini, melalui kemitraan yang erat akan terus mendukung upaya Kemen PPPA selaku Ketua Harian Gugus Tugas PP TPPO dalam memaksimalkan tugasnya.
Berdasarkan catatan dari IOM Indonesia, lanjut Ayu, sejak 2019, Desa Camplong II sudah terlibat aktif dalam berbagai pelatihan untuk peningkatan kesadaran dan kapasitas desa, komunitas, serta pendamping Desa Migran Produktif (desmigratif) dalam mempromosikan proses migrasi yang aman.
Hal ini, kata Ayu, tentu merupakan inovasi sangat baik dan bisa jadi praktik baik bagi daerah lainnya. “Saya harap apa yang diupayakan Pemerintah Kabupaten Kupang, khususnya Desa Caplong II dapat dilakukan secara berkelanjutan, terus dikembangkan, dapat direplikasi daerah lain, dan bisa menjangkau desa-desa lain,” ucapnya.
Mengingat pencegahan dan penanganan TPPO tidaklah mudah, kata Bintang, sehingga sinergi dan kerjasama dari semua pihak perlu dilakukan untuk memerangi TPPO di Indonesia.
Kepala Desa Camplong II Kupang NTT Melianus Irinus Faot menyampaikan, tren migrasi ke luar daerah yang terjadi di tengah masyarakat Desa Camplong II tergolong cukup tinggi.
“Tren migrasi ke luar daerah yang cukup tinggi ini disebabkan karena adanya tawaran untuk bekerja di luar daerah dengan iming-iming gaji besar dan tidak ada lapangan pekerjaan di wilayah domisili. Kondisi inilah yang menyebabkan banyak dari mereka menjadi korban perdagangan orang,” tambah Melianus.
Melihat banyaknya kasus TPPO tersebut, Kepala Desa Camplong II didukung IOM Indonesia mulai menginisiasi peningkatan kesadaran dan pengetahuan di level desa mengenai migrasi yang aman dan pencegahan risiko perdagangan orang yang ditimbulkan dari kerentanan dalam proses migrasi.
Desa Camplong II melalui Perdes No. 7 Tahun 2020 tentang Migrasi Aman telah mengatur berbagai hal terkait pencegahan, penanganan dan pemberdayaan untuk masyarakatnya.
Pada acara ini, Menteri Bintang melaksanakan dialog dengan perwakilan dari berbagai lapisan masyarakat di Desa Camplong II. Beberapa perwakilan masyarakat menyampaikan tantangan utama dalam pencegahan dan penanganan kasus perdagangan orang di NTT adalah kurangnya sinergi antar masing-masing lembaga dan penyedia layanan, termasuk layanan berbasis masyarakat.
Hal ini dapat menyebabkan korban terhambat dalam mendapatkan hak-haknya. Selain itu, tidak adanya SOP dalam penanganan kasus juga menyebabkan sulitnya korban dalam mengakses bantuan ketika dibutuhkan.
Provinsi NTT merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan kasus TPPO yang tergolong tinggi. Berdasarkan analisis dari POLRI, Provinsi NTT masuk dalam kategori sending area (dengan rute NTT – Surabaya – Batam – Malaysia – Timur Tengah).
Data dari IOM menyebutkan NTT masih menduduki Provinsi dengan peringkat kedua tertinggi untuk daerah asal korban TPPO, setelah Provinsi Jawa Barat yang menduduki posisi nomor satu. Dari data kasus yang ditangani IOM, sejak 2012 hingga 2020 terdapat setidaknya 491 Korban TPPO yang berasal dari NTT.
Banyaknya kasus TPPO di NTT berawal dari keinginan untuk mencari pekerjaan lebih baik, mencari suasana baru, kuatnya budaya patriarki dan maskulinitas, serta tingginya permintaan tenaga kerja yang “murah” dan tidak memiliki skill. (smr)