Puluhan kelompok aktivis mengecam kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida sedang terjadi pada minoritas Uighur di wilayah Xinjiang yang terpencil di China. Di mana lebih dari satu juta orang ditahan di kamp-kamp.
semarak.co– Surat terbuka yang ditandatangani oleh kelompok-kelompok termasuk Uyghur Human Rights Project yang berbasis di Amerika Serikat (AS) dan Genocide Watch meminta Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB untuk meluncurkan penyelidikan.
“Kekejaman tersebut termasuk penahanan sewenang-wenang antara 1 dan 1,8 juta orang di kamp-kamp pengasingan, program indoktrinasi politik yang meluas, penghilangan paksa, perusakan situs budaya, kerja paksa, tingkat penahanan penjara yang tidak proporsional, dan kampanye dan kebijakan pencegahan kelahiran yang memaksa,” demikian isi surat tersebut, Selasa (15/9/2020) dilansir Reuters.
Belum ada tanggapan dari Kementerian Luar Negeri China, yang dihubungi Reuters terkait surat itu. China sebelumnya menyatakan kamp-kamp tersebut adalah pusat pendidikan dan pelatihan kejuruan sebagai bagian dari tindakan kontra-terorisme dan deradikalisasi.
Di bawah hukum internasional, kejahatan terhadap kemanusiaan didefinisikan sebagai kejahatan yang meluas dan sistematis, sedangkan beban pembuktian genosida—dengan maksud untuk menghancurkan sebagian dari suatu populasi—lebih sulit untuk dibuktikan.
“Langkah-langkah ini memenuhi ambang tindakan yang merupakan genosida, kejahatan internasional inti di bawah Konvensi Genosida, yang melarang memaksakan tindakan yang dimaksudkan untuk mencegah kelahiran di antara kelompok etnis atau agama,” kata kelompok aktivis.
Komisioner Tinggi HAM PBB Michelle Bachelet mengatakan, pada Senin (14/9/2020) bahwa dia sedang mendiskusikan kemungkinan kunjungan ke Xinjiang dengan otoritas China yang menghadapi reaksi balik yang meningkat atas perlakuan terhadap etnis Uighur.
Namun, para aktivis menyuarakan kekecewaan dalam pidatonya di Dewan HAM, di mana China tidak pernah menjadi objek resolusi. “Pernyataan Bachelet tentang China tidak mengatakan apa-apa tentang substansi tidak ada kata tentang kerugian kemanusiaan dari pelanggaran hak asasi China,” ujar Sarah Brooks dari The International Service for Human Rights.
Termasuk, lanjut Sarah, terhadap orang Uighur dan di Hong Kong atau kekhawatiran yang sedang berlangsung tentang kebebasan berekspresi, penahanan sewenang-wenang, dan tindakan keras terhadap masyarakat sipil. “Sebaliknya, pernyataan itu berbicara banyak tentang lemahnya posisi kantor hak asasi manusia terhadap China,” imbuhnya.
AS pada Senin (14/9/2020) menangguhkan rencana untuk larangan impor yang luas pada produk kapas dan tomat dari Xinjiang sambil mengumumkan larangan yang lebih sempit pada produk dari lima entitas tertentu. Para pejabat AS mengatakan tindakan itu ditujukan untuk memerangi penggunaan kerja paksa terhadap Muslim Uighur yang ditahan di China. (net/smr)