Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan produsen vaksin Covid-19 asal China, Sinovac masih belum melengkapi dokumen untuk proses sertifikasi halal. Dokumen yang belum dipenuhi itu terkait dengan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan vaksin.
semarak.co-Ketua MUI Asrorun Niam Sholeh mengatakan, dirinya tak mengetahui secara pasti mengapa dokumen tersebut belum diberikan sejak diminta saat audit ke produsen vaksin Sinovac di China pada 2 November 2020 lalu.
“Tim audit dari Komisi Fatwa dan LPPOM MUI masih menunggu salah satu dokumen yang diharapkan dari produsen untuk dilengkapi. Iya, salah satunya dokumen untuk pembiakan vaksin,” ungkap Asrorun dalam diskusi virtual dengan tema Setelah Vaksin Datang Polemik Trijaya di Jakarta, Sabtu (12/12/2020).
Itu cukup esensial bagi para ahli dan juga LPPOM MUI, kata Asrorun, untuk bisa menjadi bahan telaahan untuk fatwanya. “Mengapanya ini sangat terkait dengan produsen. Waktu itu mereka sudah memiliki itikad, komitmen, untuk segera memenuhinya,” ucap Asrorun yang juga Sekretaris Komisi Fatwa MUI.
Selain dokumen tersebut, Asrorun menyatakan Komisi Fatwa juga sedang menunggu hasil uji mutu dan keamanan dari Badan POM. Jika keduanya sudah terpenuhi dan vaksin dinyatakan aman dan halal maka dapat digunakan secara luas oleh masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. “Halalan dan toyyiban. Ini satu kesatuan. Jangan sampai bahan halal, tapi tidak aman maka tidak boleh digunakan,” ujar Asrorun.
Saat ini, vaksin Sinovac sedang memasuki uji klinis tahap tiga. Diperkirakan, hasil uji klinis akan diketahui enam bulan setelah partisipan tahap pertama mendapatkan vaksin yakni pada akhir Januari 2021. Jika hasil uji klinis vaksin terbukti aman dan efektif makan Badan POM dapat mengeluarkan izin darurat penggunaan vaksin.
“Setelah fase tiga selesai, kami memberikan laporan kepada Badan POM nanti dinilai apakah sudah layak, baru diberikan izin edarnya, menurut perkiraan kami di akhir Januari,” kata Tim Mikrobiologi Uji Klinis Vaksin Unpad dokter Sunaryati Sudigdoadi.
Vaksin Covid-19, Sinovac dari China sudah hadir di Indonesia. Pihak MUI kini sedang menunggu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait keamanan vaksin tersebut.
Asrorun Niam Sholeh merinci dari proses kehalalan vaksin pun sedang dalam proses audit di lapangan yang dilakukan hingga awal pekan kedua November. Namun hingga kini timnya sedang menunggu salah satu dokumen dari Sinopharm.
“Hasil auditingnya masih menunggu ada salah satu dokumen dari sinovac diharapkan segera dilengkapi. Posisinya sampai di situ. Setelah nanti terpenuhi dokumen-dokumennya, disamping dokumen dari produsen, kepastian izin edar, dan atau izin keamanan dari BPOM yang sampai sekarang masih di dalam proses,” lanjutnya.
Selain itu, Asrorun menjelaskan, pihaknya memprioritaskan untuk membahas terkait kehalalan vaksin. Dia juga menuturkan BPOM juga masih melakukan proses kajian. “Jangan sampai kemudian, bisa jadi dari sisi ingredients halal, tapi tidak aman, maka tidak boleh digunakan. Ini dalam satu tarikan napas, halalan thayyiban,” ungkapnya.
Sebelumnya diketahui, Menko PMK Muhadjir Effendy menuturkan kajian dari badan jaminan produk halal (BPJPH) dan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) terkait vaksin Covid-19 buatan Sinovac Biotech China telah rampung.
Hal tersebut seiring dengan kedatangan vaksin tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada Minggu malam (6/12/2020). “Perkembangan terakhir dari persyaratan halal vaksin Sinovac dilaporkan bahwa kajian dari BPJPH atau badan jaminan produk halal dan LPPOMUI telah selesai,” kata Muhadjir di akun youtube FMB9ID_IKP terkait tindak lanjut kedatangan vaksin Covid-19, Senin (7/12/2020).
Dia menjelaskan saat ini sedang dalam tahap pembuatan fatwa serta sertifikasi halal oleh MUI. “Telah disampaikan untuk pembuatan fatwa dan pembuatan sertifikasi halal oleh MUI. Oleh sebab itu saya ucapkan terima kasih. MUI telah bekerja keras,” kata Muhadjir.
Komisioner Ombudsman RI Alamsyah Saragih menyatakan pihaknya akan meninjau proses administrasi impor vaksin virus corona buatan Sinovac. Menurutnya, impor vaksin Covid-19 yang telah dilakukan sebanyak 1,2 juta dosis pada Minggu (6/12) lalu harus sesuai aturan yang diatur di dalam undang-undang.
Proses vaksinasi baru bisa dilakukan setelah mendapatkan izin edar dari BPOM. “Kita sedang melakukan review (tinjau) terhadap itu [impor vaksin Sinovac] dan tetap kita akan memperhatikan ketentuan sesuai peraturan perundang-undangan, BPOM harus memiliki peran untuk itu,” kata Alamsyah, Sabtu (12/12/2020).
Ia menyampaikan bahwa tinjauan Ombudsman terkait vaksin Covid-19 akan mulai dari proses yang berlangsung di hulu hingga ke hilir, yakni pengadaan sampai pelaksanaan vaksinasi. Namun begitu, Almasyah mengatakan proses peninjauan yang dilakukan pihaknya saat ini masih bersifat internal.
Pihaknya akan segera menggelar audiensi dengan seluruh pihak terkait serta ahli untuk mengantisipasi gejala pelanggaran administrasi terkait vaksin Covid-19. “Sudah ditetapkan dalam pleno, nanti kita undang semua pihak yang perlu termasuk ahli,” paparnya.
Ditambahkan Alamsyah, “Kita akan lakukan review bersama, nanti kita lihat apakah ada gejala yang perlu diantisipasi di awal. Tapi meski tidak ditemukan gejala, kita akan tetap melakukan pengawasan dari hulu hingga ke hilirnya.”
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI Mulyanto meminta Ombudsman memeriksa proses administrasi impor vaksin Covid-19 buatan Sinovac, terutama karena pemesanan telah dilakukan sementara hasil uji klinis fase III belum keluar.
Kata dia, Ombudsman harus mengecek apakah prosedurnya sesuai dengan sistem administrasi pengadaan barang pemerintah dengan uang Anggaran Pendapatan Belanja dan Negara (APBN).
“Ombudsman berwenang memastikan proses administrasi ini. Jangan sampai pemerintah mengadakan barang dengan kualitas tidak jelas atau mengimpor barang yang tidak boleh diedarkan,” kata Mulyanto.
Dia menegaskan setiap impor atau pengadaan barang oleh pemerintah harus mempertimbangkan proses administrasi terkait persyaratan spesifikasi barang, dan aspek kualitas harus terpenuhi.
Pada 6 Desember lalu sebanyak 1,2 juta dosis vaksin Covid-19 buatan Sinovac tiba di Indonesia dan telah disimpan di gudang Bio Farma. Secara total pemerintah telah memesan sebanyak 155,5 juta dosis vaksin, meliputi vaksin Sinovac sebanyak 125,5 juta dosis dan vaksin Novavax 30 juta dosis.
Di luar pesanan (firm order), Wakil Menteri BUMN I sekaligus Ketua Satuan Tugas Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Budi Gunadi Sadikin menyatakan RI juga berpotensi untuk pengadaan vaksin sebanyak 116 juta dosis lainnya, terdiri dari vaksin Pfizer sekitar 50 juta dosis, AstraZeneca 50 juta dosis, dan Covax atau Gavi 16 juta dosis.
Sementara Sinovac Biotech Ltd memberikan pernyataan terbaru mengenai efektivitas vaksin virus corona yang diproduksi perusahaan tersebut. Pernyataan ini disampaikan menanggapi pernyataan PT Bio Farma yang menyebut efektivitas vaksin mencapai 97 persen dalam uji klinis awal. Namun, Bio Farma kemudian memberikan klarifikasinya soal ini.
Juru Bicara Sinovac Biotech Ltd menyebutkan, hingga saat ini belum diketahui kemanjuran dari vaksin tersebut. Melansir Bloomberg, Selasa (8/12/2020), menurut Sinovac, angka 97 persen mengacu pada tingkat serokonversi yang terpisah dari kemanjuran vaksin.
Pasalnya, tingkat serokonversi yang tinggi tidak berarti bahwa vaksin tersebut efektif melindungi orang dari virus corona. Perusahaan yang berbasis di Beijing dan mitranya masih menganalisis data dari uji coba Fase III yang lebih besar di Brasil.
Mereka berharap mendapatkan indikasi seberapa besar tingkat efektivitas suntikan tersebut berdasarkan data dari sekitar 60 kasus Covid-19. Tak seperti pengembang vaksin lainnya, belum ada perusahaan vaksin asal China terkemuka yang merilis data secara publik tentang kemanjuran suntikan mereka dalam uji coba fase 3.
Oleh karena itu, sulit untuk membandingkan vaksin mereka dengan lainnya untuk memperkirakan seberapa cepat mereka akan menerima persetujuan penggunaan umum. Namun, dosis telah diberikan kepada ratusan ribu orang di bawah program penggunaan darurat China.
Hal itu telah menimbulkan keprihatinan di antara para ilmuwan tentang potensi risiko dalam menggunakan vaksin yang keselamatannya belum dipelajari secara menyeluruh. Vaksin Sionvac mengandalkan virus corona yang tidak aktif untuk mendapatkan sistem kekebalan.
Ini adalah metode yang banyak digunakan dalam vaksin untuk melawan banyak penyakit lain seperti hepatitis, flu, dan polio. Klarifikasi Bio Farma Dikutip dari Reuters, Selasa malam (8/12/2020), PT Bio Farma mengeluarkan klarifikasi dengan menyebut bahwa kemanjuran vaksin Sinovac belum bisa ditentukan.
Klarifikasi ini juga dipublikasikan melalui akun Twitter Bio Farma. Klarifikasi Efikasi Vaksin Covid-19 dari Sinovac #KlarifikasiBioFarma pic.twitter.com/TiafjmwvPU — Bio Farma (@biofarmaID) December 8, 2020 Dalam pernyataannya, Bio Farma menyebutkan, laporan sementara dari uji coba Tahap III diharapkan akan tersedia pada Januari 2021.
Bio Farma menyatakan, 1.600 relawan yang diuji tidak menunjukkan efek samping serius. Seperti diketahui, 1,2 juta dosis vaksin Sinovac telah tiba di Indonesia pada Minggu malam (6/12/2020). Presiden Joko Widodo mengatakan, nantinya ada 1,8 juta dosis vaksin siap suntik lain yang tiba pada Januari 2021. (net/smr)
sumber: kompas.com di WAGroup FILOSOFI KADAL (JUJUR)/ cnnindonesia.com/ merdeka.com