Serie A Italia: Revolusi Cesc Fabregas di Como 1907

Como 1907 terdengar masih asing bagi telinga penikmat sepak bola dunia, khususnya penggemar klub-klub sepak bola di pentas Serie A Italia. Orang hanya membicarakan kiprah AC Milan dan Inter Milan, Juventus, AS Roma, Napoli, atau Fiorentina. Tapi Como kini bukan lagi tim biasa.

Semarak.co – Di bawah sentuhan  tangan dingin seorang bernama Cesc Fabregas, mantan pemain bola legend yang kini Manager/Head Coach Como 1907, mereka mendominasi penguasaan bola dan sepak bola menekan paling intens di Eropa saat ini.

Stadio Giuseppe Sinigaglia mungkin menawarkan pemandangan danau yang indah, tetapi atraksi sesungguhnya di Como saat ini adalah revolusi sepak bola yang sedang terjadi di atas lapangan. Dikomandoi Cesc Fàbregas, Como 1907 telah bertransformasi dari tim promosi yang sekadar ingin bertahan, menjadi kekuatan baru menakutkan di Serie A.

Dengan dukungan finansial dari pemilik klub terkaya di negeri Pizza Italia, Hartono Bersaudara (kelompok Djarum Group, pengusaha sukses dari Indonesia), proyek ini berjalan jauh lebih cepat dari yang dijadwalkan semula.

Hanya dalam 11 pertandingan musim ini, I Lariani baru menelan satu kekalahan dan mengumpulkan 18 poin — rekor terbaik klub di kasta tertinggi sejak era 1949/50. Namun, bukan hanya hasil akhir yang membuat mata dunia tertuju pada mereka, melainkan cara mereka bermain.

Fàbregas, mantan pemain Barcelona dan legenda Arsenal, telah menanamkan filosofi modern yang menggabungkan dominasi penguasaan bola ala Guardiola dengan intensitas pressing yang mencekik lawan.

Como tidak lagi dipandang sebelah mata. Kemenangan meyakinkan atas Juventus dan hasil imbang di kandang Napoli menjadi bukti nyata bahwa mereka siap bersaing dengan para raksasa. Di balik kesuksesan instan ini, terdapat data statistik mendalam dan peran vital pemain muda seperti Nico Paz yang menjadi motor serangan tim.

Seperti dilansir goal.com pada 25/11-2025, mereka menggunakan data dari Opta, coba membedah secara mendalam bagaimana taktik jenius Fàbregas bekerja, mulai dari dominasi penguasaan bola, soliditas pertahanan yang mengejutkan, hingga efektivitas serangan yang dipimpin oleh talenta-talenta muda berbakat.

Sepak bola Atraktif,
Melampaui Ekspektasi

Secara kasat mata, posisi ketujuh di klasemen Serie A sudah merupakan pencapaian luar biasa bagi Como 1907. Namun, data Expected Points (xPts) dari Opta mengungkapkan realitas yang lebih menakutkan bagi para rival: Como seharusnya berada di peringkat keempat.

Grafik statistik menunjukkan, kualitas performa mereka sebenarnya setara dengan tim-tim zona Liga Champions, jauh melampaui status mereka sebagai tim yang baru promosi dua musim lalu.

Konsistensi adalah kunci utama dari lonjakan ini. Sejak jeda internasional Maret, Como menjadi tim yang paling sulit dikalahkan di Italia, dengan hanya menelan dua kekalahan dari 20 pertandingan liga terakhir.

Ini adalah rekor terbaik dibandingkan tim Serie A manapun dalam periode yang sama. Fàbregas tidak membangun tim untuk sekadar bertahan hidup; ia membangun mesin poin yang efisien.

Peningkatan ini sangat drastis jika dibandingkan dengan musim lalu, di mana mereka hanya finis di peringkat 10. Dengan rata-rata poin per pertandingan terbaik dalam sejarah klub di Serie A (1,64), Como membuktikan bahwa mereka bukan “kuda hitam” semusim, melainkan penantang serius untuk zona Eropa.

Data xPts mengonfirmasi, posisi mereka saat ini bukanlah keberuntungan, melainkan hasil dari dominasi permainan yang konsisten. Stabilitas ini juga tercermin dari kemampuan mereka mengontrol nasib sendiri.

Como jarang sekali berada dalam posisi tertinggal. Data menunjukkan hanya 11 persen dari total waktu bermain mereka dihabiskan dalam kondisi kalah, angka yang sangat elite dan hanya kalah dari AC Milan (6 persen). Ini adalah bukti mentalitas pemenang yang ditanamkan Fàbregas.

Monster Pressing Eropa: Mencekik Lawan di Area Sendiri

Jika ada satu statistik yang mendefinisikan Como era Fàbregas, itu adalah intensitas pressing. Mereka mencatatkan High Turnovers (merebut bola di area pertahanan lawan) paling banyak di Serie A dengan angka 86 kali.

Grafik High Turnovers menunjukkan betapa agresifnya mereka memburu bola begitu kehilangan penguasaan, tidak membiarkan lawan bernapas sedikit pun. Lebih impresif lagi adalah data PPDA (Passes Per Defensive Action).

Dengan angka 7,8, Como tidak hanya menjadi tim dengan pressing paling intens di Italia, tapi juga teragresif di lima liga top Eropa. Mereka memaksa lawan melakukan kesalahan sebelum sempat membangun serangan, sebuah strategi berisiko tinggi yang dieksekusi dengan disiplin militer.

Konsekuensi dari gaya main ini adalah rusaknya ritme permainan lawan. Como tercatat melakukan 180 pelanggaran (terbanyak kedua di liga), yang acapkali merupakan pelanggaran taktis untuk memutus aliran bola yang tengah dikuasai lawan untuk masuk garis pertahanan.

Hal ini memaksa tim lawan memindahkan bola ke depan dengan kecepatan 1,99 meter per detik — yang tercepat di liga — bukan karena keinginan lawan, tapi karena panik dikejar pemain Como yang berlari kencang mengadang setiap pergerakan pemain lawan.

Lawan dibuat frustrasi dan tidak bisa mengembangkan permainan. Hanya ada 48 rangkaian operan (10+pasing) yang berhasil dilakukan lawan saat menghadapi Como, jumlah tersedikit ketiga di liga Italia saat ini.

Ini membuktikan bahwa Fàbregas telah berhasil menciptakan sistem pertahanan proaktif yang mematikan kreativitas musuh sejak dari lini pertama, sehingga tak ada kesempatan bagi lawan untuk memasuki lini tengah lawan.

Pertahanan Garis Tinggi: Jebakan Offside yang Mematikan

Agresivitas Como tidak hanya soal merebut bola, tapi juga soal di mana mereka meletakkan garis pertahanan. Grafik Offsides Provoked menunjukkan bahwa Como rata-rata menjebak lawan dalam posisi offside sejauh 30 meter dari gawang mereka sendiri. Ini adalah angka tertinggi ketiga di Serie A, menegaskan keberanian mereka bermain dengan high defensive line.

Strategi ini berbuah manis pada rekor pertahanan mereka. Como menjadi tim dengan jumlah kebobolan paling sedikit kedua di liga (hanya 6 gol). Mereka secara masif mengungguli angka Expected Goals Against (xGA) mereka yang sebesar 10,37, menunjukkan kombinasi antara struktur pertahanan yang solid dan performa kiper yang gemilang.

Berbeda dengan tim promosi pada umumnya yang cenderung “parkir bus” di kotak penalti sendiri, Como justru menjauhkan bahaya dari gawang. Dengan menekan di depan dan memasang garis tinggi di belakang, mereka mempersempit ruang bermain lawan secara ekstrem.

Ini membutuhkan koordinasi tingkat tinggi dari para bek agar tidak mudah dieksploitasi bola panjang. Keberhasilan sistem ini membuktikan kapasitas Fàbregas dalam melatih organisasi pertahanan (compact defends) nan solid.

Meski bermain terbuka dan menyerang, Como tidak lantas menjadi rapuh. Sebaliknya, pertahanan mereka adalah salah satu yang paling sulit ditembus di Italia saat ini, sebuah anomali bagi tim dengan filosofi menyerang yang begitu kental.

Dominasi Penguasaan Bola: Raja Possession Italia

Siapa sangka tim dengan ball position tertinggi di Serie A musim ini adalah Como 1907? Dengan rata-rata possession 60,4 persen, mereka bahkan mengungguli tim-tim tradisional seperti Napoli atau Internationale Milan yang biasanya dominan dan establish.

Grafik Zones of Control memperlihatkan dominasi Como di hampir seluruh area lapangan, terutama di lini tengah di mana mereka mendikte tempo permainan lewat para gelandang mereka yang kreatif baik dalam bertahan maupun menyerang.

Filosofi Fàbregas sangat jelas: kontrol adalah segalanya. Como mencatatkan jumlah operan terbanyak di area sendiri, namun bukan untuk membuang waktu. Mereka memanipulasi struktur lawan, memancing pressing, lalu melakukan tusukan vertikal. Terbukti, mereka adalah tim dengan operan pemecah lini (line-breaking passes) terbanyak di liga (725 kali).

Como juga “alergi” terhadap bola-bola panjang spekulatif. Mereka mencatatkan jumlah operan jauh paling sedikit (425) dan persentase operan jauh terendah kedua (7,7 persen). Mereka lebih memilih membangun serangan secara sabar dari kaki ke kaki, menggunakan formasi 4-2-3-1 yang cair untuk menciptakan keunggulan jumlah pemain di sekitar bola.

Meski dominan dalam penguasaan bola, PR terbesar mereka ada di penyelesaian akhir. Banyaknya tembakan dari luar kotak penalti (44,5 persen) menunjukkan mereka terkadang kesulitan membongkar pertahanan rapat di sepertiga akhir.

Alvaro Morata, pemain timnas Spanyol, meski berkontribusi besar dalam link-up play, masih memiliki angka xG yang tinggi namun belum maksimal dalam mengonversi setiap peluang besar menjadi gol kemenangan mutlak.

Faktor Nico Paz: Sang Maestro Muda Argentina

Di tengah sistem yang kompleks ini, Nico Paz muncul sebagai sosok pembeda. Gelandang serang berusia 21 tahun ini menjadi otak serangan Como. Grafik Sequence Involvements menempatkannya salah satu pemain paling berpengaruh di Serie A, terlibat dalam 265 urutan serangan sejak musim lalu — angka yang luar biasa bagi pemain seusianya.

Paz adalah definisi modern dari “nomor 10”. Ia tidak hanya menciptakan peluang (26 peluang, hanya kalah dari Dimarco), tetapi juga terlibat langsung dalam 8 gol musim ini (4 gol, 4 assist). Kemampuannya menerima bola di antara lini dan memecah pertahanan lawan menjadikannya aset paling berharga Fàbregas saat ini.

Performa gemilang Paz tidak luput dari perhatian dunia. Ia rutin dipanggil ke timnas senior Argentina dan Real Madrid — klub asalnya —memiliki klausul buy-back hingga 2027. Ini menjadi bukti validasi kualitasnya, sekaligus tantangan bagi Como untuk memaksimalkan potensinya sebelum raksasa Spanyol itu memanggilnya pulang.

Kombinasi antara visi Fàbregas, dukungan finansial Hartono, dan kecemerlangan individu seperti Paz menjadikan Como 1907 fenomena paling menarik di Italia, bahkan dunia. Mereka tidak sekadar numpang lewat; tapi sedang membangun pondasi untuk menjadi kekuatan baru sepakbola Eropa yang modern dan atraktif. (net/gc/kim/smr)

Pos terkait