Pendakwah kondang hingga mancanegara Ustadz Abdul Somad (UAS) menyebut ada pihak yang mencoba mengerdilkan Pancasila lewat rancangan undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).
semarak.co– UAS mengaku khawatir Pancasila yang selama ini menyatukan umat berbeda agama di Indonesia lama-kelamaan akan hilang karena disederhanakan menjadi Ekasila di RUU itu.
Memang ada usaha ke sana karena dari Pancasila dikerdilkan lagi menjadi Trisila, dari Trisila di-slim-kan lagi menjadi Ekasila. Dan Ekasila tidak pula ketuhanan yang maha esa, tapi gotong-royong,” sindir UAS dalam Pengajian Virtual Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pondok Labu yang disiarkan langsung akun Youtube tvMu Channel, Minggu (14/6/2020) seperti dikutip CNNIndonesiacom.
Dia menyayangkan pembahasan RUU HIP dimulai saat pandemi virus corona jenis baru penyebab Covid-19. Padahal, kata UAS, rakyat sedang mengalami kesulitan, sakit, dan kelaparan karena pandemi.
Ustadz asal Riau itu menyebut ada pihak yang sedang mengetes umat Islam dengan penerbitan RUU ini. Dia bilang, pihak itu akan jalan terus jika umat Islam diam saja saat RUU HIP dibahas. Karena itu, ia mengajak umat Islam untuk bersuara.
Menurut UAS, umat Islam harus solid agar tidak disepelekan oleh pihak-pihak tersebut. “Oleh sebab itu perlu juga menampakkan taring kita bahwa kita singa, bukan ayam,” tuturnya.
Seperti diketahui, RUU HIP menjadi salah satu draf yang dibahas DPR RI. Rapat Paripurna pada 12 Mei 2020 mengesahkan RUU itu sebagai inisiatif DPR RI. Parlemen masih menunggu surat presiden dan daftat inventaris masalah dari pemerintah sebelum memulai pembahasan.
Usai diumumkan ke publik, RUU HIP menuai berbagai kecaman. Salah satu yang menjadi sorotan adalah Pasal 6 yang dinilai memeras Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila.
Pada pasal 6 ayat (1) RUU HIP, disebut ada tiga ciri pokok Pancasila yang bernama Trisila, yaitu ketuhanan, nasionalisme, dan gotong-royong. Lalu pada ayat (2), Trisila dikristalisasi dalam Ekasila, yaitu gotong-royong.
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Anwar Abbas meminta pemerintah untuk tidak mengabaikan maklumat terkait penolakan RUU HIP yang saat ini tengah dibahas DPR-RI.
“Jika maklumat diabaikan saya rasa rakyat akan bergerak, rakyat pasti tidak akan diam karena mereka telah dikubuli oleh wakil-wakilnya,” kata Anwar Abbas dalam sebuah wawancara radio yang dikutip Suara Islam Online, Sabtu (13/6/2020).
Maklumat MUI, kata Anwar, dibuat berdasarkan hasil pemantauan dan menyerap aspirasi dari masyarakat. Menurutnya, permasalahan komunis ini sudah meresahkan masyarakat.
“Selama ini kita bisa hidup dengan damai, tetapi kalau sekarang akan muncul lagi paham atau gerakan komunisme tentu akan menjadi masalah dan ini bertentangan dengan Pancasila,” ujar Anwar.
Ketua PP Muhammadiyah itu mengatakan, jangan sampai ada kebijakan yang memberi ruang kembalinya gerakan komunis di Indonesia. “Kita sudah dua kali dikerjai sampai berdarah-darah oleh PKI (Partai Komunis Indonesia), jangan sampai terulang kembali,” jelasnya.
Sebelumnya, MUI Pusat dan MUI Provinsi se-Indonesia mengeluarkan maklumat untuk menonak RUU HIP. Di antara alasannya, RUU tersebut tidak mencantumkan TAP MPRS Nomor 25/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI dan pelarangan ajaran komunis, marxisme dan leninisme.
MUI juga meminta umat Islam agar bangkit bersatu serta tetap waspada dan selalu siap siaga terhadap penyebaran paham komunis dengan pelbagai cara dan metode licik yang mereka lakukan saat ini.
Gelombang penolakan dan tuntutan menghentikan pembahasan RUU HIP telah terjadi dimana-dimana. Banyak tokoh dan ulama menyampaikan argumentasi dari segi konstitusi, sejarah maupun sudut pandang syar’i untuk menolak RUU ini.
Webinar, dialog dan diskusi online dilakukan berbagai kalangan. Bahkan gelombang pernyataan sikap dan rencana aksi juga digulirkan di daerah-daerah. Tapi sampai saat ini DPR dan Pemerintah sama sekali tidak menggubris.
Juru bicara MPUI-I (Majelis Permusyawaratan Umat Islam Indonesia) Ust. Asep Syarifuddin mengatakan, “Kepada DPR RI dan Pemerintah, jika tidak serius segera menghentikan pembahasan RUU HIP, maka sangat besar kemungkinan rakyat dan umat Islam akan aksi. Bukan hanya di daerah-daerah, tapi mereka akan berbondong-bondong datang ke Jakarta.,” katanya saat dihubungi suaraummat.net. Ahad (14/6/2020).
Ini menyangkut keselamatan daripada kenyamanan beribadah dan keutuhan NKRI, lanjut Ust Asep, jika RUU disahkan akan terjadi konflik horizontal di masyarakat. Karena itu, Ust. Asep menyampaikan kepada umat Islam agar jangan takut untuk bergerak melakukan aksi karena menyampaikan aspirasi itu dilindungi UU.
“Tapi catatannya harus memperhatikan protokoler kesehatan. Kedua, kepada aparat penegak hukum, dalam hal ini kepolisian, satpol PP dan Satgas Gugus Tugas Covid-19, Kalau ada aksi demonstrasi jangan dilarang tapi dampingi selama menyampaikan aspirasinya dengan benar sebagaimana diatur UU,” terang Ust Asep yang juga ketua API Jawa Barat.
Menurutnya, aparat kepolisian sebagai pelaksana UU unjuk rasa harus memahami urgensi daripada aksi itu sendiri. Dalam UUD pasal 28 disebutkan setiap warga negara itu berhak berserikat, berkumpul menyampaikan pendapat, secara lisan dan tulisan.
Jadi yang harus dilakukan adalah pendampingan terhadap aksi. Aparat kepolisian maupun Satgas Gugus Covid-19 bagaimana melakukan pendampingan aksi-aksi yang dilakukan oleh umat. Bukan melarang, tetapi melakukan pendampingan.
Ust. Asep mencontohkan, misalnya ada peserta aksi yang tidak memakai masker, ya kasih maskernya, ada yang tidak berjarak, atur shafnya. Sebagaimana orang mengatur orang datang ke pasar, orang ke kantorm bank, pergi ke masjid. “bukan dilarang aksinya,” tandasnya.
Draf RUU HIP yang menjadi polemik umat saat ini, telah mendistorsi makna dari Pancasila. “Ini yang membuat geram umat. DPR jangan main-main. DPR terkesan tidak terlalu menganggap protes di media sosial,” kata dia.
Ia mencontohnya, Perppu no, 1 yang menjadi UU No. 2 tahun 2020 tentang pandemi corono, UU Minerba, masalah BPJS, maslah Haji, kemudian RUU HIP, itukan sudah banyak yang protes.
“Tapi ternyata rezim ini terus saja tidak terlalu memperhatikan. Oleh karena itu, sekarang kita melakukan ikhtiar harus optimal. Jika cara protes melalui media tidak digubris, maka cara kita harus turun ke jalan. Ayo Kepung Senanya,” katanya tegas.
Jangan sampai kita ini terkerangkeng dengan peraturan-peraturan yang justru dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. “Rakyat disuruh diam di rumah, lalu protes diabaikan. Tidak didengar, tidak digubris, maka kita harus turun,” tandasnya.
Kita harus melakukan aksi, tapi tetap dengan memenuhi standar protokoler daripada Covid 19. “Yang dilarang itu bukan aksi, tapi berkumpul tidak memperhatikan aturan medis. Maka kita bisa aksi sesuai protokoler kesehatan, dengan jaga jarak, memakai masker, sarung tangan, atau hand sanitizer,” jelasnya.
Ust. Asep yang juga ketua API Jabar ini menyampaikan kepada umat Islam agar jangan takut untuk bergerak melakukan aksi karena menyampaikan aspirasi itu dilindungi UU. Tapi catatannya harus memperhatikan protokoler kesehatan.
“Kedua, kepada aparat penegak hukum, dalam hal ini kepolisian, satpol PP dan Satgas Gugus Tugas Covid-19, Kalau ada aksi demonstrasi jangan dilarang tapi dampingi selama menyampaikan aspirasinya dengan benar sebagaimana diatur UU,” terangnya.
Ust. Asep juga mendukung aksi-aksi penolakan di daerah-daerah. Menurutnya, aksi tersebut dilakukan secara tidak langsung menindak lanjuti apa yang telah diarahkan dan diserukan MUI dan MPUI-I dengan jelas.(net/lin)
sumber: idtoday.co/suaraislam.id/suaraummat.net/di WA Group Keluarga Alumni HMI MPO