Universitas Pamulang (Unpam) baru menggelar visitasi akreditasi BAN PT, Sabtu-Minggu (26-27/8) kemarin. Hadir dua orang Tim Asesor pada program study Sastra Inggris (Sasing) Fakultas Sastra Unpam, Prof Mohammad Adnan Latief dari Universitas Negeri Malang (UNM) dan Dr Ngadiso (Universitas Negeri Solo/UNS). Dalam pertemuan itu, Rektor Unpam sempat mengarahkan Sasing menjadi Prodi Bahasa Inggris.
“Pamulang ini sebenarnya sebuah desa. Berdirinya Unpam ini didasari keinginan mengangkat desa menjadi mendunia. Karena ini desa, jadi warganya pun kampungan. Sudah 14 tahun usia Unpam, rupanya keinginan itu menjadi sebuah kekuatan tersendiri. Para pendiri Unpam dan dosen punya semangat, kreatif, dan inovasi. Ini ditunjang animo dan dukungan masyarakat dari bawah sungguh luar biasa,” ungkap Dayat Hidayat, Rektor Unpam, dalam sambutan, sebelum dimulai proses akreditasi dihadapan tim asesor sekaligus para dosen, alumni Sasing, mahasiswa, dan lima orang user (para pengguna lulusan sassing), dekan dan Kaprodi Sasing.
Jadi semangat masyarakat ini, lanjut Dayat, mensupport pengelola Unpam sekaligus dosen yang ingin sama-sama merubah nasib untuk menduniakan desa Pamulang. “Konon, merubah sebuah bangsa itu modalnya pendidikan. Inilah yang jadi kekuatan kami dengan usia muda, tenaga-tenaga masih muda, terus berjuang dan berkarya. Jadi bisa dimaklumi kalau masih bisa dihitung jari jumlah professor dan lector kepala. Ini pula jadi pendorong Unpam untuk menyekolahkan para dosennya terus menerus,” ungkapnya.
Ada kecenderungan yang memilih sastra itu, nilai Dayat, tujuannya untuk menjadi tenaga pendidik. Karena memang, baru semester empat saja sudah banyak dapat tawaran mengajar. “Karena itu, kami ingin juga mendapat masukkan, jika memang peluang dan berpotensi besar kea rah tenaga pengajar, maka kami mengarahkan ke prodi bahasa Inggris saja kelak,” ungkapnya.
Asesor Ngadiso mengatakan, orang desa itu rendah diri cirinya. Kadang-kadang ada yang tidak mau dipublish dan orang desa itu jujur-jujur. “Jadi Unpam tidak mungkin melaporkan data-data untuk proses akreditasi yang tidak ada. Karena pasti warga Unpam jujur-jujur sebagaiman orang desa. Saya tidak percaya waktu dengar cerita yayasan pendiri Unpam bahwa awal membangun kampus ini bermodal Rp 200 juta, tapi dalam tiga bulan sudah menembus Rp 1 miliar. Ini diluar logika. Ini justru menjadi tantangan bagi para warga Unpam,” imbuh Ngadiso berfilosofi dalam sambutannya.
Prof Adnan menambahkan, tantangan Unpam ke depan bagaimana mengisi yang lebih berkualitas. Misalnya, targetkan ada angkatan doctor dan guru besar. Dari sisi akademik, bisa masuk jurnal nasional. “Tanpa semua itu, akan tidak ada isinya gedung yang besar. Misalnya, berdayakan dan optimal adanya bagian HRD (human resourch development) yang tugasnya memetakan target-target angkatan tadi. Selain itu, semua pelaku ikut komitmen mencapai target itu. Jadi kuantitas itu selalu diikuti kualitas. Lalu target dari sisi pendidikan, bagaimana setiap mahasiswa mempunyai kemampuan terbaik jadi laku di pasar,” ujar Adnan.
Kalau ini sastra Inggris, lanjut Adnan, maka target pendidikan itu harus bisa berbahasa Inggris dengan baik. Sebenarnya sastranya itu hanya nomenklatur saja. Sastra justru jadi penopang dengan berbahasa Inggris yang utama. “Saya tidak mengecilkan sastranya, jadi boleh saja kalau mau jadi sastrawan. Tapi sastrawan yang memiliki kemampuan berbahasa Inggris dengan baik,” tuntasnya. (lin)