Saham BUMN akan lebih sulit pulih dari dampak virus corona jenis baru penyebab Covid-19 yang terus meluas. Dalam krisis 2008 itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa kembali menyentuh level tertingginya dalam waktu 16 bulan dari fase bottom.
semarak.co -Kepala Riset Koneksi Kapital Indonesia Alfred Nainggolan menilai, Sementara itu saham BUMN hanya butuh waktu sekitar 10 bulan dari fase bottom, terutama saham perbankan dan infrastruktur, pertambangan. Saat krisis 2007-2008, saham BUMN bisa pulih lebih cepat daripada pasar. Pada 2020 kemungkinan agak sulit untuk mengulang.
“Saya melihat sentimen kepada BUMN khususnya sentimen negatif dari sisi persepsi masih cukup kuat,” kata Alfred dalam webinar atau seminar online bertajuk Mendulang Profit dari Saham-Saham BUMN Pasca Covid-19 di Jakarta, Minggu 26/4/2020).
Alfred juga menuturkan, saham-saham BUMN terkoreksi lebih dalam sehingga kapitalisasi emiten BUMN tercatat turun sekitar 37,8 persen, sementara emiten non BUMN hanya turun sekitar 25,4 persen. Dalam lima tahun terakhir , lanjut dia, saham BUMN dinilai punya kinerja yang lebih buruk dibandingkan emiten non BUMN.
Maka, dari sisi persepsi tekanan terhadap saham-saham BUMN cukup besar. Artinya kondisi ini yang membuat BUMN cukup sulit mengulang proses pemulihan. Tantangannya cukup besar. Saham BUMN punya PR (pekerjaan rumah) cukup banyak dalam lima tahun terakhir terkhusus satu atau dua tahun terakhir,” katanya.
Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina meminta Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) perlu mengarahkan investasi yang masuk ke Indonesia pada tahun ini untuk bidang kesehatan dan pangan mengingat pengalaman dari pandemi wabah virus corona jenis baru penyebab Covid-19.
“Saya berharap kepada BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal), pada masa wabah COVID-19, investasi hingga akhir tahun 2020 ini, arahkan pada bidang kesehatan dan pangan,” kata Nevi dalam rilisnya di Jakarta, Minggu (26/4/2020).
Menurut politisi Fraksi PKS itu, investasi skala besar itu juga harus menghasilkan produk berkualitas dengan standard yang diterima dunia internasional. “Investasi berskala besar tersebut dibutuhkan antara lain karena hampir 95 persen alat kesehatan kita termasuk obat, adalah impor, terutama bahan bakunya,” pesannya.
Nevi juga mengusulkan adanya upaya dalam rangka mengumpulkan dukungan dari berbagai pihak pada pengumpulan dan pengolahan data potensi dan peluang investasi di seluruh Kabupaten/Kota.
Sebelumnya Anggota Komisi VI DPR Adisatrya Suryo Sulisto juga meminta pemerintah melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berjuang untuk mendatangkan investasi besar di bidang kesehatan ke Tanah Air agar ke depannya, pembuatan obat tidak memiliki ketergantungan terhadap impor bahan baku.
Menurut politisi Fraksi PDIP itu, setelah pandemi usai diyakini bakal banyak tenaga kerja yang perlu diserap oleh industri, terutama industri yang memerlukan investasi yang bermodal besar. “Saya harap Kepala BKPM terus berjuang untuk mendatangkan investasi-investasi ke depan,” kata Suryo.
Ia menginginkan salah satu yang perlu difokuskan adalah industri dasar kimia yang terkait dengan keluhan sejumlah BUMN Farmasi yang memerlukan dukungan penuh dalam pembuatan bahan baku obat. Dengan demikian, ujar dia, maka Indonesia dapat memproduksi berbagai jenis obat dan vitamin untuk kebutuhan nasional.
“Ini salah satu sektor yang menurut kami perlu diprioritaskan oleh BKPM, bagaimana ke depan kita harus memperkuat industri di dasar kita, sehingga kita tidak tergantung kepada bahan baku impor,” katanya. (net/lin)