RUPS Adhi Karya Sepakati Terbitkan Obligasi

Direktur Keuangan Adhi Karya, Harris Gunawan mengatakan, hingga saat ini, proses penerbitan obligasi sedang berlangsung dengan menunjuk penjamin emisi. Di antaranya Danareksa Sekuritas, Mandiri Sekuritas, Bahana Securities dan BCA Sekuritas. Namun demikian, perseroan belum bisa menyebutkan bunga obligasi yang akan diterbitkan BUMN konstruksi ini.

“Obligasi yang diterbitkan berjangka waktu tujuh tahun. Bunga obligasi indikatif masih dalam penghitungan. Obligasi tersebut masih dalam proses pemeringkatan oleh lembaga peringkat Pefindo. Kami sedang menjajaki pinjaman dari Bank BUMN, Mandiri, BNI, BRI, termasuk dari Sarana Multi Infrastruktur,” terang Harris di sela acara rapat umum pemegang saham (RUPS), di gedung Adhi Karya, kawasan Pasar Minggu, Jakarta, Jumat (10/3).

Sekadar informasi, Adhi Karya ditunjuk sebagai kontraktor LRTJabodebek dengan total nilai kontrak sebesar Rp 19,5 triliun. Sebesar 30 persen diantaranya dibiayai oleh ADHI atau sekitar Rp 6 triliun. Sehingga Adhi Karya membutuhkan pendanaan lebih besar lagi.

RUPS memutuskan untuk membagikan dividen ke pemegang saham Rp 26,40 per saham atau sebesar 30% dari laba bersih di akhir 2016 sebesar Rp 313,45 miliar. Jika dihitung, perseroan secara total membagikan dividen sebesar Rp 94,03 miliar untuk tahun buku 2016. Adapun pembagian dividen akan dilakukan 30 hari setelah RUPS digelar sesuai dengan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait dengan pembagian dividen perusahaan terbuka atau emiten.

“Kami membagikan dividen Rp 26,40 per saham 30 persen dari laba bersih. Akan dibagikan sesuai peraturan OJK,” ujar Budi Harto, Direktur utama Adhi Karya.

Jika menilik laporan kinerja keuangan perseroan sepanjang 2016, laba bersih perusahaan mengalami penurunan sebesar 32,4 persen bila dibandingkan dengan perolehan laba bersih tahun sebelumnya.

Laba bersih Adhi tercatat sebesar Rp 313,45 miliar di 2016, lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar Rp 463,68 miliar. Laba bersih tersebut tergerus disebabkan tumbuhnya beban pokok pendapatan hingga 18,23 persen dari Rp 8,41 triliun menjadi Rp 9,94 triliun.

Hal itu juga diikuti peningkatan jumlah beban usaha menjadi Rp 455,97 miliar atau naik 15,29 persen dari Rp 395,49 miliar. Jumlah beban usaha ini terdiri dari kenaikan penjualan hingga menjadi Rp 22,07 miliar, serta beban usaha umum dan administrasi menjadi Rp 433,9 miliar.
Sementara itu, pendapatan usaha meningkat pada 2016 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pendapatan usaha Adhi Karya naik 17,82 persen menjadi Rp 11,06 triliun dari sebelumnya Rp 9,38 triliun.
Adapun jumlah aset Adhi Karya juga tercatat mengalami peningkatan sebesar 19,89 persen menjadi Rp 16,76 triliun menjadi Rp 20,09 triliun. Untuk jumlah liabilitas sendiri meningkat menjadi Rp 14,65 triliun atau naik 26,33 persen dari tahun 2015 sebesar Rp 11,59 triliun.

Sementara PT Adhi Persada Gedung, anak usaha PT Adhi Karya berencana melakukan aksi korporasi berupa penawaran umum perdana saham (IPO) pada September 2017. “Target dana IPO anak usaha itu sebesar Rp2 triliun. Kami akan melepas 35% saham,” katanya dalam konferensi pers.

Berdasarkan laporan keuangan Adhi Karya per 30 Desember 2016, aset Adhi Persada Gedung sebesar Rp1,79 triliun. Pada saat ini, 99% saham Adhi Persada Gedung dimiliki oleh Adhi Karya. Sebagai gambaran, Adhi Persada Gedung memiliki kegiatan usaha berupa konstruksi bangunan gedung dan gedung bertingkat tinggi. Perusahaan itu baru didirikan pada 2014.

Lebih jauh manajemen Adhi Karya merevisi target belanja modal atau capital expenditure (capex) tahun ini dari Rp2 triliun menjadi Rp 3,5 triliun. Besaran belanja modal ini pun berpotensi naik lagi dengan adanya proyek light rail transit (LRT). “Kami akan menggunakan belanja modal untuk memperkuat beberapa anak usaha. Pada Adhi Persada Gedung, kami mau inject dana Rp 500 miliar dalam rangka persiapan IPO,” kata Harris.

Selain itu, ADHI menyiapkan Rp 300 miliar untuk perluasan pabrik Adhi Persada Beton dan Rp 200 miliar untuk properti. Harris menambahkan, ADHI akan menutup kebutuhan dana belanja modal ini dari penawaran umum berkelanjutan obligasi. “Obligasi tahap pertama kami terbitkan Rp 5 triliun, tahun ini Rp 3,5 triliun, sisanya Rp 1,5 triliun tahun depan. Penggunaannya masuk dalam working capital. Sebagian besar dana hasil penerbitan obligasi ini akan masuk ke proyek LRT. Selain obligasi, ADHI juga mengincar pinjaman bank untuk membiayai proyek LRT.

Di proyek LRT, ADHI memang harus membiayai terlebih dahulu biaya konstruksi LRT sebesar 30% atau sekitar Rp 6 triliun. Makanya ADHI berencana memperkuat amunisi pendanaan lewat berbagai sumber, termasuk pinjaman perbankan. Untuk memenuhi kebutuhan proyek, ADHI memiliki dana segar sisa PMN 2015 yang lalu sebesar Rp 1,4 triliun. Sisa kebutuhan dana akan berasal dari obligasi dan pinjaman perbankan, dengan rasio 40:60.

Meski perlu dana besar untuk ekspansi, ADHI tetap membagi dividen untuk tahun buku 2016. Rapat umum pemegang saham tahunan, Jumat (10/3), memutuskan pembayaran dividen sebesar 30% dari total laba tahun lalu. ADHI mengantongi laba Rp 313 miliar tahun lalu. ADHI akan membagi Rp 93,9 miliar laba sebagai dividen atau sebesar Rp 26,05 per saham.

“Adhi Karya terus mengerjakan proyek LRT Jabodebek. Untuk tahun ini, dana sekitar Rp4,6 triliun. Status ADHI dalam pembangunan LRT Jakarta bukan lagi sebagai investor namun hanya sebagai kontraktor. Untuk memenuhi kebutuhan internal sambil proses pembayaran termin berjalan, ADHI siapkan pendanaan sekira 30% atau sekira Rp6 triliun (total pembangunan LRT sebesar Rp23 triliun,red). Sumbernya 40% obligasi dan 60% dari perbankan. Karena nilainya 30% sindikasinya tidak seperti dulu. Kalau awal itu melibatkan banyak bank, karena nilainya tidak terlalu besar Rp6 triliun. Sebesar Rp1,4 sudah dipenuhi dari PMN, kurangnnya 40% obligasi (Rp1,84 triliun) dan 60% (Rp2,76 triliun) sindikasi bank BUMN yang besar seperti Mandiri, BNI, BRI,” tuturnya.

Awalnya skema pendanaan proyek ini sepenuhnya ditutupi oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Ini sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 65 Tahun 2016 tentang LRT Jabodebek. Namun dalam perjalanannya, pemerintah ingin mengubah skema pendanaan dengan menunjuk PT Kereta Api Indonesia (Persero) menjadi investor.

Perubahan skema pendanaan ini mengharuskan Perpres LRT direvisi . Karena revisi aturan ini belum rampung, pendanaan proyek ini pun menjadi tidak jelas. Makanya untuk sementara, Adhi Karya ditugaskan untuk menalangi kebutuhan dana ini terlebih dahulu.

Dengan perubahan skema tersebut, pemerintah membutuhkan revisi aturan tersebut, sehingga pendanaan proyek ini masih terkatung-katung. Akan tetapi, untuk sementara, Adhi Karya berkomitmen untuk menalangi proyek tersebut. (Baca: Adhi Karya Teken Proyek LRT meski Pendanaan Belum Jelas).

Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Sugihardjo mengatakan, PMN untuk KAI kemungkinan akan dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2017 atau APBN 2018. Prosesnya masih harus melalui pembahasan dengan DPR. “Tapi kami memang inginnya bisa dilakukan paling tidak pada 2018,” katanya.

Sugihardjo menjelaskan nantinya Adhi Karya hanya akan menjadi kontraktor pembangunan prasarana LRT. Sedangkan KAI akan mengajukan skema investasi dan diberikan konsesi LRT selama 12 tahun.

Pemegang saham mayoritas PT Adhi Karya melakukan prombakan jajaran dewan direksi perseroan. Hal itu dilakukan seiring dengan pengangkatan V Partha Sarathi untuk menggantikan Djoko Prabowo yang diberhentikan dengan hormat dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). “Pak Djoko diberhentikan dengan hormat oleh para pemegang saham Adhi Karya. Kami berharap Pak Djoko bisa berkarya di tempat lain dan bermanfaat di tempat lain,” tutup Budi. (kpc/dtf/ktc/okc/kci/lin)\

Dengan demikian, susunan direksi yang baru adalah:

Direktur Utama: Budi Harto
Direktur: Haris Gunawan
Direktur: Adji Satmoko
Direktur: Budi Saddewa Soediro
Direktur: Pundjung Setya Brata
direktur: V Partha Sarathi.
Sementara itu, susunan Komisaris tidak mengalami perombakan, yakni :
Komisaris Utama: Fadjroel Rachman
Komisaris: Bobby AA Nazief
Komisaris: Wicipto Setiadi
Komisaris: Rildo Ananda Anwar
Komisaris: Muchlis Rantoni Luddin
Komisaris Independen: Hironimus Hilapok

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *