by M Rizal Fadillah *
semarak.co– Rontok yang unik mengingatkan rontoknya gedung kembar WTC New York 9/11 dahulu. Patung Jenderal China Kwan Sing Tee Koen tertinggi di Asia Tenggara 30 Meter di area 10 Hektar Kelenteng Kwan Sing Bio Tuban tiba tiba rontok dengan menyisakan rangka yang masih tetap berdiri. Patung kontroversial yang berdiri di lingkungan masyarakat muslim Tuban tersebut diresmikan oleh Ketua MPR saat itu.
Pendirian patung Jenderal China yang diresmikan tahun 2017 tersebut menuai kritik dj samping tanpa IMB dan ditegur oleh Pemda Tuban, juga didemo oleh berbagai ormas di Jatim.
Kebersamaan dalam aksi “Boemi Poetra Menggugat” melakukan aksi protes di depan Gedung DPRD Jawa Timur tanggal 7 Agustus 2017. Aksi menegaskan bahwa Panglima yang semestinya dihormati oleh bangsa Indonesia adalah Panglima Soedirman bukan Panglima Kwan Sing Tee Koen.
Dalam aspirasinya pendemo menyatakan bahwa patung tersebut melecehkan Panglima Besar Soedirman. Tinggi patung Soedirman yang di Jl Thamrin Jakarta hanya 12 Meter saja. Dinilai penghormatan pada Jenderal China yang berlebihan.
Tuban sendiri dikenal sebagai Kota Wali. Ada sejarah Wali di Tuban seperti Sunan Bonang, Sunan Maulana Ibrahim ayah Sunan Ampel, Sunan Bejagung, Sunan Geseng murid Sunan Kalijaga.
Di media sosial viral video detik detik keruntuhan. Ada komentar menggelitik rontoknya patung Jenderal China di Tuban ini jangan jangan menjadi sinyal runtuhnya “kekuasaan” China di Indonesia. Namanya komentar ya kemana saja. Tapi memang uniknya saat ini justru sedang hangatnya perbincangan soal China di Indonesia.
Mulai dari persahabatan dengan pemerintah RRC, investasi dan hutang luar negeri China, program One Belt One Road China, virus corona China, hingga Jenderal Luhut yang sedang disorot sebagai “pembela” China.
Meskipun dibangun patung Jenderal China itu di area kelenteng, akan tetapi “keberanian” menampilkan panglima perang china secara mencolok di bumi Nusantara adalah pelecehan pada para pahlawan bangsa seperti Panglima Soedirman. Jenderal Kwan Sing Tee Koen tidak ada hubungan dengan perjuangan bangsa Indonesia apalagi jasa kemerdekaan.
Disinilah perasaan tidak digunakan. Aneh kita selalu dianjurkan harus toleran dengan perasaan mereka, sementara mereka tidak berperasaan dengan keadaan dan semangat bangsa kita. Siapa yang intoleran itu sebenarnya.
Kita setuju dengan aspirasi saudara kita di Tuban “Boemi Poetra Menggugat”. Selamat berjuang menyampaikan aspirasi.
Merdeka !
*) Pengamat Politik Kebangsaan
Bandung, 17 April 2020
sumber: WA Group ANIES GUBERNUR DKI (post 17 April 2020)