Pengadilan Negeri (PN) Bajawa, Nusa Tenggara Timur (NTT) diminta untuk segera mengeksekusi lahan gedung DPRD Nagakeo, NTT. Pasalnya, perkara sengketa lahan seluas 1,5 haktare telah dimenangkan pemilik lahan, Remi Konradus.
“Perkaranya sudah inkrach serta permohonan konsinyasi dari tergugat, Bupati Nagekeo Elias Djo dan Wabup Nagekeo, Paulinus Nuwa Veto sudah ditolak Mahkamah Agung (MA). Untuk itu segera dieksekusi,” kata Petrus Selestinus, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), di Jakarta, Kamis (23/11).
Petrus mengatakan, kalau PN Bajawa terus menunda-nunda eksekusi lahan tersebut justru akan menjadi preseden buruk dari kepastian hukum di Tanah Air. “Akan banyak masyarakat tidak mematuhi hukum atau paling tidak meremehkan putusan pengadilan karena putusan pengadilan yang sudah inkrach tidak dieksekusi,” kata dia.
Koordinator Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (Kompak) NTT, Gabriel Goa. “Pihak PN Bajawa segera mengeksekusi supaya ada kepastian hukum dan masyarakat puas,” kata dia.
Gabriel menyayangkan sampai saat ini Gedung DPRD Nagekeo masih belum bisa digunakan karena berada di atas lahan sengketa. “Segera roboh gedung yang dibangun di atas lahan hasil penyerebotan itu,” kata dia.
Merujuk pada berkas yang didapat dari Mahkamah Agung (MA), kasus itu berawal tahun 2008, Efraim Fao tiba-tiba menguasai lahan seluas 1,5 ha milik Remi Konradus di Pomamela, Kekurahan Lape, Kecamatan Aesesa, Nagekeo. Lahan tersebut dimiliki Remi Konradus atas pemberian tetua Adat Kekurahan Lape, Kecamatan Aesesa, Nagekeo.
Lahan seluas itu dijual Efraim Fao kepada Pemerintah Kabupaten Nagekeo yang saat itu dipimpin oleh Elias Djo sebagai caretaker atau penjabat bupati Nagekeo. Elias kembali menjadi bupati Nagekeo tahun 2013.
Remi Konradus bersama kuasa hukumnya mendatangi Elias Djo sebagai bupati di kantornya yang memberitahukan bahwa lahan yang dijual Efraim Fao dengan surat perjanjian jual beli tertanggal 28 April 2008 itu adalah miliknya (Remi Konradus). Namun, sang bupati tidak gubris, malah lahan itu selanjutnya diserahkan ke pihak DPRD Nagekeo, dan pihak DPRD Nagekeo membangun Gedung DPRD yang sampai sekarang gedung itu tidak bisa digunakan.
Karena itulah, pada 2009 Remi Konradus mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Bajawa dengan nomor Perkara Perdata No 2/Pdt.G/2009/PN.BJW. Dalam gugatannya, penggugat (Remi Konradus) menempatkan Efraim Fao sebagai tergugat I, Bupati Nagekeo Elias Djo sebagai tergugat II, dan Ketua DPRD Nagekeo waktu itu sebagai tergugat. Atas gugatan penggugat ini, majelis hakim PN Bajawa, pada 4 September 2009 dalam putusannya menerima gugatan penggugat.
Tidak terima dengan putusan itu, para tergugat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Kupang dengan nomor perkara 21/PDT/2010. Pada 12 Juli 2010, PT Kupang memutus perkara tersebut dengan amar putusan menguatkan putusan PN Bajawa.
Selanjutnya para tergugat mengajukan kasasi dengan nomor perkara 1302 K/PDT/2011. Pada 6 Desember 2011, majelis kasasi MA memutus perkara itu dengan amar putusan menolak permohonan kasasi dari para pemohon kasasi.
Putusan perkara tersebut di atas dari tingkat pertama (PN Bajawa) – PK bersifat deslaratoir (bersifat hanya mengumumkan) sehingga tidak bisa dieksekusi. Karena itu pengugat (Remi Konradus) mengajukan gugatan baru ke PN Bajawa agar putusan perkara tersebut bisa dieksekusi (condemnatoir). Penggugat mengajukan gugatan baru di PN Bajawa pada 5 November 2012 dengan nomor 14/Pdt.G/2012/PN.BJW.
Pada 31 Juli 2013 majelis hakim PN Bajawa memutuskan dengan amar putusan mengabulkan gugatan penggugat dan menyatakan perkara aquo yang bersifat declaratoir yang telah berkuatan hukum tetap, tetap dapat dieksekusi(condemnatoir).
Selanjutnya, menghukum para tergugat untuk menyerahkan tanah terperkara kepada penggugat atau mengosongkan tanah terperkara atau membongkar semua gedung apa saja yang terdapat di atas tanah milik penggugat tersebut dalam keadaan kosong dan tanpa syarat kalau perlu dengan bantuan aparat keamanan.
Namun, tergugat mengajukan kasasi atas putusan PN Bajawa tertanggal 31 Juli 2013 tersebut agar perkara tersebut tetap tidak bisa diekseksusi. Namun, MA menolak permohonan kasasi dari tergugat.
Selanjutnya tergugat mengajukan permohonan konsinyasi ke PN Bajawa, namun permohonan konsinyasi ini ditolak PN Bajawa. Tidak tidak terima dengan itu, tergugat mengajukan permohonan kasasi atas putusan PN Bajawa yang menolak permohonan konsinyasi mereka. Namun, MA mengafirmasi putusan PN Bajawa yang menolak permohonan konsinyasi tergugat. (lin)