Pertumbuhan Ekonomi Minus 5,32%, DPR Akan Panggil Menkeu Cegah Ekonomi Negatif Berlanjut

Menkeu Sri Mulyani Indarparawansa berbincang dengan Presiden Jokowi disaksikan Menteri Koordiantor Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan. Foto: internet

Seperti diprediksi sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II -2020 minus 5,32% year on year (yoy). Hal ini disampaikan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto dalam rilis data perekonomian Indonesia yang dipaparkan secara virtual atau online dari Jakarta, Rabu (5/8/2020).

semarak.co– Angka tersebut jauh merosot dibanding pertumbuhan ekonomi kuartal I -2020 yang tumbuh 2,97% (yoy) maupun dibandingkan kuartal II 2019 yang mampu tumbuh 5,05 persen (yoy).

Bacaan Lainnya

Minusnya pertumbuhan ekonomi pada kuartal II sudah diprediksi Bank Indonesia (BI) dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. Menkeu sebelumnya memprediksi pada kuartal II -2020, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi 4,3%.

Berdasarkan data APBN KiTa, pendapatan negara per April ini hanya Rp 530,7 triliun, tumbuh hanya 0,5% dibanding periode sama tahun lalu sebesar Rp 528,1 triliun. Jika dilihat lebih jauh, pertumbuhan pendapatan negara pada April 2018 tumbuh hingga 13,3%. Bahkan di April 2017, pendapatan negara mampu tumbuh hingga 20,5%.

Seretnya pendapatan negara tersebut lantaran pertumbuhan penerimaan perpajakan (pajak dan bea cukai) juga anjlok. Hingga akhir April 2019, perpajakan hanya mencapai Rp 530,4 triliun, tumbuh 0,6 persen dari periode yang sama tahun lalu.

Padahal di tahun lalu, dengan penerimaan yang hanya Rp527,1 triliun, perpajakan mampu tumbuh hingga 13,2%. Bahkan di April 2017, perpajakan mencapai Rp 465,8 triliun atau tumbuh 20,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Untuk realisasi pajak yang dikelola Ditjen Pajak (nonmigas), hingga akhir bulan lalu mencapai Rp364,8 triliun atau hanya tumbuh 0,8% dibanding periode sama tahun lalu. Padahal di April 2018, pajak nonmigas mampu tumbuh 11,5% dan di April 2017 mampu tumbuh hingga 16,9% dari periode sama tahun sebelumnya.

Sementara untuk pajak migas mencapai Rp22,2 triliun atau tumbuh 5,2% dibanding periode yang sama tahun lalu yang hanya tumbuh 0,7%. Sri Mulyani sebelumnya juga mengungkapkan, situasi global yang masih tak menentu juga mengakibatkan penerimaan pajak melambat. Apalagi ekspor dan impor sama-sama mengalami tekanan.

Hal tersebut juga dapat terlihat dari komponen kepabeanan dan cukai yang menggambarkan laju ekspor dan impor di Indonesia. Total Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) hanya sebesar Rp 76,38 triliun, atau tumbuh 1,24% dari periode sama tahun lalu. Sementara di April 2019, total PDRI mampu tumbuh hingga 25,08%.

Secara rinci, realisasi bea masuk per akhir bulan lalu sebesar Rp 11,8 triliun, tumbuh 0,73% dibanding periode April 2018 yang tumbuh 14,5%. Sementara bea keluar mencapai Rp 1,46 triliun atau turun 29,8% dibanding periode yang sama tahun lalu yang tumbuh hingga 75,3%.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor sebesar Rp 56,4 triliun, tumbuh 0,72 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu mencapai pertumbuhan hingga 24,8 persen. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) impor bahkan turun 10,48 persen menjadi Rp 1,24 triliun per akhir April 2019.

Untuk bea keluar yang mengalami penurunan, Sri Mulyani menyebutkan, hal tersebut karena kegiatan Freeport Indonesia yang beralih melakukan kegiatan produksi di tambang bawah. “Jadi ini kita harus mulai meningkatkan kewaspadaan, karena situasi ini mirip dengan 2014-2015, di mana ekspor maupun impor menurun,” katanya.

Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto mengatakan pihaknya akan memanggil Menkeu Sri Mulyani Indrawati setelah masa reses usai guna mempertanyakan realisasi anggaran Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang rendah.

“Harus cepat, karena ekonomi harus positif di kuartal III dan IV agar untuk keseluruhan 2020, ekonomi bisa bertumbuh. Jangan sampai ekonomi negatif berlanjut lagi di kuartal III dan IV,” kata Dito di Jakarta, Rabu (5/8/2020).

Tanggal 17 Agustus 2020 akan langsung dibedah detail dengan Menkeu karena masih sangat rendah serapan dari anggaran Rp695,2 triliun. Anggaran untuk penanganan Covid-19 dan PEN dialokasikan pemerintah dalam APBN Perubahan 2020 sebesar Rp695,2 triliun.

Menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi), realisasi anggaran Covid-19, baru 20% dari total anggaran Rp695,2 triliun hingga 5 Agustus 2020. “Realisasi anggaran Covid-19 dan PEN harus dipercepat karena instrumen belanja pemerintah menjadi stimulus untuk penopang pemulihan ekonomi di kuartal III dan IV 2020, ketika kontribusi investasi dan ekspor tak sesuai harapan,” tuturnya.

Pertumbuhan ekonomi di dua kuartal terakhir 2020, pesan Dito, harus kembali ke tren positif. Jangan sampai di kuartal III 2020 laju ekonomi kembali negatif karnataka jika demikian, maka Indonesia masuk ke zona resesi.

“Caranya yaitu belanja pemerintah di kuartal III 2020 harus ditingkatkan. Tidak bisa tidak. Semua kementerian yang memiliki anggaran besar harus dibelanjakan di dalam negeri. Kalau ada yang belanja di luar negeri atau impor, sebisa mungkin harus digeser ke tahun depan,” ujarnya.

Komisi keuangan dan perbankan itu akan mengawal agar pertumbuhan ekonomi kuartal III dan IV tidak terkoreksi kembali ke level negatif. Adapun di kuartal II 2020, ekonomi Indonesia terkontraksi ke level minus 5,3%. “Maka itu, kita akan langsung rapat dengan Menkeu di rapat pertama setelah reses,” ujar dia.

Anggota Fraksi Partai Golkar itu mengatakan, peluang untuk membawa laju ekonomi Indonesia masih terbuka. Selain percepatan realisasi anggaran pemerintah, akan ada momentum yang menggerakkan konsumsi masyarakat yakni tahapan-tahapan Pilkada Serentak 2020 di kuartal III dan IV.

Adapun pemungutan suara Pilkada Serentak 2020 akan dilakukan pada 9 Desember 2020. Namun, aspek kesehatan masyarakat tetap menjadi yang utama. Dito mengatakan DPR akan meminta pemerintah memastikan protokol kesehatan pencegahan COVID-19 benar-benar diterapkan.

Pasalnya, pemulihan ekonomi akan terganggu jika penularan COVID-19 terus terjadi, apalagi memunculkan fase gelombang kedua penyebaran seperti yang terjadi di Korea Selatan ataupun China.

“Tapi tetap harus didukung dengan sikap masyarakat yang patuh terhadap protokol. Harus disiplin. Pemerintah juga harus mendukung, harus mencegah second wave. Ini harus dilaksanakan. Jika disiplin maka peluang ekonomi bangkit terbuka,” ujarnya. (net/pos/smr)

 

sumber: akurat.co di WA Group Baznas Media Center (BMC)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *