Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mendorong semua tempat kerja, baik formal maupun informal untuk tidak melakukan diskriminasi terhadap perempuan dan memastikan adanya kebijakan yang bersifat inklusif di tempat kerja.
semarak.co-Hal ini turut memperkuat komitmen negara untuk menjalankan amanat Kovensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan atau Convention on Elimination of All Forms of Discrimation Againts Women (CEDAW) yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984.
“Semua kebijakan, program, dan kegiatan di tempat kerja sudah seharusnya mencerminkan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki,” ujar Menteri Bintang seperti dirilis humas melalui pesan elektroni redaksi semarak.co, Senin (13/9/2021).
Kementerian PPPA secara tegas menolak segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan pekerja dalam bentuk apapun, lanjut Menteri Bintang, mulai dari proses perekrutan, menjalankan pekerjaan, promosi jabatan, hingga dalam pemenuhan hak-hak pekerja (gaji, cuti, dan lainnya).
Menanggapi informasi bahwa terjadi diskriminasi terhadap perempuan pekerja event pada beberapa acara yang dilaksanakan Pemerintah Daerah Provinsi Bali, Menteri Bintang menyatakan hal tersebut seharusnya tidak terjadi.
“Ketika mendapat informasi tersebut Sabtu lalu, saat itu juga saya langsung menugaskan Staf Khusus untuk melakukan komunikasi dengan Pemerintah Daerah Provinsi Bali. Saya berharap masalahnya dapat segera diselesaikan agar tidak lagi meresahkan perempuan pekerja event,” tambah Menteri Bintang.
Menteri Bintang menegaskan, merupakan tanggung jawab semua pihak mulai dari pemimpin hingga staf untuk bersatu padu memberi ruang terciptanya kesetaraan gender di tempat kerja dan bebas dari semua bentuk diskriminasi.
Hal itu, kata Menteri Bintang, dapat dimulai dari adanya komitmen, dan kemudian diimplementasikan pada kebijakan, program dan kegiatan sehingga tercipta lingkungan kerja yang aman dan nyaman bagi perempuan.
“Lingkungan kerja yang aman dan nyaman sangat dibutuhkan perempuan, tanpa adanya kekhawatiran terhadap perlakuan diskriminasi, kekerasan maupun pelecehan. Semua pihak perlu bahu membahu mencegah segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan pekerja,” paparnya.
Jangan memandang rendah perempuan pekerja di dunia kerja, kata dia, kesetaraan pun dapat tercipta jika tidak ada stigma negatif terhadap perempuan. Komitmen Indonesia dalam perlindungan hak perempuan, khususnya penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, tertuang dalam Konstitusi dan berbagai Undang-Undang.
Perlindungan pada perempuan pekerja, kata dia, merupakan salah satu komitmen negara yang diamanatkan dalam Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) dan telah diadopsi sebagai hukum Nasional melalui UU Nomor 7 Tahun 1984.
“Dengan demikian, Pemerintah Indonesia berkewajiban melakukan upaya untuk menjamin pemenuhan hak-hak perempuan, sebagaimana tercantum di dalam konvensi tersebut,” tutur Menteri Bintang yang juga istri Mantan Menteri Koperasi dan UKM AAGN Puspayoga.
Upaya untuk memajukan perlindungan pada perempuan pekerja juga diamanahkan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berhubungan dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. “Kita perlu memperhatikan dan membangun kesadaran bersama akan arti penting hak dan kewajiban pekerja,” ujarnya.
Hal ini, kata dia, sesuai dengan amanat UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Pasal 5 dan 6 tentang larangan diskriminasi, serta Pasal 190 (1) yang berhubungan dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang adanya sanksi administrasi atas pelanggaran terhadap larangan diskriminasi pemerintah sesuai kewenangannya.
Adapun peraturan lain yang mengatur hal tersebut, yaitu UU Nomor 80 Tahun 1957 tentang pengesahan Konvensi ILO Nomor 100 terkait pengupahan yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya.
Upaya perlindungan perempuan pekerja juga merupakan mandat konstitusi sebagai bentuk tanggung jawab negara dalam memenuhi hak-hak konstitusional, terutama terkait hak atas hidup; hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak; hak untuk bekerja dan mendapatkan imbalan serta perlakuan adil dan layak dalam hubungan kerja.
Hak untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum; hak atas rasa aman, dan bebas dari tindak diskriminasi atas dasar apa pun.
“Kebijakan inklusif harus mampu mengakomodasi dan menghargai keragaman pekerja, sehingga mereka dapat berkontribusi secara penuh tanpa adanya diskriminasi, serta mencapai pengalaman positif dalam pekerjaan,” tuturnya.
Kebijakan inklusif ini, nilai dia, harus dikomunikasikan dan dijadikan landasan bersama. Mari kita cegah dan tolak segala bentuk diskriminasi, khususnya terhadap perempuan di tempat kerja dan mematuhi perundang-undangan yang berlaku.
Pada Oktober 2021 mendatang, untuk kali kelima, Komite CEDAW PBB akan melakukan dialog konstruktif dengan Pemerintah Indonesia sebagai bagian dari negara yang memegang komitmen Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW).
Pada dialog kontruktif tersebut, Indonesia yang diwakili perwakilan Kementerian/Lembaga, expert, dan pemerhati isu perempuan akan menyampaikan laporan dan gambaran terkait kondisi, kemajuan, dan tantangan dalam perlindungan dan pemajuan hak perempuan dan kesetaraan gender di Indonesia kepada Komite CEDAW. (smr)