Dalam kerangka pembangunan kualitas sumber daya manusia, permasalahan stunting merupakan salah satu bagian dari Double Burden Malnutrition (DBM), mempunyai dampak sangat merugikan dari sisi kesehatan, produktivitas maupun ekonomi, dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
semarak.co-Stunting memang memiliki dampak terhadap perkembangan anak. Dalam jangka pendek, stunting terkait dengan perkembangan sel otak yang akhirnya akan menyebabkan tingkat kecerdasan menjadi tidak optimal.
Hal ini berarti kemampuan kognitif anak dalam jangka panjang akan lebih rendah dan akhirnya menurunkan produktifitas dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Karenanya, stunting menjadi salah satu prioritas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk segera diselesaikan.
Pada laporan World Health Statistics tahun 2018, prevalensi kejadian stunting masih berada pada negara berkembang. Khususnya pada WHO African Region (AFR), WHO Eastern Mediterranean Region (EMR), WHO SouthEast Asia Region (SEAR) dan WHO Western Pacific Region (SPR).
Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) menunjukkan tahun 2019 prevalensi stunting sebesar 27,7%, SSGI tahun 2021 sebesar 24,4 persen dan SSGI tahun 2022 sebesar 21,6%. Angka tersebut masih jauh dari target nasional sebesar 14% pada 2024.
Untuk melakukan percepatan penurunan prevalensi stunting, Presiden Republik Indonesia telah mencanangkan target optimis menjadi 14% di 2024. Dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting.
Salah satu prioritas kegiatan yang termuat dalam Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI) adalah pelaksanaan pendampingan keluarga berisiko stunting, pendampingan semua calon pengantin/calon Pasangan Usia Subur (PUS) dan surveilans keluarga berisiko stunting.
Oleh karena itu, BKKBN membentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang terdiri dari bidan, kader Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) serta kader Keluarga Berencana (KB).
Dalam rangka mempercepat penurunan angka stunting menjadi 14 persen di tahun 2024, BKKBN menggunakan strategi pendekatan keluarga melalui pendampingan keluarga berisiko stunting untuk mencapai target sasaran.
Yakni, calon pengantin (catin)/calon Pasangan Usia Subur (PUS), ibu hamil dan menyusui hingga pasca salin, dan anak 0-59 bulan. Bertolak dari program strategis nasional itu, bertempat di ruang pola Kantor Perwakilan BKKBN Sulawesi Selatan, Perwakilan BKKBN Sulawesi Selatan menerima Tim Peneliti Kajian Kebijakan Strategis (KKS) Poltekkes Kemenkes Makassar.
Keduanya secara bersama-sama melakukan Focus Group Discussion (FGD) penelitian yang akan dilakukan terkait Evaluasi Tim Pendamping Keluarga (TPK) dalam Percepatan Penurunan Stunting Di Kota Makassar.
Alasan penelitian ini dilakukan karena TPK berperan dalam proses percepatan penurunan stunting mulai dari hulu, terutama dalam pencegahan, hingga melakukan tindakan pencegahan lain dari faktor langsung penyebab stunting.
Merujuk pada Buku Panduan Pelaksanaan Pendampingan Keluarga, tugas TPK meliputi penyuluhan, fasilitasi pelayanan rujukan dan fasilitasi pemberian bantuan sosial. Bertujuan meningkatkan akses informasi dan pelayanan keluarga dan/atau keluarga berisiko stunting.
Adapun sasaran prioritasnya ibu hamil, ibu pasca persalinan, anak usia 0 – 59 bulan, dan semua calon pengantin/calon pasangan usia subur melalui pendampingan tiga bulan pranikah. Tugas TPK sebagai bagian dari pelayanan nikah untuk deteksi dini faktor risiko stunting dan meminimalisir pengaruh dari faktor risiko stunting.
Pertanyaannya, bagaimana peran Tim Pendamping Keluarga (TPK) melaksanakan tugasnya melakukan pendampingan pada keluarga sasaran di Kota Makassar. Untuk itulah penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan gambaran yang lebih konkret mengenai pengetahuan tim pendamping keluarga tentang stunting.
Lalu mendeskripsikan pengetahuan tim pendamping keluarga terhadap tugas pokok fungsi Tim Pendamping Keluarga (TPK), mengidentifikasi faktor pendukung dalam pelaksanaan tugas TPK, dan mendeskripsikan hambatan pelaksanaan tugas TPK.
“Aku anak sehat, tubuhku kuat. Karena ibuku rajin dan cermat. Semasa aku bayi, selalu diberi ASI, makanan bergizi, dan imunisasi …” Itulah penggalan lagu ciptaan AT Mahmud yang sudah tak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia.
Lagu berjudul Aku Anak Sehat tersebut masih seringkali diperdengarkan di posyandu atau kegiatan kemasyarakatan ibu dan anak yang lain. Namun tidak banyak diketahui, dalam lagu tersebut terdapat prinsip-prinsip pemenuhan hak anak, yang pada akhirnya dapat menghindarkan anak dari risiko stunting.
Demikian disampaikan Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Tengah Eka Sulistia Ediningsih saat kegiatan Promosi dan KIE Program Bangga Kencana Bersama Mitra Kerja Komisi IX DPR RI dihadapan 150 orang terdiri masyarakat dan kader di Desa Banjarharjo, Kecamatan Banjarharjo, Kabupaten Brebes, Jumat (13/10/2023).
Bait pertama dari lagu tersebut, terang Eka, menjadi panduan awal bagi setiap orang tua dalam memenuhi gizi dan kesehatan anak sedari bayi melalui ASI, dan perlindungan imunisasi. “Berat badanku ditimbang selalu, posyandu menunggu setiap waktu …,” lanjut Eka.
Itu merupakan ajakan untuk memantau tumbuh kembang anak sesuai usia, di kelompok Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) terdekat di tempat tinggal masing-masing. Posyandu sendiri menjadi kepanjangan tangan pemerintah dalam menyediakan pelayanan kesehatan ibu dan anak di akar rumput.
“Bila aku diare, ibu selalu waspada. Pertolongan Oralit selalu siap sedia.” Bait terakhir lagu tersebut, masih menurut Eka, mengingatkan untuk setiap keluarga agar mampu mengupayakan hygiene melalui sanitasi dan kebersihan jamban yang merupakan faktor penyebab utama pada kasus-kasus diare di masyarakat.
Hal tersebut menjadi tindakan preventif diare. “Bila sudah terlanjur terjadi diare, berikan oralit sebagai pertolongan pertama atau bawa pasien ke pusat kesehatan terdekat,” lanjutnya.
Melengkapi pemenuhan hak anak sebagai upaya pencegahan stunting, menurut Kaper masih ada dua hal lagi yang harus diperhatikan yaitu, “Remaja jangan menikah muda dan calon pengantin memeriksakan kesehatan dan mengisi aplikasi Elsimil atau Elektronik Siap Nikah dan Hamil sebelum berkonsepsi.”
Pernikahan pada usia yang belum matang akan membawa banyak permasalahan antara lain ketika terjadi kehamilan. Sebelum usia tertentu lingkar panggul seorang wanita masih belum mencapai ukuran yang cukup untuk dapat melahirkan anak secara normal.
Pemeriksaan kesehatan antara lain HB dan lingkar lengan atas juga akan mencegah timbulnya kasus stunting baru. Analis Kebijakan Ahli Madya BKKBN RI Ulil Absor senada Kepala DP3KB Kabupaten Brebes Akhmad Ma’mun bahwa pentingnya menambah prinsip 4T dalam mengatur kelahiran untuk menciptakan keluarga bahagia sejahtera.
Yaitu, rinci Ma’mun kemudian, jangan hamil (T)erlalu muda, (T)erlalu tua, (T)erlalu sering, dan (T)erlalu dekat. (smr)