Pengacara Keluarga Brigadir J Kecewa MA Batalkan Hukuman Mati Ferdy Sambo, Pakar Hukum Pidana Asep Nilai Putusan Aneh

Screenshot tangkapan layar YouTube MetroTV, Pakar Hukum Pidana Asep Iwan Iriawan. Foto: internet

Pakar Hukum Pidana Asep Irwan Iriawan menilai bahwa keputusan Mahkamah Agung (MA) terhadap kasasi Ferdy Sambo Cs dianggap tidak lazim. Pasalnya, menurut Asep, putusan MA terhadap kasasi Ferdy Sambo cs yang disebut menolak seharusnya justru menguatkan putusan dari Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT).

semarak.co-Tetapi yang diketahui saat ini, hukuman Ferdy Sambo cs justru mendapatkan diskon besar-besaran oleh MA. Menurut Asep, apabila MA ingin merubah hukuman dari Ferdy Sambo cs, seharusnya tidak menolak kasasi lalu merubah amar melainkan mengadili lagi sendiri.

Bacaan Lainnya

“Harusnya kan ketika ditolak kasasi ya sudah berarti menguatkan PN PT, lha itu tapi sekarang aneh. Kecenderungannya ditolak, tapi lucu, yang ditolak kasasi tapi amarnya dirubah,” ujar Asep seperti dilansir dari kanal YouTube Metro TV, Rabu (9/8/2023) dikutip ayojakarta.com.

Ditambahkan Asep, “Nah harusnya kalau mau main itu membatalkan putusan PN PT lalu mengadili lagi sendiri. Tapi kan sekarang pertimbangannya lucu, tolak kasasi tapi dengan perbaikan amar itu yang memang di Mahkamah Agung sudah berkembang.”

Asep pun menyindir bahwa mungkin ia lah yang seharusnya belajar lagi terkait dengan keputusan baru dari Mahkamah Agung akan beberapa kasus belakanga ini. Dan MA sebaiknya menjelaskan kepada publik sistem hukum seperti apa yang dipakai sehingga terdapat perubahan sedemikian rupa.

Diketahui MA baru saja memberikan putusan terkait kasasi yang diajukan para terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Novriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Meski ditolak, hukuman para terdakwa rupanya diubah oleh MA.

Sehingga Ferdy Sambo cs mendapatkan diskon hukuman besar-besaran. Ferdy Sambo sendiri yang dianggap sebagai dalang utama kasus pembunuhan ini divonis hukuman mati oleh PN Jakarta Selatan dan kini telah mendapat diskon hukuman menjadi penjara seumur hidup.

Sang istri Putri Candrawathi juga tak luput dari diskon hukuman tersebut yang tadinya penjara 20 tahun kini menjadi penjara 10 tahun. Kuat Maruf pun mendapat pengurangan yang cukup banyak dari 15 tahun penjara menjadi 10 tahun penjara. Sedangkam Ricky Rizal mendapat pengurangan dari 13 tahun penjara menjadi 8 tahun penjara.

Namun ternyata tak semua hakim agung MA dalam susunan majelis hakim perkara Ferdy Sambo menyetujui keringanan hukuman itu. Terdapat dua hakim agung yang menyatakan dissenting opinion atau menolak kasasi Ferdy Sambo alias tetap setuju Ferdy Sambo dihukum mati.

“Anggota majelis 2, yaitu Jupriyadi dan anggota majelis 3, yaitu Desnayeti. Mereka melakukan DO, dissenting opinion,” kata Kabiro Humas MA Sobandi dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (8/8/2023) dilansir onlineindo.tv, 8/08/2023 09:43:00 PM.

Hanya saja, kedua hakim tersebut kalah suara oleh tiga hakim agung lain dalam susunan majelis hakim. Ketiganya, yaitu Suhadi (Ketua Majelis), Suharto, dan Yohanes Priyana. Dengan demikian, putusan hakim tetap memerbaiki putusan Ferdy Sambo menjadi pidana seumur hidup.

“Dissenting opinion itu berbeda pendapat dengan putusan, dengan majelis lain yang tiga, tapi yang dikuatkan yang tiga ya,” ujar Sobandi dilansir onlineindo.tv dari artikel asli republika.co.id.

Mantan Kadiv Propam Polri itu lolos dari hukuman mati pasca-MA menjatuhkan vonis hukuman penjara seumur hidup padanya. “Tolak kasasi PU dan terdakwa dengan perbaikan kualifikasi tindak pidana. Pidana penjara seumur hidup,” tulis putusan kasasi yang dikutip dalam situs resmi MA pada Selasa (8/8/2023).

Di bagian lain Kamaruddin Simanjuntak, Pengacara keluarga Brigadir J mengaku kecewa terhadap putusan tersebut. “Cukup beralasan penegakan hukum memperberat hukuman tapi kita dapatkan di MA hukuman separuh kita kecewa walaupun putusan MA itu adalah yang tertinggi,” kata Kamaruddin kepada kumparan.com, 8 Agustus 2023 19:54

Kamaruddin mengaku belum berkomunikasi dengan keluarga Brigadir J. Namun menurut dia, kekasih Brigadir J, Vera Maretha Simanjuntak, kecewa dengan vonis itu. Kamaruddin menyatakan, hakim MA tidak memperhatikan peran Putri dan Ferdy Sambo dalam kasus itu.

Hakim seharusnya melihat fakta hukum yang mengakibatkan Yosua tewas dibunuh. “Kami lebih fokus ke Putri Candrawathi. Ferdy Sambo, kita bukan itu paling pokok. Di mana Putri hukumannya dari 20 jadi 10 tahun. Sementara peristiwa itu diawali Ferdy dapat telepon dari istrinya,” ujar Kamaruddin.

Dilanjutkan Kamaruddin, “Dibilang Yosua kurang ajar kemudian dia mengatakan pingsan dan memakaikan bajunya sendiri, dia juga bilang Yosua ngajak ketemu 15 Mei. Dia juga menyiapkan alat suap Rp 500 juta, Rp 1 miliar sampai berapa miliar ke lembaga lain.”

Keluarga Yosua memang belum memberi penjelasan resmi atas putusan MA ini. Kamaruddin menyebut dalam waktu dekat mereka akan berkomunikasi dan memberi keterangan pers. “Kami harus berkomunikasi dulu dengan keluarga korban karena ini baru dengar putusannya,” kilahnya.

Dalam kasusnya, Sambo dinyatakan terbukti melakukan pembunuhan secara berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Pembunuhan Yosua itu terjadi pada 9 Juli 2022. Dipicu adanya laporan Putri Candrawathi kepada Sambo yang mengaku dilecehkan oleh Yosua sehari sebelumnya.

Usai pembunuhan, Sambo berupaya menutupinya. Selaku Kadiv Propam, ia mengerahkan anak buah untuk mengaburkan peristiwa yang sebenarnya. Ada lima terdakwa dalam kasus ini, yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal, dan Richard Eliezer.

Rincian vonisnya beragama: Sambo, hukuman mati; Putri Candrawathi, 20 tahun penjara; Ma’ruf, 15 tahun penjara; Ricky Rizal, 13 tahun penjara; dan Richard Eliezer, 1,5 tahun penjara.

Dari kelima terdakwa, hanya Richard Eliezer yang menerima putusan hakim itu. Kasusnya sudah berkekuatan hukum tetap. Untuk 4 terdakwa lainnya, mereka mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI. Namun, banding mereka ditolak hakim.

Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea langsung menanggapi putusan MA itu. “Heboh hari ini. Mahkamah Agung. Apa benar Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan dalam perkara Sambo,” sindir Hotman melalui video yang ia bagikan melalui akun instagramnya, Selasa (8/8/2023) dilansir repelita.com, 8/08/2023 09:41:00 PM.

Hotman kemudian mengungkit peristiwa masa lalu ketika ditawari bayaran miliaran rupiah agar mau jadi pengacara Ferdy Sambo Cs. “Apakah saya nyesal yang pertama kali diminta jadi pengacara dengan honor yang sangat besar, miliaran rupiah saat itu. Tapi saya tolak dan waktu itu habis membela rakyat kecil lewat program 911?” ujar Hotman.

“Kalau saya membela Sambo, akan dapat success fee luar biasa,” demikian Hotman Paris melanjutkan seperti dilansir laman berita msn.com, Rabu (9/8/2023) dari wartakotalive.com. Wartakotalive.com telah mengirimkan pertanyaan tambahan terkait kasus Sambo ini, tetapi belum mendapat jawaban dari Hotman Paris Hutapea.

Penjelasan Biro Humas MA

Tok! mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo batal dihukum mati. Mahkamah Agung (MA) meringankan hukuman Ferdy Sambo dari hukuman mati ke hukuman seumur hidup. Dikutip dari Kompas.com hukuman Sambo diringankan setelah MA menolak kasasi perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang diajukan Sambo.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA Sobandi mengatakan, putusan tersebut dibacakan oleh Hakim Agung Suhadi serta empat anggotanya yakni, Suharto, Jupriyadi, Desnayeti, dan Yohanes Priyana. “Penjara seumur hidup,” kata Sobandi saat ditemui awak media di Gedung MA, Jakarta Pusat, Selasa (8/8/2023).

Merujuk pada data kepaniteraan.mahkamahagung.go.id, kasasi Sambo teregister dengan nomor perkara 813 K/Pid/2023. Selain Sambo, tiga terdakwa dugaan pembunuhan berencana tersebut juga yang disidang hari ini.

Mereka adalah istri Sambo Putri Candrawathi, mantan ajudan Sambo Ricky Rizal, dan pembantu rumah tangganya, Kuat Ma’ruf. Perkara istri Sambo teregister dengan nomor perkara 816 K/Pid/2023 dengan klasifikasi pembunuhan berencana.

Perkara Ricky Rizal teregister dengan nomor perkara 814 K/Pid/2023 dan Kuat Ma’ruf dengan nomor perkara 815 K/Pid/2023. Dalam proses persidangan sebelumnya, Sambo dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua atau J.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menilai, Sambo terbukti melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP. Eks Kadiv Propam itu juga terlibat obstruction of justice atau perintangan penyidikan terkait pengusutan kasus kematian Brigadir J.

Keluarga Almarhum Brigadir Yosua terkejut mendengar kabar hasil putusan kasasi Ferdy Sambo cs di Mahkamah Konstitusi. Seperti diketahui, Mahkamah Agung (MA) meringankan hukuman mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dari hukuman mati ke hukuman seumur hidup.

Dikutip dari Kompas.com hukuman Sambo diringankan setelah MA menolak kasasi perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang diajukan Sambo. Selain itu, MA juga menyunat vonis istri mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dari 20 tahun menjadi 10 tahun

Rosti Simanjuntak, Ibu dari Almarhum Brigadir Yosua mengaku sangat kecewa atas hasil kasasi tersebut Rosti Simanjuntak menganggap, keputusan itu melukai rasa keadilannya sebagai orangtua Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J). “Kami sangat, sangat kecewa,” kata Rosti, dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Selasa (8/8/2023).

Ia mengaku bahwa keluarga belum mendapatkan informasi tersebut. Ia kembali mengatakan dirinya kecewa terhadap putusan hakim MA itu. Ia pun akan melakukan komunikasi dengan pengacaranya terkait hasil kasasi tersebut. “Kalau ini kan kami belum dengar pasti, yang jelas kami sangat, sangat kecewa. Tunggu kami komunikasi dengan pengacara ya,” pungkasnya.

Banding sempat ditolak

Sebelum Ferdy Sambo Cs ajukan kasasi ke Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak upaya banding para terdakwa di kasus polisi tembak polisi atau pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Majelis Hakim PT DKI Jakarta Rabu (13/4/2023) pagi sampai petang secara maraton membacakan putusan atas banding yang diajukan empat terdakwa. Keempat terdakwa yang mengajukan banding tersebut adalah mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.

Lalu istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi; asisten rumah tangga Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf; dan pengawal Sambo, Bripka Ricky Rizal. Majelis hakim yang menyidangkan kasus tersebut ada lima orang, yaitu Singgih Budi Prakoso, Ewit Soetriadi, H Mulyanto, Abdul Fattah, dan Tony Pribadi.

Pada persidangan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap Ferdy Sambo, penjara seumur hidup bagi Putri Candrawathi, penjara 15 tahun untuk Kuat Ma’ruf, dan penjara 13 tahun bagi Ricky Rizal.

Kempat terdakwa tersebut disidang secara terpisah. Majelis hakim membacakan putusan mereka secara berurutan mulai dari Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal. Kelima majelis hakim yang menyidangkan kasus tersebut sama-sama sepakat

Kemudian menjatuhkan vonis menolak banding yang diajukan para terdakwa. Dengan demikian, vonis majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta adalah hukuman mati untuk Ferdy Sambo, penjara 20 tahun untuk Putri Candrawathi.

Penjara 15 tahun buat Kuat Ma’ruf, dan penjara 13 tahun untuk Ricky Rizal. “Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tertanggal 13 Februari 2023,” ujar Hakim Ketua Singgih Budi Prakoso.

Terkait vonis Putri Candrawathi, “Menguatkan putusan pengadilan negeri Jakarta Selatan Nomor: 800/Pid.B/2022/PN.Jkt.Sel tertanggal 14 Februari 2023 yang dimintakan banding tersebut,” ujar hakim Abdul Fattah

Begitu pun untuk vonis atas banding yang diajukan terdakwa Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal, majelis hakim pun menguatkan putusan PN Jaksel atau pada prinsipnya tetap menjatuhkan hukuman yang sama.

Ricky Rizal melalui penasihat hukumnya, Erman Umar, langsung mengajukan upaya hukum selanjutnya, yaitu kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Selain menjatuhkan vonis yang sama dengan putusan PN Jaksel, majelis hakim juga memerintahkan para terdakwa tetap di dalam tahanan.

Dengan demikian, putusan terhadap keempat terdakwa tersebut masih sama dengan putusan PN Jakarta Selatan. Sementara itu, satu orang terdakwa lainnya, yaitu Bharada Richard Eliezer yang divonis paling rendah daripada para terdakwa lainnya, tidak mengajukan banding. Bharada Eliezer sebelumnya dituntut 12 tahun penjara, tetapi hanya divonis satu tahun enam bulan.

Tetap Ditahan

Majelis hakim PT DKI Jakarta juga memerintahkan para terdakwa tetap dalam tahanan. “Mengadili, satu, menerima permohonan banding dari Ferdy Sambo dan penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” kata Hakim Ketua Singgih Budi Prakoso.

“Kedua, menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tertanggal 13 Februari 2023, yang dipintakan banding tersebut. Ketiga, menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan. Keempat, membebankan biaya perkara kepada negara,” kata Singgih.

“Demikian diputuskan dalam rapat Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Jadi demikian putusan yang sudah kita ambil, yang pada intinya kita menguatkan putusan PN Jakarta Selatan. Putusan ini akan kami serahkan ke pihak-pihak yang berkepentingan,” kata Singgih.

Sebelumnya dalam siaran televisi, Hakim Anggota Pengadilan Tinggi DKI membacakan kronologi peristiwa pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat di Rumah Dinas Duren Tiga, Jakarta Selatan. “Tindakan pengambilan dekorder CCTV di Perumahan Duren Tiga tanpa seizin ketua RT Prof Seno,” kata hakim anggota di PT DKI.

Kemudian, Hakim Anggota itu menjelaskan bahwa pada 9 Juli 2022 datang lima orang mengaku anggota polisi ke pos keamanan Rumah Dinas Duren Tiga, Jakarta Selatan. Kemudian, CCTV itu diserahkan ke Cuk Putranto dan dimasukan ke dalam bagasi mobilnya.

“Saksi Cuk Putranto tanpa dibekali surat tugas dan prosedur dia menaruh (dekoder CCTV) di bagasi mobilnya, bukan diserahkan (ke penyidik) untuk dilakukan sebagaimana mestinya,” jelasnya.

Sebelumnya Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo selaku terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana atas ajudannya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Senin (13/2/2023).

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ferdy Sambo dengan pidana mati,” kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso saat membacakan putusannya di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

Majelis hakim menilai Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana atas Brigadir J Menurut majelis hakim semua unsur dalam pembunuhan berencana dengan terdakwa Ferdy Sambo sudah terpenuhi.

Dalam putusannya hakim juga menilai Ferdy Sambo terbukti melakukan perintangan penyidikan atau mengaburkan tewasnya Brigadir J. Ferdy Sambo diputuskan telah melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

Juga melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Majelis hakim dalam kasus ini diketuai Wahyu Iman Santoso, dengan hakim anggota Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribut Sujono.

Unsur Terpenuhi

Hakim menyebutkan bahwa unsur perencanaan dalam pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J telah terpenuhi. Begitu juga dengan unsur kesengajaan yang dilakukan Ferdy Sambo Cs untuk menghabisi Brigadir J.

“Menimbang bahwa dengan demikian menurut pendapat majelis, unsur dengan rencana terlebih dahulu telah nyata terpenuhi,” kata dia. Wahyu mengatakan, terdakwa Ferdy Sambo telah memikirkan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Mulai dari pemilihan lokasi hingga menggerakkan orang lain untuk membantu perencanaan pembunuhan itu. “Bahwa terdakwa telah memikirkan bagaimana caranya melakukan pembunuhan tersebut, terdakwa masih bisa memilih lokasi, terdakwa masih bisa memilih alat yang akan digunakan, dan terdakwa menggerakkan orang lain untuk membantunya,” kata Wahyu.

Saat itu, Sambo mengutarakan niatnya kepada Ricky Rizal hingga perkataan menembak korban Brigadir J kalau melawan. “Dan memanggil saksi Richard dengan mengatakan hal yang sama bahkan lebih dari tegas daripada itu, serta adanya susunan skenario yang membuat seakan-akan kejadian sebelum atau sesudah penembakan kekerasan menjadi tembak-menembak sebagai tindakan membela Putri Candrawathi,” ujar Wahyu.

“Dan membela diri yang semuanya telah dirancang dan dipikirkan dengan baik dan tenang tidak tergesa-gesa atau tiba-tiba, tidak pula dalam keadaan terpaksa atau emosional yang tinggi,” lanjut dia.

Menurut majelis hakim, unsur dengan sengaja dan berencana telah terpenuhi dalam rangkaian peristiwa yang terangkum dalam fakta persidangan. Yakni, kata Hakim, Ferdy Sambo meminta ajudannya, Ricky Rizal, untuk menembak Brigadir J.

Namun ditolak. Ferdy Sambo yang kala itu masih menjabat sebagai Kadiv Propam Polri kemudian meminta Ricky Rizal memanggil Richard Eliezer atau Bharada E.

Jenderal bintang dua itu kemudian meminta Bharada E menjadi eksekutor untuk membunuh Brigadir J di rumah dinasnya, di komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. “Menimbang bahwa unsur dengan sengaja menurut majelis telah nyata terpenuhi,” papar Hakim Wahyu.

Pembunuhan Brigadir J dilatarbelakangi oleh pernyataan Putri Candrawathi yang mengaku telah dilecehkan oleh Brigadir J di rumah Ferdy Sambo di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022). Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Brigadir J.

Akhirnya, Brigadir J pun tewas diekskusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). Ferdy Sambo sebelumnya dituntut pidana penjara seumur hidup oleh jaksa penuntut umum.

Kemudian Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD Menanggapi vonis kasasi MA yang mengabulkan kasasi Ferdy Sambo agar dihukum penjara seumur hidup itu. “Menurut saya, seluruh pertimbangan sudah lengkap dan kasasi itu adalah final,” kata Mahfud kepada wartawan di Yogyakarta, Rabu (9/8/2023).

Mahfud menjelaskan, dalam kasus ini, apabila pemerintah diperbolehkan mengajukan upaya hukum, akan dilakukan. Hanya saja, menurutnya, dalam sistem hukum pidana Indonesia, pemerintah maupun jaksa tidak bisa mengajukan peninjauan kembali (PK) jika kasus sudah sampai kasasi. “Yang boleh PK itu hanya terpidana. Kalau jaksa, tidak boleh,” imbuhnya.

Pernyataan senada disampaikan Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana kepada wartawan, Rabu (8/8/2023). Ketut menyatakan PK hanya bisa dilakukan oleh terpidana atau ahli warisnya. Dia mengatakan hal itu didasari pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menggugurkan kewenangan jaksa mengajukan PK.

Bagaimanapun, menurut pakar hukum pidana Asep Irwan Iriawan, putusan itu tidak logis secara hukum. Dia merujuk pada Pasal 253 KUHAP, yang menyebutkan bahwa kewenangan Mahkamah Agung ada tiga.

Pertama, menentukan apakah penerapan hukum diberlakukan dengan benar atau tidak. Kedua, menentukan apakah cara mengadili dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang atau tidak. Ketiga, menentukan apakah pengadilan telah melampaui batas wewenangnya atau tidak.

Jika dalam pemeriksaan Mahkamah Agung menilai ada ketidaksesuaian penerapan pasal, cara mengadili atau kompetensi pengadilan maka MA bisa mengadili sendiri, ujarnya. Namun dengan syarat, MA harus terlebih dahulu menyatakan menerima kasasi.

Dalam kasus Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf, MA menyatakan menolak kasasi, tapi melakukan perbaikan kualifikasi tindak pidana dan pidana yang dilakukan. Putusan semacam ini, menurut Asep Irwan, tidak logis sama sekali.

“Logisnya harusnya MA terima kasasi, baru mengadili sendiri, maka lahir istilah diperbaiki oleh MA. Bukan ditolak, tapi diperbaiki, kan lucu ya…” ucap Asep Irwan kepada BBC News Indonesia, Rabu (9/8/2023).

Hukuman mati terhadap Ferdy Sambo dibatalkan dan diubah menjadi penjara seumur hidup. “Ibaratnya begini cinta saya ditolak, tidak diterima…kalau sudah ditolak, buat apa saya dikasih kesempatan memperbaiki diri? Kalau tolak, ya tolak. Kalau perbaiki, adili dulu.”

Pengamatannya putusan seperti ini bukan yang pertama. Hakim MA juga menjatuhkan keputusan serupa pada kasus-kasus korupsi dan narkotika. “Mulai ada putusan tolak perbaikan setelah reformasi. Kalau hakim-hakim dulu, tidak mengenal namanya tolak perbaikan.”

Kendati demikian, sambungnya, bagaimanapun publik harus menghormati putusan tersebut. Adapun soal upaya hukum luar biasa seperti Peninjauan Kembali (PK) tidak bisa diajukan oleh jaksa penuntut umum.

Sesuai Pasal 263 KUHP, peninjauan kembali hanya bisa diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya jika putusannya telag berkekuatan hukum tetap.

Apa isi putusan MA yang membatalkan hukuman mati?

Mahkamah Agung menerima permohonan kasasi Ferdy Sambo untuk membatalkan hukuman mati dalam kasus pembunuhan Brigadir N Yosua Hutabarat. Majelis hakim MA lantas memutuskan Ferdy Sambo dihukum penjara seumur hidup. (net/smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *