“Dengan harga ini, petani memperoleh harga wajar dan konsumen tersenyum, tidak berdampak besar pada inflasi,” kata Agung, dalam rilisnya, Selasa (20/2).
Menurut Agung, dalam kerangka ketahanan pangan nasional dan kesinambungan produksi, pemerintah melalui beberapa Lembaga terkait, selalu mengawal ketat HPP tersebut. Sampai hari ini, masih terjaga dengan baik, walaupun di beberapa wilayah khususnya di Jawa harga GKP cenderung dibawah HPP anjlok hingga Rp 2.700/kg GKP. “Karena cuaca yang kurang bersahabat saat panen melimpah sekarang ini. Pada kondisi tersebut, Pemerintah pun melakukan intervensi agar petani tidak merugi dan tetap semangat berproduksi,” terangnya.
Dengan cara sederhana dan rasional, kata Agung, sangat mudah untuk mengetahui keuntungan yang diperoleh petani. Sebelumnya, perlu dipahami struktur pembentuk harga beras di Pasar Induk. Di mana, harga beras di Pasar Induk dibentuk oleh harga GKP, biaya penggilingan, dan biaya pengangkutan dan pemasaran yang dikenal dengan margin pengangkutan dan pemasaran (MPP). Induk.
Diasumsikan lahan 1 hektar, memerlukan biaya olah dengan traktor Rp 1,2 juta + biaya tanam dengan trasplanter Rp 1,6 juta + benih Rp 1,2 juta + pupuk Rp 1,3 juta/ha + Penyiangan Rp 1 juta dan Penen Rp 1juta. Maka, total biaya produksi padi/ha berkisar Rp 7 juta hingga 8 juta.
Kalau prdiktivitas diasumsikan rata 5,2 ton/ha, dengan HPP GKP Rp 3.700/ha, maka keuntungan petani/ha berkisar Rp 10-11 juta. “Kalau umur tanaman 3 bulan, berarti pendapatan petani bersih hanya Rp 3,5 juta/bulan. Angka ini tentu masih belum memadai untuk ukuran hidup sekarang,” paparnya.
Selanjutnya menghitung harga beras, lanjut Agung, rendemen giling GKP ke beras 52%+biaya giling, pengangkutan dari sawah ke penggilingan dan karung. Maka, harga beras medium belum ditambah keuntungan akan berkisar Rp 6.800/kg. Sehingga, dengan perhitungan cermat dan akurat, pemerintah menetapkan HPP beras medium Rp 7.300/kg.
Pertanyaannya, layakkah harga GKP dan beras ditekan hingga di bawah HPP? Demi menciptakan harga beras semurah-mmurahnya? Selanjutnya, Agung menerangkan soal biaya pengangkutan dari penggilingan ke pasar induk sebagai pembentuk harga beras ketiga, atau dikenal dengan tatakelola distribusi
Terkait tatakelola distribusi pangan, lanjutnya, beras dari penggilingan sampai pasar induk, pemerintah pernah menghitung besarnya Margin Pengangkutan dan Pemasaran (MPP). Hasilnya, untuk kondisi geografis Indonesia (Kepulauan), infrastruktur yang belum memadai, moda transportasi yang belum efisien ditambah tanpa adanya subsidi BBM, besarnya MPP rata-rata mencapai 30% dari HPP beras. Alhasil, wajar kalau harga rata rata beras di di pasar induk sebesar Rp 10.150/kg.
Sebelumnya Ekonom UI Faisal Basri melontarkan kritik pedas terhadap kementerian pertanian (kementan) yang mengklaim harga beras di Indonesia lebih murah ketimbang negara lain. Melalui akun twitter @FaisalBasri, kementan dinilai mirip Presiden AS Donald Trump dan Sekretaris Pers Gedung Putih, Sean Spicer. Di mana, kementan rajin menyanggah pemberitaan dengan pendapat dan fakta versinya sendiri yang akurasi dan kredibilitasnya diragukan. Semisal, pemberitaan pada Februari 2016 dan Januari 2017, tentang harga beras Indonesia yang disebut kementan lebih murah dibanding negara lain seperti Thailand, Vietnam, dan India.
Dalam berita tersebut, kementan disebut telah menurunkan tim ke berbagai negara guna memantau harga beras. Tim ini akan menentukan harga rata-rata beras di luar negeri. Di dapatkan, harga beras tertinggi di Vietnam sebesar Rp 18.292 per kilogram. Sedangkan harga terendah Rp 6.097 per kilogram. Sehingga, harga rata-rata didapatkan Rp 12.195. “Angka itu didapat sekedar menjumlahkan harga tertinggi dan harga terendah lalu dibagi dua atau (Rp 18.292 + Rp 6.097)/2,” tulis Faisal, mantan ketua tim reformasi tata kelola migas itu.
Sementara harga beras di Thailand, tertinggi Rp 10.837 dan terendah Rp 10.585 per kilogram. Harga rata-ratanya mencapai Rp 10.711 per kilogram. Sementara India, harga tertinggi Rp 11.125 dan terendah Rp 11.056 per kilogram. Sehingga harga rata-rata didapatkan Rp 11.091 per kilogram.
Menurut Faisal, harga beras rata-rata di tiga negara itu, memang lebih tinggi ketimbang harga rata-rata di Indonesia sebesar Rp 10.150. Di mana (Indonesia), harga tertinggi Rp 13.500 dan terendah Rp 6.800 per kilogram.
Jadi, kata Faisal, teramat banyak kelemahan yang mendasar dari survei perbandingan harga yang dilakukan Kementan. Pertama, harga rata-rata versi kementan ini, hanya sekedar membandingkan harga tertinggi dan harga terendah. (wiy/lin)