Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN) Surya Tjandra menghadiri pertemuan Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Wamen LHK) Alue Dohong dan Bupati Kotawaringin Timur, Halikinnor membahas permasalahan pertanahan dan kehutanan di Kotawaringin Timur secara daring dan luring di Kantor Kementerian LHK, Jakarta Senin (29/11/2021).
semarak.co-Dalam kesempatan ini, Wamen ATR/Waka BPN menanggapi laporan Bupati Kotawaringin Timur terkait Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), dan Kampung Reforma Agraria yang dilaksanakan di beberapa kecamatan di Kotawaringin Timur.
Surya Tjandra menyoroti terkait tantangan penetapan kawasan hutan dan nonkawasan hutan yang dalam hal ini tidak hanya terjadi di Kotawaringin Timur, tetapi Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) secara umum.
“Terkait kawasan dan nonkawasan di Kotawaringin Timur, khususnya di Kalteng secara umum, memang ada tantangan tersendiri,” ujar Wamen ATR/Waka BPN Surya Tjandra seperti dirilis humas melalui WAGroup Forum Mitra ATR/BPN, Senin malam (29/11/201).
Untuk mengatasi hal tersebut, ia menjelaskan bahwa dibutuhkan kerja sama dengan instansi, baik pemerintah pusat dan daerah, serta pemangku kepentingan terkait. Selain itu, saat ini juga tengah dilakukan pelaksanaan aksi Kebijakan Satu Peta melalui Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), di mana dalam kegiatan ini Provinsi Kalteng menjadi salah satu pilot project.
Makanya, kata dia, bersama dengan Stranas PK dan KLHK sudah beberapa kali pertemuan, Kalteng menjadi salah satu pilot project. Kami mendukung upaya tersebut untuk dapat membereskan. Kalau dari sisi kronologis, ada perubahan kawasan hutan yang bisa dibilang berubah-ubah kebijakannya, kadang hutan, kadang tidak, beda lagi.
“Ada tahun 1993, 2007, 2012, 2014, 2017, relatif terjadi perubahan-perubahan. Ini menjadi dasar KPK membuat Stranas PK karena memang penting dipikirkan, bagaimana keseimbangan itu,” jelas Surya Tjandra.
Wamen ATR/Waka BPN menegaskan, persoalan pelepasan kawasan hutan ini juga menjadi prioritas Presiden Joko Widodo yang telah disampaikan melalui rapat terbatas. “Ini sebetulnya concern kita semua. Kami siap saja begitu keluar dari kawasan hutan, kami keluarkan sertipikatnya,” paparnya.
Namun, sambung dia, memang harus ada pelepasan (kawasan hutan, red) dari KLHK sendiri. “Nah, ini yang menjadi tantangan, khususnya di Kalteng karena ada periodisasi yang kompleks seperti ini,” tuturnya.
Sementara itu, menindaklanjuti laporan terkait infrastruktur yang masuk dalam kawasan hutan, Wamen KLHK meminta kepada Pemerintah Daerah Kotawaringin Timur agar menyiapkan informasi yang lengkap sebagai acuan pelepasan kawasan hutan.
“Infrastruktur dalam kawasan hutan tadi, disebutkan ada jalan, irigasi, sekolah, rumah ibadah, dan lain-lain. Saya kira ini ada kaitannya dengan TORA. Tolong informasinya dilengkapi, irigasi mana yang sudah terbangun, wilayah mana, itu bisa kita lewat pelepasan kawasan hutan,” papar Alue Dohong.
Turut hadir secara daring, Direktur Bina Perencanaan Tata Ruang Daerah Wilayah II pada Direktorat Jenderal Tata Ruang, Eko Budi Kurniawan. Ia memastikan bahwa pihaknya akan mendukung penyusunan RDTR dalam rangka pelaksanaan Online Single Submission (OSS) di Kotawaringin Timur.
“Kalau Pak Bupati menganggarkan, kami nanti akan masukan ke dalam bimbingan teknis, di mana ada beberapa bantuan akan kami lakukan. Kami akan membantu untuk checking terkait masalah peta, koordinasi dengan pusat, kemudian sampai kepada proses penetapan dan persetujuan substansi, dan sebagainya,” terangnya.
Terkait penyusunan RDTR ini, Bupati Kotawaringin Timur berharap mendapatkan bantuan teknis dari Kementerian ATR/BPN untuk Kecamatan Baamang, Kota Sampit. Sebelumnya, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang yang juga terletak di Kota Sampit telah berhasil menyelesaikan RDTR melalui bantuan teknis tersebut.
“Kecamatan Mentawa Baru Ketapang sudah selesai RDTR-nya. Kita berharap Kecamatan Baamang ini, kami mohon Pak Wamen bisa dibantu juga teknis untuk RDTR di Kecamatan Baamang,” pungkas Halikinnor.
Di bagian lain Wamen ATR/Waka BPN Surya kunjungan kerja ke Provinsi Bali berkesempatan mengunjungi Desa Padangbulia di Kabupaten Buleleng Bali, Jumat (26/11/2021). Dalam kesempatan ini, ia melakukan dialog dan mendengar aspirasi dari masyarakat adat di Desa Padangbulia.
Surya Tjandra menyampaikan bahwa dalam proses legalisasi tanah masyarakat adat, pemerintah menghormati bentuk hukum adat yang berlaku di sana sebelum dilegalisasi oleh Kementerian ATR/BPN. Pemerintah wajib mengakui dan melindungi masyarakat hukum adat yang sudah ada dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
“Dari sini kita pun bisa belajar menyusun program pembangunan nasional dengan memahami konteks kedaerahan,” ujar Surya Tjandra dalam kunjungannya di Desa Padangbulia, Bali seperti dirilis humas melalui WAGroup Forum Mitra ATR/BPN juga, Senin (29/11/2021).
Lebih lanjut ia menambahkan, sesuai dengan arahan Presiden RI, Joko Widodo yang memerintahkan bahwa seluruh bidang tanah harus dipetakan dan didaftarkan. Maka dari itu, Kementerian ATR/BPN mengeluarkan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
“Presiden Jokowi ingin seluruh bidang tanah ini terpetakan dan terdaftar maka dibuat PTSL dengan strategi mendekat, merapat, dan menyeluruh. Maksudnya ialah harus selesai satu desa terlebih dahulu, lalu dapat pindah ke desa sebelah hingga menjadi kabupaten lengkap, provinsi lengkap, sampai dengan Indonesia lengkap,” tambahnya.
Sebagai informasi, masyarakat adat di Desa Padangbulia memiliki permasalahan tersendiri dalam proses sertipikasi tanah mereka. Terdapat perbedaan pandangan antara masyarakat adat yang ingin mendaftarkan tanah secara komunal dan individual.
Sebanyak 900 bidang tanah belum disertipikatkan maka melalui hukum adat yang berlaku, akan dilakukan Paruman atau bisa dikatakan musyawarah untuk mengambil keputusan yang menyangkut masalah prinsip dan strategis adat.
Hingga saat ini, sudah dilakukan proses Paruman, tetapi belum menemukan titik temu sehingga dibutuhkan Paruman sekali lagi. Wamen ATR/Waka BPN menuturkan, pemerintah menghormati bentuk hukum adat yang berlaku.
“Buat saya, kehormatan bisa hadir di sini. Terima kasih Bapak-bapak telah melaksanakan Paruman kemarin. Mudah-mudahan tidak terpaksa dan bukan karena kami mau berkunjung, terus sekadar menghibur. Ini pun harus menjadi kebutuhan masyarakat sendiri,” tutur Surya Tjandra.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Bali, Ketut Mangku, menuturkan akan menghormati proses Paruman karena kepastian hukum atas kepemilikan tanah itu penting bagi masyarakat adat Desa Padangbulia.
Oleh karena itu, program PTSL bertujuan agar semua bidang tanah yang ada di luar kawasan hutan, selain terdaftar jelas kepemilikannya, jelas juga subjek haknya. “Mudah-mudahan ini tinggal selangkah ketika dilakukan Paruman sekali lagi yang mungkin semua sudah sepakat,” bebernya.
Terhadap konteks 900 bidang ini, rinci dia, mana yang kira-kira sudah clear tidak ada persoalan untuk disertipikatkan dan mana bidang tanah yang memerlukan diskusi, memerlukan kesepakatan berbagai pihak itu yang kita tunggu sehingga semua persoalan bisa diselesaikan. Tujuannya ini kan untuk menjamin kepastian hukum itu sendiri. Bukan buat kami, tapi para subjek hak dalam hal ini ialah masyarakat adat.
Sementara itu, Bupati Kabupaten Buleleng, Putu Agus Suradnyana, mengapresiasi kedatangan Wamen ATR/Waka BPN yang bisa memberikan inspirasi dalam proses penentuan Paruman sehingga dapat terselaikan problematik di Desa Padangbulia. “Harapan saya dapat selesai aspek legalitasnya agar masyarakat bisa mendapatkan legalitasnya,” katanya. (ys/jr/na/smr)