Demo mahasiswa di gedung DPRD Kota Tangerang menyandera anggota dewan yang menemui massa aksi. Menyusul desakan agar seluruh fraksi DPRD menemui sekaligus menandatangani fakta integritas membatalkan Undang-Undang (UU) Omnibus Law (Cipta Kerja), Senin (12/10/2020).
semarak.co– Selain Wakil Ketua DPRD dari Fraksi PKS Tengku Iwan yang disander massa, Anggota Fraksi Partai Demokrat Baihaki, Gunawan dan Dedi juga. Saat menemui massa Baihaki mengatakan, pihaknya dengan tegas menolak UU Omnibus Law.
Mereka juga mengutip bahwa telah diintruksikan pimpinan kedua partainya apabila ada aksi dari kalangan buruh/pekerja, mahasiswa untuk menemuinya. Baihaki mengatakan, tidak ada komunikasi dengan partai lain atas ketidakhadiran menemui massa aksi.
Wali Kota yang merupakan Ketua Majelis Pertimbangan Cabang (MPC) Partai Demokrat Arief R Wismansyah diklaim telah mengirim surat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) berisi sikap yang intinya minta untuk membatalkan UU Omnibus Law Cipta Kerja, 9 Oktober 2020.
“Jadi, tidak semua wali kota mau mengeluarkan surat itu. Tapi Wali Kota Tangerang sudah mengirim surat ke presiden untuk membatalkan UU Omnibus Law,” klaim Baihaki.
Ternyata mahasiswa mengetahui bahwa surat itu hanya berisi permintaan penangguhan bukan sikap menolak untuk membatalkan UU Omnibus Law. “Itu hanya penangguhan bukan sikap untuk menolak,” teriak mahasiswa.
Sebelumnya laman media online Kabar6.com melansir, Wali Kota Tangerang Arief R. Wismansyah menyurati Pemerintah Pusat untuk dapat menangguhkan berlakunya Undang – Undang (UU) Omnibus Law (Cipta Kerja) yang disahkan DPR, Senin lalu (5/10/2020).
Adapun alasan Arief, aspirasi tersebut disampaikan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui surat dengan nomor 560/2278. Disnaker tentang penyampaian aspirasi dari Serikat Pekerja di Kota Tangerang.
“Sebagai tindak lanjut penyampaian aspirasi yang terjadi di sejumlah daerah, khususnya di Kota Tangerang yang menolak UU Cipta Kerja dari kalangan pekerja maupun mahasiswa,” ujar Arief kepada wartawan di kantor Wali Kota Tangerang, Senin (12/10/2020).
Selain permohonan penangguhan pemberlakuan UU Cipta Kerja, Pemkot Tangerang juga meminta agar Pemerintah Pusat dapat melakukan revisi di klaster ketenagakerjaan. “Ini merupakan salah satu aspirasi dari serikat pekerja dan buruh di Kota Tangerang,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kota Tangerang Rakhmansyah menambahkan, Pemkot Tangerang berharap agar para pekerja di Kota Tangerang untuk dapat bersabar dan tetap menjaga kondusifitas. “Aspirasi dari para pekerja sudah Pemkot Tangerang sampaikan kepada Pemerintah Pusat,” tandasnya.
Sementara detik.com juga memberitakan tentang UU Cipta Kerja mengubah sejumlah perizinan yang dinilai berbelit, salah satunya Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Di Omnibus Law UU Cipta Kerja, IMB diganti dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
Berikut ini perbandingan UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dengan UU Cipta Kerja yang dikutip detikcom, Kamis (8/10/2020):
UU Bangunan Gedung
Pasal 5
- Fungsi bangunan gedung meliputi fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya, serta fungsi khusus.
- Bangunan gedung fungsi hunian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi bangunan untuk rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret, rumah susun, dan rumah tinggal sementara.
- Bangunan gedung fungsi keagamaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi masjid, gereja, pura, wihara, dan kelenteng.
- Bangunan gedung fungsi usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi bangunan gedung untuk perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal, dan penyimpanan.
- Bangunan gedung fungsi sosial dan budaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi bangunan gedung untuk pendidikan, kebudayaan, pelayanan kesehatan, laboratorium, dan pelayanan umum.
- Bangunan gedung fungsi khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi bangunan gedung untuk reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan, dan bangunan sejenis yang diputuskan oleh menteri.
- Satu bangunan gedung dapat memiliki lebih dari satu fungsi.
UU Cipta Kerja
Pasal 5 (diringkas menjadi 2 ayat)
- Setiap bangunan gedung memiliki fungsi dan klasifikasi bangunan gedung.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi dan klasifikasi bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
UU Bangunan Gedung
Pasal 6
- Fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
- Fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dan dicantumkan dalam izin mendirikan bangunan.
- Perubahan fungsi bangunan gedung yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus mendapatkan persetujuan dan penetapan kembali oleh Pemerintah Daerah.
- Ketentuan mengenai tata cara penetapan dan perubahan fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
UU Cipta Kerja
Pasal 6 (menghapus IMB dan diganti dengan PBG).
- Fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam RDTR (Rencana Detail Tata Ruang).
- Fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam Persetujuan Bangunan Gedung.
- Perubahan fungsi bangunan gedung harus mendapatkan persetujuan kembali dari Pemerintah Pusat.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh Persetujuan Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. (Dalam pasal 1 ayat 11 disebutkan, Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku).
UU Bangunan Gedung
Pasal 7
- Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.
- Persyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan.
- Persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung.
- Penggunaan ruang di atas dan/atau di bawah tanah dan/atau air untuk bangunan gedung harus memiliki izin penggunaan sesuai ketentuan yang berlaku.
- Persyaratan administratif dan teknis untuk bangunan gedung adat, bangunan gedung
semi permanen, bangunan gedung darurat, dan bangunan gedung yang dibangun pada daerah lokasi bencana ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sesuai kondisi sosial dan budaya setempat.
UU Cipta Kerja
Pasal 7
- Setiap bangunan gedung harus memenuhi standar teknis bangunan gedung sesuai dengan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung.
- Penggunaan ruang di atas dan/atau di bawah tanah dan/atau air untuk bangunan gedung harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Dalam hal bangunan gedung merupakan bangunan gedung adat dan cagar budaya, bangunan gedung mengikuti ketentuan khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
UU Bangunan Gedung
Bagian Kedua
Pasal 8,9,10,11,12,13,14 tentang Persyaratan Administrasi Bangunan Gedung
UU Cipta Kerja
Pasal 8,9,10,11,12,13,14 dihapus
UU Bangunan Gedung
Pasal 16-33 tentang Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung, yang berisi Persyaratan Keselamatan, Kesehatan, Kenyamanan, Kemudahan dan Fungsi Khusus
UU Cipta Kerja
Pasal 16-33 dihapus
UU Bangunan Gedung
Pasal 36
- Pengesahan rencana teknis bangunan gedung untuk kepentingan umum ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setelah mendapat pertimbangan teknis dari tim ahli.
- Pengesahan rencana teknis bangunan gedung fungsi khusus ditetapkan oleh pemerintah setelah mendapat pertimbangan teknis tim ahli.
- Keanggotaan tim ahli bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) bersifat ad hoc terdiri atas para ahli yang diperlukan sesuai dengan kompleksitas bangunan gedung.
- Ketentuan mengenai tata cara pengesahan rencana teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dan keanggotaan tim ahli bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
UU Cipta Kerja
Pasal 36 Dihapus