Batalnya pelantikan Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Prof Sajidan dan diperpanjangnya masa jabatan Prof Jamal Wiwoho sebagai rektor versi pemerintah dinilai sebagai tindakan sepihak yang merupakan perampokan kedaulatan dan harus batal demi hukum.
semarak.co-Demikian pernyataan tertulis Majelis Wali Amanat (MWA) UNS yang diterima redaksi sumbawanews.com, Kamis (04/05/2023). Sebelumnya Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim memperpanjang masa jabatan Prof Jamal Wiwoho sebagai Rektor UNS.
Keputusan ini tertuang melalui SK Mendikbudristek No.23167/M/06/2023 yang berisi perpanjangan masa jabatan rektor UNS sampai terpilih ulangnya rektor yang baru. Masa Jabatan Rektor UNS Prof Jamal sebetulnya berakhir 11 April 2023.
Sekretaris MWA Prof. Tri Atmojo Kusmayadi menilai Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 24 Tahun 2023 merupakan perampokan kedaultan dan harus batal demi hukum.
“Eksistensi PTNBH UNS memperoleh landasan hukum yang bersifat khusus (lex specialist) dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56/2020. Oleh sebab itu, terkait tata Kelola, termasuk eksistensi organ, ditetapkann dalam PP ini,” terang Prof Tri dilansir laman berita msn.com, Rabu (3/5/2023) dari sumbawanews.com/May 4, 2023.
Secara hierarki, dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang 15 tahun 2019 dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022, maka eksistensi PP memiliki hierarki yang lebih tinggi dibandingkan Peraturan Menteri.
Di samping itu, perlu disampaikan bahwa di samping ketaatan terhadap asas tingkatan hierarki ini, pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus partisipatif dan tunduk kepada asas-asas pembentukan aturan yang baik, termasuk kesesuaian antara bentuk dengan isi,’ jelasnya.
Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 24 Tahun 2023 merupakan peraturan yang aneh dan menyalahi kaidah perundang- undangan, karena bentuknya peraturan tapi isinya keputusan.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Tata Naskah Dinas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pasal 5: (i) Peraturan merupakan Naskah Dinas yang berlaku dan mengikat secara umum, bersifat mengatur, dan memuat kebijakan pokok.
Peraturan disusun dengan teknik dan format sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan.
Dalam Peraturan Menteri tersebut disebutkan pertimbangan antara lain, Mendikbudristek bertanggung jawab atas penyelenggaraan pendidikan tinggi mencakup pengaturan, perencanaan, pengawasan, pemantauan, dan evaluasi serta pembinaan dan koordinasi.
Namun tidak dicantumkan pasal-pasal terkait dasar kewenangan ini sehingga pertimbangan terkesan dipaksakan dan hanya memenuhi syarat formal saja. Dalam Peraturan Menteri selanjutnya diatur, sejumlah empat Peraturan MWA UNS UNS dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Keempat peraturan MWA UNS tersebut adalah:
a.Peraturan MWA UNS Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pendelegasian Wewenang Ketua Kepada Wakil Ketua untuk: Menandatangani Naskah Dinas;
b.Peraturan MWA UNS Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pemberhentian Rektor, Pengangkatan Wakil Rektor menjadi Rektor, dan Penugasan Wakil Rektor menjadi Pelaksana Tugas Rektor;
c.Peraturan MWA UNS Nomor 7 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan MWA UNS Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pemberhentian Rektor,Pengangkatan Wakil Rektor menjadi Rektor, dan Penugasan Wakil Rektor menjadi Pelaksana Tugas dan Penugasan Wakil Rektor menjadi Pelaksana Tugas Rektor; dan
d.Peraturan MWA UNS Nomor 8 Tahun 2022 tentang Tata Tertib Pemilihan Rektor UNS Masa Bakti 2023-2028.
Pencabutan ini tidak sah dan tidak berasalan menurut hukum. Pencabutan tidak disertai dasar pertimbangan yang cukup, tidak merujuk pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan, dan tidak ada dasar dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56/2020.
Jelas, terang dia, ini merupakan Tindakan sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kementerian melakukan kemunafikan hukum, dengan menuduh peraturan-peraturan MWA bermasalah, namun dengan cara-cara yang melanggar peraturan.
“Menjadi pertanyaan besar, dalam masa kerja MWA dalam 3 (tiga) tahun ini, mengapa hanya aturan-aturan terkait pemilihan Rektor yang direview oleh Kementerian?” Pembekuan MWA dengan mencabut Keputusan pengangkatan MWA UNS,” imbuhnya.
Tindakan ini sewenang-wenang, penyalahgunaan wewenang, dan merupakan perbuatan melawan hukum. Tata cara pengangkatan dan pemberhentian diatur dalam PP Nomor 56/2020 dan juga kemudian di sana diatur limitatif pemberhentian itu karena alasan-alasan seperti meninggal dunia, berhalangan tetap, dan mengundurkan diiri.
Pembekuan tidak memiliki nalar hukum yang cukup dan secara hukum administrasi tidak disertai alasan-alasan yang mendengar para pihak secara seimbang, kecermatan, dan fair play yang lazim dikenal dalam hukum administrasi negara.
Hapusnya MWA menyebabkan status PTNBH UNS hilang karena PP Nomor 56/2020 mengamanatkan adanya 4 organ PTNBH yaitu MWA, SA, Rektor dan Dewan Profesor. Tugas dan wewenang MWA UNS selama dibekukan, dilaksanakan oleh Mendikbud Ristek. Ini adalah perampokan kedaulatan.
Menurut PP 56/2020, MWA UNS meliputi 17 anggota, yang meliputi unsur perwakilan Senat Akademik, unsur mahasiswa, unsur tenaga kependidikan, dan unsur masyarakat. Menteri memiliki suara 35% dalam pemilihan Rekor.
Jika dilakukan pemilihan Rektor maka Menteri akan menguasai 100% suara MWA dan sekali lagi, merupakan perampokan kedaulatan MWA yang ditulis oleh PP Nomor 56/2020 yang ditandatangai oleh Presiden Joko Widodo. Menteri, sebagai pembantu Presiden, nyata-nyata menantang Presiden.
“Hasil pemilihan dan penetapan Rektor UNS untuk masa bakti 2023-2028 dibatalkan. Tidak ada dasar dan ruang intervensi Kementerian soal ini. Lagi pula, dalam tahapan pemilihan, dihadiri wakil kementerian menggunakan suara 35%, yaitu Irjen Kementerian, yang menyetujui dan menandatangani hasil pemilihan,” ungkap Prof Tri.
MWA UNS menilai secara semena-mena penetapan pembatalan hanya dilakukan 7 hari sebelum pelantikan. Ini mengabaikan etika dan tidak berdasarkan nalar hukum yang sehat. Terbitnya Peraturan Menteri itu telah membelah kohesivitas dan menciptakan kegelisahan tidak produktif yang menggangu kegiatan belajar mengajar.
Sehubungan dengan adanya ketidaksesuaian bentuk peraturan dan substansi, materi muatan yang melanggar PP Nomor 56/2020, dan Tindakan-tindakan yang melanggar peraturan perundang-undanagn, maka MWA UNS berpendapat Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 24 Tahun 2023 batal demi hukum.
Pantas dalam hal ini, Kementerian bertanggung jawab terhadap situasi ini. “MWA UNS akan tetap menegakkan PP Nomor 56/2020 yang lebih tinggi dari Peraturan Menteri. MWA UNS akan tetap bekerja dan melaksanakan mandat PP, termasuk penyelenggaraan agenda pelantikan Rektor pada 11 April 2023 yang akan datang,” ungkapnya.
Disampaikan, mulai Senin (3/4/2023), pimpinan universitas secara sepihak menganggap pembekuan MWA sudah final dan tanpa konfirmasi, langsung menarik fasilitas kendaraan dinas Pimpinan MWA, perintah paksa pengosongan ruang, dan penghentian kegiatan para pegawai.
Ini tidakan yang tidak berdasar dan semena- mena dan hanya melegitimasi bahwa pimpinan Universitas memiliki kebencian mendalam kepada MWA. “Informasi dan sikap MWA UNS ini perlu kami sampaikan demi tegaknya peraturan perundang-undangan dan keseimbangan informasi,” tutupnya. (net/msn/sbn/smr)