Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan melakukan tindakan tegas terhadap penyelenggara fintech peer to peer lending (P2P) yang telah terdaftar atau berizin, jika terbukti melakukan pelanggaran.
Direktur Perizinan, Pengaturan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi mengatakan, sedangkan untuk P2P ilegal, OJK melalui Satgas Waspada Investasi melakukan sejumlah tindakan untuk memutus mata rantai aliran dana.
Ketua Satgas Waspada Investasi OJK Tongam Lumban Tobing menegaskan, keberadaan P2P merupakan bentuk alternatif pendanaan yang mempermudah akses keuangan masyarakat.
Namun, lanjut Tobing, selain manfaat yang bisa didapat, masyarakat harus benar-benar memahami risiko, kewajiban dan biaya saat berinteraksi dengan P2P, sehingga terhindar dari hal-hal yang bisa merugikan.
Seperti diketahui, sesuai dengan POJK 77/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, OJK mengawasi penyelenggara P2P yang berstatus terdaftar atau berizin dan hingga12 Desember 2018telah mencapai78 penyelenggara.
Passagi menambahkan, penyelenggara P2P yang tidak terdaftar atau berizin di OJK dikategorikan sebagai P2P ilegal. OJK mengingatkan bahwa keberadaan P2P ilegal tidak dalam pengawasan pihak manapun, sehingga transaksi dengan pihak P2P ilegal sangat berisiko tinggi bagi para penggunanya.
OJK, kata Passagi, melarang penyelenggara P2P legal mengakses daftar kontak, berkas gambar dan informasi pribadi dari smartphone pengguna P2P serta wajib memenuhi seluruh ketentuan POJK 77/2016 dan POJK 18/2018 mengenai Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
Sesuai ketentuan POJK 77/2016, OJK dapat mengenakan sanksi sesuai dengan pasal 47, yaitu peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha sampai dengan pencabutan tanda daftar atau izin.
Mengenai pengaduan atau laporan masyarakat terkait P2P, kata Passagi, OJK telah melakukan penelaahan dan telah berkoordinasi dengan P2P legal yang dipublikasikan di media telah melakukan pelanggaran.
“OJK secara tegas akan mengenakan sanksi jika memang terbukti penyelenggara tersebut melakukan pelanggaran,” katanya.
Berdasarkan penelahaan OJK, pengaduan masyarakat terkait P2P terdiri dari dua hal: 1. Nasabah tidak mengembalikan pinjaman tepat waktu, yang berujung pada perhitungan suku bunga dan penagihan 2. Perlindungan kerahasiaan data nasabah terkait dengan keluhan penagihan
Mengenai penanganan P2P ilegal, OJK yang tergabung dalam Satgas Waspada Investasi (SWI) telah menghentikan kegiatan sejumlah 404 P2P ilegal dan telah melakukan tindakan tegas kepada P2P ilegal berupa:
- Mengumumkan ke masyarakat nama-nama P2P illegal
- Memutus akses keuangan P2P ilegal pada perbankan dan fintech payment system bekerjasama dengan Bank Indonesia
- Mengajukan blokir website dan aplikasi secara rutin kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika RI
- Menyampaikan laporan informasi kepada Bareskrim Polri untuk proses penegakan hukum
“OJK mengimbau kepada masyarakat agar membaca dan memahami persyaratan ketentuan dalam P2P terutama mengenai kewajiban dan biayanya,” imbuh Passagi.
Hal yang harus dipahami adalah P2P lending merupakan perjanjian pendanaan yang akan menimbulkan kewajiban dikemudian hari untuk pengembalian pokok dan bunga utang secara tepat waktu sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak.
OJKjuga meminta agar masyarakat dapat mengunjungi website www.ojk.go.id dan menghubungi kontak OJK 157 dan email konsumen@ojk.go.iduntuk mendapatkan informasi kegiatan P2P danmewaspadai keberadaan dan menghindari interaksi dengan P2P illegal.
Ke depan, OJK juga akan terus melakukan sosialiasi kepada masyarakat bersama para stakeholders agar literasi masyarakat mengenai kegiatan pinjam meminjam uang berbasis teknologi dapat terus meningkat.
OJK akan terus memonitor dan berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk mengawasi perkembangan P2P dalam upaya mewujudkan industri P2P yang sehat dan bermanfaat bagi masyarakat. (lin)