MUI Ingatkan Moeldoko Stop Sebut Kata Radikal pada Lembaga Pendidikan

Sekjen MUI Amirsyah Tambunan. Foto: panjimas.com

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Sekjen MUI) Amirsyah Tambunan mengingatkan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko stop menyebut kata radikal pada lembaga Pendidikan. Jangan mudah memberikan cap radikal yang berkonotasi negatif kepada lembaga pendidikan.

semarak.co-Karena lembaga pendidikan seperti pesantren, madrasah, nilai Sekjene MUI, telah terbukti melahirkan tokoh, kiiai, ulama pendiri bangsa dan memperjuangkan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Bacaan Lainnya

Lebih baik, pesan Amirsyah Tambunan, pemerintah memberi keteladanan seperti apa perkataan dan tindakan yang tidak radikal. Misalnya memberikan contoh penegakan hukum secara adil tidak tumpul ke atas, tajam ke bawah. Misalnya ketika menjelaskan diksi radikal telah menyusup di tengah-tengah masyarakat dan lembaga pendidikan.

“Harus dijelaskan menyusupnya seperti apa, oleh siapa? Jangan malah menimbulkan ketakutan masyarakat sehingga menimbulkan radikal yang tak ada penyelesaian,” ujar Amirsyah Tambunan seperti dilansir panjimas.com/news/2021/09/18/

Seperti diketahui, dalam kunjungan ke salah satu pesantren di Jawa Timur, Kepala KSP Moeldoko menyampaikan tentang paham radikal yang menyusup di lembaga pendidikan. Ia mengatakan paham itu sudah menjadi ancaman nyata yang akan merusak persatuan bangsa.

Dalam kesempatan acara itu, Moeldoko juga menyebutkan bahwa penyebaran paham radikal sebagai bagian dari perang budaya. Menurutnya, paham itu bertujuan melumpuhkan keyakinan ideologi bangsa.

Dalam acara itu Moeldoko menyebut, “Ketika ada gerakan radikal menyusup harus di waspadai karena gerakannya tersistematis dan terstruktur,” kata Moeldoko di Pondok pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur, pada hari Kamis (16/9/2021) seperti dikutip panjimas.com/news/2021/09/18/.

Sekjen MUI itu juga mengingatkan semua pihak agar penyebab radikal yang konotasi negatif harus diselesaikan. Antara lain pemerintah membuat contoh seperti apa budaya bermasyarakat dan berbangsa yang tidak radikal.

Artinya contoh moderasi ideologi bermasyarakat, berbangsa dan bernegara lebih penting dilakukan. Karena menurut buya Amirsyah ketidak adil penyebab utama lahir radikal oleh oknum penegak hukum.

Termasuk oleh oknum pemerintah yang mudah memberikan cap radikal, lagi-lagi sebab utama (kausalitas) atau akar masalahnya munculnya radikal baru, sehingga istilah radikal tidak akan bisa di selesaikan.

“Oleh karena itu, kami mengajak semua pihak untuk menyampaikan haruslah sama antara kata dengan perbuatan yang proporsional dan profesional sehingga terhindar dari perbuatan yang extrim kiri sosialisi-komunis dan extrim kanan yang menyalahgunakan paham agama,” tandasnya

Terakhir, kepada Panjimas Buya Amirsyah Tambunan menegaskan bahwa maraknya korupsi dan lemahnya penegakan hukum yang menyebabkan istilah radikal berkonotasi negatif itu sendiri. sementara itu netizen menyambut nada keras atas ucapan Moeldoko yang mantan Panglima TNI.

“Kalau benar ucapan Pak Moeldoko seperti diartikel berita di panjimas.com sehingga menimbulkan peringatan keras yang disampaikan Sekjen MUI kepada Pak Moeldoko agar stop/tidak lagi menyebut kata-kata radikal kepada lembaga Pendidikan. Apa lagi disampaikan di pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur,” cetusnya.

“Rakyat mengharapkan khususnya umat Islam kepada siapa saja khususnya kepada para pejabat-pejabat di negeri ini janganlah membuat stetment yang akan menimbulkan perpecahan di negara ini sebab ini akan bisa menimbulkan ketidaknyamanan di masyarakat,” tulis netizen lagi.

Diakhir komentar berupa tulisan netizen yang merespon share link berita itu menjadi pesan berantai di media sosial whatsapp (WA), terutama WA Group. “Tolonglah sampaikan stetment yg menyejukan hati apa lg sekarang dlm keadaan pandemi Covid-19,” tutupnya. (net/pan/smr)

 

sumber: panjimas.com di WAGroup KAHMI Nasional (post Minggu 19/9/2021/sayutisayo)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *