Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI menggelar rapat perdana dugaan keterlibatan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin dari Partai Golkar dalam kasus korupsi yang kini tengah ditangani KPK dengan tersangka Wali Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara Syahrial di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (18/5/2021).
semarak.co-Anggota MKD DPR Junimart Girsang mengatakan, MKD DPR RI akan melakukan rapat pleno lengkap. Di mana sebanyak 17 anggota diharapkan hadir baik fisik maupun virtual.
“Hari ini kita akan menerima laporan-laporan pengaduan yang masuk ke MKD dari para tenaga ahli. Kita akan minta tenaga ahli apakah sudah memverifikasi laporan tersebut, kalau sudah, maka hasil verifikasi akan kami bawa pada rapat MKD,” kata Junimart dari Fraksi PDIP di sela rapat seperti dilansir jakartanews.id/2021/05/18.
Junimart mengaku, saat ini dirinya belum dapat hasil dan isi dari rapat perdana MKD nantinya. “Tentang apa hasil dan isinya, tentu saya belum bisa ungkap sekarang ini karena yang pasti lebih dari 9 laporan yang masuk ke MKD, terdapat 5 laporan menyorot kepada teman kita bernama Azis Syamsuddin,” ungkap Junimart.
Junimart menginginkan, agal hal ini segera diklarifikasi karena telah menjadi konsumsi publik dan agar pemberitaan terhadap kasus ini tidak menjadi bias. “Karena itu, saya sebagai salah satu anggota MKD akan meminta kepada rapat pleno MKD untuk dahulukan aduan terhadap Azis agar masyarakat paham tentang fungsi dan tugas MKD dalam rangka sikapi aduan,” jelasnya.
Junimart yang juga pengacara ini mengungkapkan, dirinya belum mengetahui secara pasti sanksi apa yang akan dijatuhkan kepada Azis Syamsuddin dari Fraksi Partai Golkar, namun ada tiga jenis sanksi dalam MKD yang mungkin akan dijatuhkan apabila yang bersangkutan terbukti melanggar kode etik, yakni ringan, sedang, dan berat.
“Ya kan ada tiga sanksi di MKD itu. Sanksi ringan, sedang, dan berat. Nah kita belum tahu sanksi yang mana nantinya kalau memang berlanjut tentu seperti pengalaman kami yang sebelumnya ada yang ringan, sedang, dan berat,” ungkap Ketua Komisi II DPR.
Junimart menyebut, semua sanksi tentu ada bobot hukumannya masing-masing. “Kalau berat tentu pemberhentian, pemberhentian dari keanggotaan DPR. Kalau sedang itu pemberhentian dari pimpinan DPR. Kalau ringan itu tentu hanya peringatan saja. Kita menunggu saja bagaimana hasil pleno hari ini,” urai Junimart.
Mengenai netralitas MKD DPR RI dalam mengadili secara etik anggota DPR RI apalagi Azis Syamsuddin telah berulang kali dilaporkan ke MKD, legislator asal Dapil Sumut 3 ini menjamin hal tersebut akan dipenuhi.
“Kalau kita bicara netralitas, teman-teman pasti sudah tahu bagaimana tahun 2015 saya menjadi salah satu pimpinan di MKD, saya minta supaya sidang MKD terbuka supaya masyarakat tahu apa yang kita lakukan. Jadi tidak ada kucing-kucingan di MKD, kita terbuka sajalah.
Sebelumnya diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin meminta kepada penyidik KPK dari unsur Polri, Stepanus Robin Pattuju (SRP) membantu mengurus perkara Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial di KPK.
Ketua KPK Firli Bahuri menyebut, permintaan Azis kepada Robin bermula saat mereka bertemu di rumah dinas Azis Syamsuddin pada Oktober 2020. Dalam pertemuan itu Azis mengenalkan Robin sebagai penyidik KPK kepada Syahrial.
Saat itu Syahrial, yang merupakan rekan Azis di Partai Golkar, tengah memiliki permasalahan terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota (Pemkot) Tanjung Balai yang sedang dilakukan KPK.
“Dalam pertemuan itu, AZ (Azis) memperkenalkan SRP dengan MS, karena diduga MS memiliki permasalahan terkait penyelidikan di KPK agar tidak naik ke tahap penyidikan dan meminta agar SRP dapat membantu supaya permasalahan penyelidikan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh KPK,” ujar Firli dalam jumpa pers, Kamis malam (22/4/2021).
Firli mengatakan, seusai pertemuan di rumah dinas Azis, Robin kemudian memperkenalkan Syahrial kepada pengacara Maskur Husein untuk membantu permasalahannya. Kemudian ketiganya sepakat dengan fee sebesar Rp1,5 miliar agar Robin membantu kasus dugaan korupsi di Pemkot Tanjung Balai tak diteruskan KPK.
Dari kesepakatan itu, Syahrial telah memberikan Rp1,3 miliar baik secara cash maupun transfer. “MS (Syahrial) menyetujui permintaan SRP (Robin) dan MH (Maskur) tersebut dengan mentransfer uang secara bertahap sebanyak 59 kali melalui rekening bank milik RA (Riefka Amalia), teman dari saudara SRP, dan juga MS memberikan uang secara tunai kepada SRP hingga total uang yang telah diterima SRP sebesar Rp1,3 miliar,” jelas Firli.
Firli menyebut, pembuatan rekening bank atas nama Riefka Amalia dilakukan sejak Juli 2020 atas inisiatif Maskur. Setelah uang diterima, Robin kembali menegaskan kepada Maskur bahwa penyelidikan dugaan korupsi di Pemkot Tanjung Balai tidak akan ditindaklanjuti KPK.
“Dari uang yang telah diterima oleh SRP dari MS, lalu diberikan kepada MH sebesar Rp325 juta dan Rp200 juta. MH juga diduga menerima uang dari pihak lain sekitar Rp200 juta, sedangkan SRP dari bulan Oktober 2020 sampai April 2021 juga diduga menerima uang dari pihak lain melalui transfer rekening bank atas nama RA sebesar Rp438 juta,” kata Firli.
Dalam kasus ini, KPK menjerat Stepanus Robin, Syahrial, dan Maskur sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di KPK. Atas perbuatannya, Robin dan Maskur dijerat sebagai tersangka penerima suap, sementara Syahrial pemberi suap.
Robin dan Maskur disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Syahrial disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001. (net/smr)
sumber: jakartanews.id di WAGroup Guyub PWI Jaya/merdeka.com