Menteri Koperasi (Menkop) Ferry Juliantono menyatakan, eksistensi koperasi di Indonesia pernah mengalami masa keemasan, khususnya dalam periode 1970 hingga 1990-an, sesuai dengan yang dicita-citakan dan dirancang para pendiri bangsa dalam Dewan Perancang Nasional.
Semarak.co – Pada periode itu, koperasi memiliki aneka industri seperti tekstil, garmen, hingga gabungan koperasi batik. Saat itu juga, ada peran besar Gabungan Koperasi Susu, koperasi peternakan sapi perah, koperasi tahu-tempe, dan sebagainya, dalam perekonomian nasional.
“Era 1970 hingga 1990-an tersebut, masih mempertahankan pikiran yang sudah direncanakan para pendiri bangsa kita, di mana perekonomian dibangun dengan azas kekeluargaan dan gotong royong, yakni berwadah koperasi,” jelas Menkop, dirilis humas usai acara melalui pesan elektronik Redaksi semarak.co, Selasa malam (25/11/2025).
Pada masa itu, gagasan koperasi tidak muncul sebagai pilihan teknis semata, tetapi sebagai keputusan ideologis yang menempatkan rakyat sebagai pemilik dan pelaku utama pembangunan ekonomi.
Dalam UUD 1945 Pasal 33 dan 34, negara turut terlibat dalam mengatur semua aspek kehidupan, termasuk arah perekonomian nasional. “Tetapi, ketika dihadapkan pada praktek mekanisme pasar bebas, peran negara dan pemerintah diperkecil dan diminimalisir,” kata Ferry.
Kini, Menkop meyakini bangsa ini sudah kembali menemukan jalan menuju Indonesia seperti yang dicita-citakan para pendiri bangsa. “Seperti yang sudah dirintis dan dirancang sejak zaman HOS Cokroaminoto, Bung Hatta, Margono Djojohadikusumo, sampai Soemitro Djojohadikusumo,” ucapnya.
Hal itu dibuktikan dengan program pembentukan lebih dari 80 ribu Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang digulirkan atas ide Presiden Prabowo Subianto, di seluruh desa di Indonesia.
Menurut Menkop, saat ini sudah memasuki era perencanaan pembangunan berbasis Satu Data Indonesia, relevansi nilai-nilai koperasi justru semakin menguat. Di mana masyarakat di banyak daerah masih menghadapi berbagai persoalan ekonomi.
Diantaranya, pendapatan yang tidak stabil, keterbatasan akses pembiayaan formal, ketergantungan pada tengkulak, rantai pasok yang panjang dan merugikan produsen kecil, serta fluktuasi harga komoditas yang membuat pendapatan petani, nelayan, dan pelaku usaha mikro tidak pasti.
Dalam konteks tersebut, Ferry menambahkan, koperasi memperoleh peran barunya sebagai platform ekonomi kerakyatan yang mampu menyatukan produksi rakyat. “Itu juga memastikan data serta transaksi ekonomi masyarakat tercatat dalam satu ekosistem modern yang lebih adil dan berkelanjutan,” terangnya.
Dia memastikan bahwa Kopdes Merah Putih dikembangkan untuk menghadirkan model koperasi modern yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat. Implementasinya, menekankan percepatan pembangunan gerai dan infrastruktur koperasi, konsolidasi layanan dasar di tingkat desa/kelurahan, penguatan fungsi intermediasi ekonomi rakyat.
Sementara itu, Menteri PPN/Bappenas Rachmat Pambudy menekankan bahwa saat ini adalah kebangkitan kembali koperasi. “Koperasi pernah berjaya, koperasi pernah terpuruk, dan sudah waktunya koperasi bangkit kembali,” tandasnya.
Bagi Rachmat, Arsip Nasional menjadi bagian untuk membetulkan hal-hal yang salah. “Sejarah berulang-ulang, dan dengan namanya arsip kita akan tahu kemana kita akan pergi. Kini, kita sudah tahu kemana kita akan mengarahkan perjalanan kehidupan Indonesia,” katanya.
Duta Arsip Nasional yang juga selaku Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka menjelaskan, Jejak Pendiri Bangsa tersebut sesungguhnya adalah jejak yang mematrikan kehendak teguh menjadikan Pancasila bukan hanya sebagai suatu pedoman filosofis utopis yang tak membumi.
Namun, justru sebagai ideologi yang bekerja, atau working ideology. Pancasila sebagai dasar dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. “Semua itu terekam dalam arsip Perencanaan Pembangunan 1947-1969,” kata Rieke, yang juga anggota Komisi VI DPR RI.
Menurut Rieke, arsip itu menggambarkan pengetahuan tentang bagaimana Pasal 33 UUD 1945 dipraktekkan dalam kebijakan pembangunan nasional oleh para pendahulu bangsa.
“Pancasila dalam kerangka berpikir para pendiri bangsa, merupakan suatu sistem penyelenggaraan negara, suatu penyelenggaraan masyarakat adil dan makmur bagi desa di seluruh pelosok Tanah Air,” ujar Rieke. (hms/smr)





