Mendugbangga/Kepala BKKBN Wihaji menyatakan, penurunan angka pernikahan belakangan ini terindikasi terjadi karena kesadaran untuk menikah di usia ideal naik dan adanya kecemasan di kalangan generasi muda dalam menghadapi masa depan rumah tangganya.
Semarak.co – Wihaji saat jadi pembicara di Garuda TV menyatakan, data laporan Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, angka pernikahan terus turun. Tercatat pada 2023 sebanyak 1.577.255 pernikahan, turun 128.093 dibanding 2022 sebanyak 1.705.348.
“Ada kesadaran menikah di usia ideal 21 tahun pada perempuan dan 25 tahun pada laki-laki, khususnya di masyarakat perkotaan. Namun, bagi yang cemas, lebih pada kecemasan masa depan rumah tangganya kelak,” ujarnya, dirilis humas melalui WAGroup Jurnalis Kemendukbangga/BKKBN, Jum’at (9/5/2025).
Ia mengatakan, salah satu fungsi Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN adalah memitigasi fenomena ini. Selain juga menjaga pertumbuhan penduduk agar tetap tumbuh seimbang.
Saat ini, rata-rata anak yang akan dilahirkan telah mencapai angka ideal 2,18 ( Sensus Penduduk dan Long Form SP2020 BPS). “Di dalam mitigasi tersebut termasuk di dalamnya ada aplikasi Elektronik Siap Nikah Siap Hami (Elsimil) sebagai bagian dari edukasi,” ujarnya.
Wihaji menegaskan bahwa negara akan selalu hadir melalui Kemendukbangga/BKKBN dalam urusan kependudukan dan pembangunan keluarga. Di antaranya difokuskan pada lima program quick wins kementerian yang berlandaskan siklus kehidupan manusia.
Lima quick wins tersebut adalah Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting), Taman Asuh Sayang Anak (Tamasya), Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI), Lansia Berdaya, dan AI SuperApps ‘Keluarga Indonesia’.
Peran Ayah
Sekretaris Kemendukbangga/Sekretaris Utama BKKBN Budi Setiyono menyatakan, seorang ayah bukan hanya pencari nafkah, tapi juga pemimpin keluarga, pelindung, pembimbing, dan sumber nilai-nilai kehidupan.
Karena itu, ayah sangat berperan dalam membangun masa depan keluarga, masyarakat, bahkan bangsa. Sayangnya, peran ayah sering kali direduksi hanya sebatas pemberi uang bulanan. Padahal, anak-anak tidak hanya butuh materi. Mereka butuh kehadiran, keteladanan, dan kasih sayang.
Menurut Prof Budi, sapaannya, ayah adalah pilar keluarga, menjadi sekolah pertama bagi anak lelaki tentang bagaimana menjadi laki-laki sejati. Ayah juga adalah cinta pertama bagi anak perempuan yang kelak akan menjadi referensinya dalam mencari pasangan hidup.
Dewasa ini dunia sudah berubah. Lantaran itu, dia menilai peran ayah juga harus berubah. Teknologi berkembang pesat, nilai-nilai moral diuji setiap hari, dan peran orang tua pun semakin kompleks.
“Kita tak bisa lagi menjadi ayah seperti zaman dulu: diam, otoriter, jarang bicara. Dunia anak-anak kita sudah berbeda. Dan kalau kita tidak ikut berubah, maka kita akan kehilangan mereka,”urai Prof. Budi mengingatkan.
Prof. Budi mengatakan, ayah teladan di zaman ini adalah ayah yang hadir secara emosional, mau mendengar, mau belajar, bahkan mau meminta maaf kalau melakukan kesalahan. Diingatkan juga agar seorang ayah tidak perlu malu menunjukkan kasih sayang.
Dewasa ini, dalam pandangan Prof. Budi, banyak ayah yang hadir secara fisik, tapi kosong secara emosional. Mereka ada di rumah, tapi pikiran dan jiwanya jauh. Sibuk dengan gawai, pekerjaan, atau urusan lainnya. Sementara anak-anak hanya menunggu perhatian.
Penelitian menunjukkan waktu berkualitas ayah dan anak sangat mempengaruhi kepercayaan diri, prestasi akademis, dan stabilitas emosi anak. Tidak perlu mahal. Cukup 20 menit sehari: bermain, ngobrol, makan bersama, atau membaca cerita. Tapi lakukan dengan hadir penuh, tanpa distraksi.
“Mungkin ada di antara kita yang merasa terlambat. Anak-anak sudah remaja, atau bahkan sudah dewasa. Kita merasa gagal. Tapi ketahuilah, tidak ada kata terlambat untuk berubah. Kita tidak dituntut untuk menjadi sempurna, tapi kita dituntut untuk terus belajar,” katanya.
“Minta maaf jika perlu. Peluk mereka. Bangun kembali hubungan yang mungkin sempat retak. Karena setiap langkah kecil yang kita ambil menuju perbaikan, akan berdampak besar pada hati anak-anak kita,” ujar Prof. Budi.