Pondasi dari pembangunan di desa harus didasarkan pada kebutuhan yang bermuara pada kesejahteraan masyarakat. Setiap rupiah dana desa yang dikeluarkan tidak lagi boleh hanya berdasarkan kepentingan elite atau petinggi desa tanpa adanya perencanaan yang dilakukan bersama warga.
semarak.co-Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengatakan, sebelum adanya SDGs Desa sebagai acuan, perencanaan pembangunan di desa hanya didasarkan pada keinginan elite di desa.
Ironinya, lanjut Mendes PDTT Halim, keinginan itu sama sekali tidak menyentuh persoalan di desa yang harusnya diselesaikan. Jadi semuanya berkeinginan masing-masing. Akhirnya Mendes PDTT Halim berkesimpulan, dana desa yang sudah berjalan sekian tahun itu menghasilkan satu potret yang menggelikan.
“Kenapa menggelikan? Karena pembangunan jalannya itu terputus-putus. Kok bisa terputus? Di depan (rumah) kepala desa diatur 100 meter, kemudian depan rumahnya ketua BPD diatur lagi 75 meter. Depan masjid diatur lagi 100 meter, depannya tokoh adat diatur lagi,” kata Mendes PDTT Halim di Surabaya, Sabtu (26/3/2022).
Pembangunan yang parsial dan tidak adil ini membuat anggaran dana desa yang begitu besar tidak akan bisa optimal dalam menopang produktivitas masyarakat. Kejadian seperti ini bisa terjadi karena perencanaan pembangunan desa di bangun di atas keinginan, bukan di bangun di atas permasalahan.
Mantan ketua DPRD Jawa Timur itu menceritakan saat awal-awal ia ditunjuk menjadi menteri. Gus Halim mengundang 10 kepala desa (kades) dan menanyakan tentang rencana ke depan di desa masing-masing. Dari 10 kades tersebut, jawabannya berbeda-beda dan dinilainya sangat konseptual serta tidak konkret menyentuh persoalan desa.
“Saya waktu awal jadi menteri itu bingung. Bingung itu karena ketika saya tanya kepala desa. Pak Kades, desa ini mau sampean bawa ke mana? Tanya 10 desa itu jawabannya 10 macam,” papar Gus Halim, sapaan akrab Mendes PDTT Halim dirilis humas melalui WAGroup Rilis Kemendes PDTT, Sabtu petang (16/3/2022).
Tak hanya bertanya kepada kades, Gus Halim juga bertanya ke warga desa dan menemukan bahwa masyarakat juga tidak tahu menahu terkait perencanaan pembangunan desa. Jika warga desa tidak tahu arah pembangunan di desanya, maka bisa dipastikan pengawasan terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring evaluasi pembangunan tidak akan bisa efektif.
Atas dasar itu, Gus Halim lantas memberikan arah kebijakan pembangunan desa, yang disebut SDGs Desa. Ini upaya terpadu yang diturunkan dari tujuan pembangunan global yang dirumuskan PBB dengan 193 negara, yang disebut SDGs atau tujuan pembangunan berkelanjutan.
SDGs global tersebut kemudian diturunkan dalam Perpres 59 Tahun 2017 tentang Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Arah kebijakan pembangunan desa, SDGs Desa memiliki 18 tujuan, Yakni, Desa Tanpa Kemiskinan, Desa Tanpa Kelaparan, Desa Sehat dan Sejahtera, Pendidikan Desa Berkualitas.
Selanjutnya Keterlibatan Perempuan Desa, Desa Layak Air Bersih dan Sanitasi, Desa Berenergi Bersih dan Terbarukan, Pertumbuhan Ekonomi Desa Merata, Infrastruktur dan Inovasi Desa Sesuai Kebutuhan, Desa Tanpa Kesenjangan, Kawasan Permukiman Desa Aman dan Nyaman, Konsumsi dan Produksi Desa Sadar Lingkungan.
Berikutnya Desa Tanggap Perubahan Iklim, Desa Peduli Lingkungan Laut, Desa Peduli Lingkungan Darat, Desa Damai Berkeadilan, Kemitraan untuk Pembangunan Desa, serta Kelembagaan Desa Dinamis dan Budaya Desa Adaptif.
Sebelumnya Gus Halim menyebut pembangunan di desa tidak bisa dilakukan secara serampangan tanpa data kuat berdasarkan kebutuhan masyarakat. Semua pembangunan yang dilakukan juga tidak boleh tercerabut dari akar budaya masyarakat setempat sebagaimana tujuan ke-18 dari SDGs Desa.
Tujuan ke-18 dalam SDGs Desa adalah Kelembagaan Desa Dinamis dan Budaya Desa Adaptif. Menurutnya, tujuan tersebut penting untuk dilakukan dalam merancang pembangunan di desa. “Kenapa harus ada tujuan yang ke-18, berbeda dengan SDGs yang dirumuskan PBB? Karena saya tidak ingin pembangunan desa di Indonesia tidak bertumpu pada akar budaya masyarakat desa,” kata Mendes di Surabaya, Sabtu (26/3/2022).
Pembangunan di desa tidak boleh didasarkan hanya pada keinginan elite desa. Atas dasar itu, Mendes PDTT Halim kemudian mengambil arah kebijakan pembangunan global yang dirumuskan PBB dengan 193 negara, yang disebut SDGs.
SDGs global tersebut kemudian diturunkan ke Perpres 59 Tahun 2017 dengan judul percepatan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. “Saya landingkan lagi ke desa. Jadi dari PBB, ke Indonesia, saya turunkan lagi ke desa. Dari PBB ada 17 tujuan kemudian di Indonesia jadi Perpres dengan 17 tujuan,” tutur Mendes Halim.
Dilanjutkan Mendes Halim, “Saya turunkan ke desa bukan 17 tapi 18 tujuan. Konkret, operasional. Jadi jelas, desa mau dibawa ke mana. Ada 18 tujuan dituangkan dalam SDGs Desa. Yakni, Desa Tanpa Kemiskinan, Desa Tanpa Kelaparan, Desa Sehat dan Sejahtera, Pendidikan Desa Berkualitas, Keterlibatan Perempuan Desa.”
“Desa Layak Air Bersih dan Sanitasi, Desa Berenergi Bersih dan Terbarukan, Pertumbuhan Ekonomi Desa Merata, Infrastruktur dan Inovasi Desa Sesuai Kebutuhan, Desa Tanpa Kesenjangan, Kawasan Permukiman Desa Aman dan Nyaman,” lanjut dia.
Konsumsi dan Produksi Desa Sadar Lingkungan, masih rinci Mendes Halim, Desa Tanggap Perubahan Iklim, Desa Peduli Lingkungan Laut, Desa Peduli Lingkungan Darat, Desa Damai Berkeadilan, Kemitraan untuk Pembangunan Desa, serta Kelembagaan Desa Dinamis dan Budaya Desa Adaptif.
“SDGs Desa dengan 18 poin itu kemudian disempurnakan dengan 222 indikator yang selanjutnya menjadi acuan menentukan arah pembangunan di desa. SDGs Desa ini telah dipuji PBB, NGO Internasional hingga pejabat daerah sebagai konsep out of the box,” tutupnya. (rif/smr)