Peneliti di Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syarifah Aini Dalimunthe menganggap penting jargon atau istilah ilmiah terkait upaya pencegahan penyebaran virus corona jenis baru penyebab Covid-19 diterjemahkan dalam bahasa rakyat di kehidupan sehari-hari sehingga mudah dipahami dan dipraktikkan masyarakat.
semarak.co– “Menerjemahkan jargon ilmiah ke dalam pemahaman publik adalah hal yang penting,” kata Syarifah dalam seminar virtual bertajuk “Managing Covid-19 Pandemic: Experiences from Japan and Lesson Learned for Indonesia”, di Jakarta, Jumat (24/7/2020).
Mahasiswa S3 di Universitas Nagoya di Jepang itu mengatakan istilah social distancing (jaga jarak sosial) di Jepang diterjemahkan dengan menghindari 3C, yakni tempat tertutup (closed spaces), tempat ramai orang atau penuh sesak (crowded places) dan kondisi yang menyebabkan kontak dekat (close-contact settings) seperti percakapan jarak dekat.
Dengan menerapkan strategi menghindari 3C itu, kata dia, maka masyarakat mudah untuk memahami dan mempraktikkan menjaga jarak dalam kehidupan mereka. Meskipun tidak bersentuhan, katanya, tapi melakukan percakapan jarak dekat juga sama saja tidak mengaplikasikan upaya menjaga jarak yang benar.
Karena itu, dia menyarankan agar menjaga jarak diterjemahkan sesuai dengan pemahaman publik di masing-masing negara. Syarifah mengatakan risiko terjadinya kluster baru penularan Covid-19 sangat tinggi ketika 3C terjadi tumpang tindih.
Sementara itu, di seminar itu guru besar di Universitas Kanazawa, Jepang Prof Atsuro Tsutsumi mengatakan bahwa untuk Indonesia, bisa dengan melakukan pembatasan mobilitas antarpulau atau wilayah untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Menurut dia menerjemahkan istilah ilmiah terkait upaya penanggulangan Covid-19 seperti istilah social distancing dan physical distancing ke dalam bahasa kehidupan sehari-hari juga menjadi penting untuk membuat masyarakat mudah memahami dan melakukannya. (net/smr)