Oleh Mustolih Siradj *
semarak.co-Hari ini akhirnya pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Agama resmi mengambil langkah berani dengan menyatakan tidak memberangkatkan misi haji ke tanah suci dengan pertimbangan utama menjaga kesehatan dan keselamatan calon jemaah haji dari ancaman terpapar virus Covid-19 yang masih belum kunjung reda baik di tanah air, negara tujuan maupun yang masih melanda dunia.
Atas keputusan tersebut Komnas Haji dan Umrah memberikan apresiasi, karena Pemerintah menempatkan keselamatan calon jemaah di atas segala-galanya. Terlebih pengumuman penting ini disampaikan dengan mengajak beberapa pihak penting yang sangat terkait seperti DPR, BPKH dan ormas islam berpengaruh semacam NU dan MUI.
Ini berbeda dengan pengumuman pembatalan haji pada tahun sebelumnya yang dilakukan tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan pihak parlemen sehingga sempat menimbulkan sedikit ketegangan.
Namun demikian, keputusan ini tentu saja menjadi berita yang kurang menggembirakan bagi masyarakat, khususnya mereka yang terdaftar pemberangkatan dan telah lama menanti karena harus dua kali berturut-turut harus menerima keputusan semacam ini.
Dengan kenyataan ini maka tentu harapan pergi ke tanah suci menunaikan rukun Islam yang ke lima kembali harus tertunda. Konsekwensi berikutnya, daftar tunggu haji semakin panjang. Ini akan menjadi persoalan tersendiri dan serius bila tidak ditangani dengan baik.
Harus dipahami bahwa kebijakan memberangkatkan misi haji tidak bisa dilakukan oleh pemerintah sendiri, akan tetapi pemerintah RI justeru tergantung pada kebijakan negara lain dalam hal ini Arab Saudi sebagai negara tujuan dan tuan rumah.
Maka manakala pemerintah Saudi tidak kunjung memberikan kejelasan tentang kuota dan akses persiapan haji serta berbagai keperluan mendasar lainnya, sudah tepat bila pemerintah disini mengambil langkah karena publik butuh kepastian.
Keputusan ini juga menjadi sinyal kuat pemerintah RI sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia di kancah dunia internasional sebagi negara yang berdaulat penuh sehingga memiliki independensi, bisa berpijak dan mengambil keputusan atas kehendaknya sendiri demi kepentingan dan keselamatan rakyatnya tanpa harus bergantung terhadap negara lain.
Pemerintah Arab Saudi juga mesti menghargai dan menghormati kebijakan ini. Di masa normal, penyelenggaraan ibadah haji Indonesia adalah kegiatan mega kolosal yang melibatkan ratusan ribu orang dan biaya super jumbo kurang lebih Rp14 triliun per musim sehingga butuh persiapan yang sangat matang.
Disisi lain, penyelenggaraan haji yang melibatka lintas kementerian, lembaga dan sektor di dalamnya tentu saja ada banyak kepentingan, termasuk kepentingan ekonomi. Maka wajar bila nanti ada pihak-pihak yang tidak sepemikiran dengan kebijakan pemerintah ini.
Namun begitu, Komnas Haji memberikan catatan. Pengumuman pembatalan haji tahun lalu dan tahun sekarang didasarkan pada Keputusan Menteri Agama (KMA). Seharusnya payung dan landasan hukum yang digunakan adalah berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres).
Karena kebijakan ini menyangkut persoalan yang sangat strategis termasuk antar negara. Sebagai analogi pengangkatan Amirul Hajj selaku pemimpin misi haji nasional yang diatur Pasal 29 dan penetapan Biaya Penyelenggraan Ibadah Haji (BPIH) pada pasal 48 dalam undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah kewenangannya ditetapkan oleh Presiden.
Maka sudah seharusnya bila pembatalan haji juga menggunakan dasar yuridis Keputusan Presiden (Keppres) bukan diserahkan pada level Keputusan Menteri Agama (KMA) yang cakupan wewenangnya mengatur hal sangat teknis.
*) Ketua Komnas Haji & Umrah