Kolaborasi Kemenkes, KPK, BPKP, dan BPJS Kesehatan dalam Pencegahan dan Penanganan Fraud

Ilustrasi petugas melayani peserta BPJS Kesehatan tanpa tatap muka di mana pemerintah sudah menetapkan setiap urusan tanah, seperti jual beli diwajibkan memiliki Kartu BPJS Kesehatan. Foto: internet

Babadan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berkomitmen mengedepankan kehati-hatian dan akuntabilitas khususnya dalam pengelolaan klaim layanan kesehatan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sesuai dengan amanah perundangan. Demikian Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Lily Kresnowati di Gedung KPK Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (24/7/2024).

semarak.co-Untuk menjaga pengelolaan klaim dari potensi kecurangan, sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Kecurangan (Fraud) serta Pengenaan Sanksi Administrasi terhadap Kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan.

Bacaan Lainnya

Juga telah dibentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional (PK-JKN) baik di tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten/kota. Ekosistem anti fraud dalam Program JKN ini terus dibangun sebagai upaya bersama menciptakan Program JKN yang bebas dari kecurangan.

Tim PK-JKN ini terdiri dari berbagai unsur mulai dari Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan BPJS Kesehatan. Tim PK-JKN juga dibentuk di tingkat provinsi, kabupaten/kota.

Tugas dari Tim PK-JKN adalah menyosialisasikan regulasi dan budaya yang berorientasi pada kendali mutu dan kendali biaya; meningkatkan budaya pencegahan kecurangan (fraud), mendorong pelaksanaan tata kelola organisasi dan/atau tata kelola klinis yang baik,

Selanjutnya elakukan upaya deteksi dan penyelesaian kecurangan (fraud), monitoring dan evaluasi, serta pelaporan. Pada tahun 2023, total biaya pelayanan kesehatan mencapai Rp158 triliun,” papar Lily dirilis humas usai acara melalui pesan elektronik redaksi semarak.co, Jumat (26/7/2024).

Dilanjutkan LilY, “Untuk menjaga agar dana amanat peserta dikelola dengan baik, tentu membutuhkan komitmen semua pihak terutama fasilitas kesehatan untuk dapat mengajukan klaim secara baik dan benar sesuai dengan layanan kesehatan yang diberikan kepada peserta.”

Lily menjabarkan bahwa BPJS Kesehatan memiliki beberapa layer dalam memastikan proses pengelolaan klaim sesuai dengan tata kelola yang berlaku. Pengelolaan tidak berhenti di area verifikasi namun juga di tahapan setelah pembayaran melalui verifikasi pasca-klaim (VPK) dan audit administrasi klaim (AAK).

Pengelolaan klaim berlapis dilakukan sebagai langkah optimal dalam memastikan pembiayaan telah tepat dibayarkan FKRTL/rumah sakit. Proses verifikasi klaim dimulai ketika FKRTL telah mengajukan klaim kolektif kepada BPJS Kesehatan secara periodik dan lengkap yang disertai dengan Surat Tanggung Jawab Mutlak dari fasilitas kesehatan.

“Dokumen ini merupakan pernyataan tanggung jawab penuh atas pengajuan klaim biaya pelayanan kesehatan. Selanjutnya BPJS Kesehatan mengeluarkan berita acara kelengkapan berkas klaim paling lambat 10 hari sejak klaim diajukan FKRTL dan diterima BPJS Kesehatan,” tutur Lily.

“Apabila BPJS Kesehatan tidak mengeluarkan berita acara kelengkapan berkas klaim dalam waktu sepuluh hari kalender, maka berkas klaim dinyatakan lengkap dan proses verififikasi sudah berjalan,” imbuh Lily.

BPJS Kesehatan wajib melakukan pembayaran kepada FKRTL berdasarkan klaim yang diajukan dan telah diverifikasi paling lambat 15 (lima belas) hari sejak diterbitkannya berita acara kelengkapan berkas klaim. Selanjutnya output hasil verifikasi disampaikan kepada fasilitas kesehatan melalui sistem informasi.

“BPJS Kesehatan akan membayar klaim berstatus layak. Pada 2023, rata-rata pembayaran klaim tahun 2023 adalah 11,5 hari kerja untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan 13,7 hari kalender untuk FKRTL, lebih cepat daripada ketentuan yang berlaku,” imbuhnya.

Kesempatan sama, Direktur Kepatuhan dan Hubungan AntarLembaga BPJS Kesehatan Mundiharno mengapresiasi kinerja dan kolaborasi Tim PK-JKN yang selalu berkomitmen dalam turut serta mengelola dana amanat peserta Program JKN.

“Kita terus bersama-sama Kementerian Kesehatan, KPK, BPKP dan seluruh stakeholder dalam Tim PK-JKN tingkat provinsi, kabupaten/kota untuk menjalankan mandatori dari regulasi yang berlaku untuk menjaga dana publik ini,” kata Mundiharno.

Kita meyakini bahwa dana ini memberikan kemanfaatan yang besar bagi peserta untuk memperoleh akses layanan kesehatan. Selain membangun ekosistem anti kecurangan melalui kolaborasi bersama Tim PK-JKN, BPJS Kesehatan juga bersungguh-sungguh melakukan kegiatan pencegahan.

“Dan penanganan kecurangan dengan menerbitkan kebijakan tentang tata kelola pencegahan dan pendeteksian fraud, pengembangan tools investigasi, penguatan kompetensi SDM, serta penguatan sistem informasi,” ungkap dia lagi.

“Dalam kesempatan ini, kami mengajak semua pihak untuk memperkuat sinergi dan komitmen dalam mewujudkan pengelolaan Program JKN yang bersih dari segala tindak kecurangan,” demikian Mundiharno menambahkan.

Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan mengatakan, pihaknya bersama Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan membentuk Tim PK  JKN untuk memastikan fraud di Indonesia ditangani secara serius.

“Kita lihat Obama Care di Amerika, 3-10% klaimnya terindikasi ada fraud. Di sana, jika terbukti fraud bisa langsung dipidana. Di Indonesia belum seperti itu. Maka dari itu, langkah ini kita lakukan supaya ada efek jera. Fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan kita ingatkan agar jangan melakukan fraud seperti klaim fiktif atau manipulasi klaim,” tegasnya.

Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan RI, Murti Utami menambahkan bahwa Tim PK JKN bekerja secara bertahap. Menurutnya, sejak tahun 2019, hampir semua provinsi di Indonesia sudah memiliki Tim PK JKN.

Ia mengungkapkan bahwa pihaknya bersama BPJS Kesehatan dan KPK turun langsung ke lapangan untuk menginvestigasi dan memverifikasi ulang data-data terkait. Terkait pelaku fraud, sanksinya sudah diatur di Permenkes Nomor 16 Tahun 2019.

“Tidak hanya fasilitas kesehatan yang dikenakan sanksi, individu pelakunya pun akan dikenakan sanksi. Rekam jejaknya akan dicatat dalam sistem kami, akan ada pembekuan kredit poin hingga pencabutan izin praktik pelaku fraud tersebut,” katanya.

Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi Agustina Arumsari menjelaskan, pihaknya akan mengikuti proses dan ketentuan yang berlaku dalam menyikapi penanganan fraud yang terjadi dalam Program JKN.

Terlebih, sambung Agustina, dana peserta JKN merupakan keuangan negara yang harus dijaga bersama. “Kami mendukung upaya untuk menjaga Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku,” imbuhnya.

“Terkait kerugian yang terjadi akibat fraud, kami sudah berulang kali mengingatkan stakeholder bahwa ada undang-undang yang menegaskan jika tindakan yang menyebabkan kerugian keuangan negara akan dibawa ke ranah pidana,” demikian Agustina menutup.

Saat dikonfirmasi soal adanya media yang memberitakan dengan judul KPK Bongkar Akal-akalan BPJS di Rumah Sakit: Ada 3.000 Tagihan Fiktif hingga Mark Up Operasi Katarak, Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan Ali Ghufron menganggap tidak masalah.

“Kebanyakan dokter dan rumah sakit profesional dan bagus, tapi memangg ada rumah sakit yang melakukan Fraud. Jadi agar judul berita tidak missleading perlu yang benar, terutama untuk orang yang hanya baca judulnya saja. Padahal Kemenkes, BPJS Kesehatan dan KPK bekerja sama untuk menyelesaikan Fraud,” ujar Ali Ghufron mengklarifikasi. (smr)

Pos terkait