Khawatir Pasal Selundupan, Muhammadiyah Tolak Keras RUU Omnibus Law

Konferensi pers pernyataan sikap Muhammadiyah dan masyarakat sipil soal RUU Cipta Lapangan Kerja Omnibus Law di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (28/1/2020). Foto: internet

Organisasi umat Islam terbesar Muhammadiyah menolak keras RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja jika dirancang sebagai sarana liberalisasi sumber daya alam (SDA) dan memuluskan kepentingan segelintir investor.

semarak.co -Ketua Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Trisno Raharjo mengatakan, terdapat indikasi bahwa RUU tentang Omnibus Law itu bertentangan dengan kedaulatan rakyat dan sila kelima Pancasila.

Bacaan Lainnya

“Menolak keras jika RUU Omnibus Law CILAKA didesain untuk kelancaran agenda liberalisasi sumber daya alam negara dan menguntungkan kepentingan ekonomi segelintir pemodal,” kata Trisno dalam jumpa persnya di Jakarta, Selasa (28/1/2020).

Ketua bidang Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas mengatakan hingga saat ini pembahasan Omnibus Law tidak terbuka sebagaimana naskah akademik draft regulasi tersebut tidak dibuka kepada publik.

“Sampai sekarang semua yang hadir di sini tadi tidak menemukan naskah akademik,” kata Busyro merujuk pada hadirin konferensi pers yang terdiri dari unsur masyarakat sipil.

Di antara perwakilan yang hadir adalah unsur PP Muhammadiyah, Walhi, Indonesia Corruption Watch (ICW), Aliansi Masyarakat Nusantara, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia dan elemen terkait lainnya.

Dia mengatakan hingga saat ini belum mendapatkan keterangan soal naskah akademik RUU tentang Omnibus Law meski sudah meminta ke pemerintah. Dalam pernyataan resminya, Kemenko Perekonomian sebagai unsur utama RUU CILAKA juga tidak secara transparan membuka naskah akademiknya.

“Kami khawatir terdapat pasal selundupan dalam RUU Cipta Lapangan Kerja Omnibus Law karena naskah akademik rancangan undang-undang tersebut tidak diketahui publik. Sangat mungkin dalam situasi yang tidak fair, ini sesuatu yang tertutup sangat memungkinkan terjadi pasal atau ayat selundupan,” kata Busyro.

Dia mencontohkan pasal selundupan pernah masuk dalam UU Pertembakauan, begitu juga dengan regulasi lain. Untuk itu, dia mendorong agar pemerintah terbuka dengan RUU tentang Omnibus Law, khususnya soal naskah akademik RUU Cilaka.

Mantan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu mengatakan jika naskah akademik RUU Cilaka tidak terbuka, maka pasal selundupan sangat mungkin besar masuk.

Menurut dia, terdapat kekhawatiran publik jika naskah akademik Omnibus Law tidak terbuka maka memudahkan liberalisasi sumber daya alam dan memuluskan kepentingan segelintir investor.

“Ada kekhawatiran cukup mendalam memberikan perlindungan kepada investor asing dalam rangka liberalisasi tata kelola perekonomian, termasuk tata kelola sumber daya alam,” katanya.

Seiring belum adanya naskah akademik RUU Cilaka, Busyro mendesak pemerintah untuk menghentikan terlebih dahulu pembahasan Omnibus Law sampai naskah akademiknya dibuka secara transparan kepada publik.

“Sebaiknya pemerintah stop dulu rencana berambisi untuk menyelesaikan ini, kemudian tempuh prosedur yang demokratis. Hargai demokrasi dengan libatkan rakyat dan masyarakat sipil,” kata dia meminta pelibatan publik dalam RUU Cilaka. (net/lin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *