Oleh DR Agung Sudjatmoko
semarak.co– Efek pencitraan dan pemaksaan janji kampanye di Jabar khususnya terkait sekolah gratis menuai persoalan. Biaya pendidikan yang tidak murah untuk menjamin mutu dipersimpangan jalan.
Subsidi biaya operasional pendidikan daerah (BOPD) di jabar plus BOP Pusat dirasakan tidak cukup oleh satuan pendidikan SMA. Kepala sekolah masih harus memutar otak keras untuk mencari jalan keluar atas kebijakan tersebut. Pilihan pertama adalah partisipasi dari orang tua siswa.
Namun dengan statemen gubernur sekolah SMA gratis tidak mudak itu di wujudkan oleh kepala sekolah, karena mengandung konsekuensi 1) orang tua bisa menolah jika diminta sumbangan pendidikan 2) kepala sekolah disalahkan oleh lsm atau pers, sehingga akan menjadi masalah tersendiri bagi sekolah,
3) menbiayai pemenuhan sarana prasarana dan operasional lain sekolah spt biaya perawatan ac, wifi, bahan lab, honor guru dan honor lain yg tidak ditanggung negara spt jawaban wakasek, wali kelas, dll, 4) kegiatan ekstrakurikuler utk prestasi siswa dan 5) tambahan honor guru honorer yang masih jauh dari UMR.
Merupakan beban sekolah riil yang harus dihadapi oleh kepala sekolah. Belum lagi jika pungutan dilakukan di sekolah bisa menimbulkan efek hukum jika tidak ada peraturan yang menjadi dasar pijaknya. Alih-alih niat untuk menigkatkan mutu pendidikan di sekolah bisa menjadi masalah hukum bagi kepala sekolah.
Langkah taktis strategis telah dilakukan oleh MKKS di Kota Bekasi yang di dukung oleh FKKS (Forum Kominukasi Komite Sekolah) untuk mendapatkan dukungan dari kejaksaan, kepolisian dan ombusdmen menjadi bagian penting karena dapat melindungi kebijakan dukungan biaya operasional sekolah dari orang tua atau masyarakat.
Langkah ini tidak mudah, karena para pihak pasti akan mengkaji legal standing yang ada dan kebutuhan operasional sekolah untuk menjamin pendidikan yang bermutu. Ini harus di tempuh oleh MKKS dengan dukungan MKKS agar operasional sekolah berjalan sembari lambatnya pergub tentang pembiayaan sekolah gratis yang diberlakukan.
Mutu dan Biaya Pendidikan
Berbicara mutu pendidikan berkorelasi kuat dengan ketersediaan sarana prasarana pendidikan. Ketersediaan tersebut harus ditunjang dengan anggaran yang cukup. Kita sadar bahwa negara masih mempunyai keterbatasan anggaran. Seharusnya tidak perlu pencitraan politik dari pejabat publik untuk menggratiskan pendidikan.
Pendidikan sebagai amanah konsitusi mewujudkan tujuan nasional untuk mencerdaskan bangsa tidak mempunyai korelasi dengan pencitraan. Elektabilitas dan citra pejabat publik sudah cukup baik jika mengatakan pemerintah akan memberikan subsidi pendidikan di SMA sehingga mengurangi biaya yang dikeluarkan oleh orang tua sudah cukup baik dan positif.
Karena sesungguhkan orang tua sadar bahwa pendidikan bermutu membutuhkan biaya yang besar. Amanah UU nomor 20 tahun 2003 mengamanahkan tanggung jawab pendidikan adalah pemerintah dan masyarakat. UU ini sebagai realisasi dari pasal 31 UUD 1945.
Juga memberikan pesan kuat bahwa pendidikan tanggung jawab bersama negara dan masyarakat dengan segala konsekuensinya. Penerintah pusat juga sudah membuat PP no 48 tahun 200i tentang pendanaan pendidikan yang juga menegaskan bahwa pembiayaan pendidikan berasal dari pemerintah dan masyarakat.
Jadi tidak ada salah jika setiap satuan pendidikan sesuai dengan RKAS untuk memenuhi biaya operasional pendidikannya yang berasal dari masyarakat. Untuk itu maka sekolah bersama komite sekolah dapat melakukan upaya-upaya objektif berkomunikasi dengan orang tua membahas dan mengambil keputusan besaran bantuan pendididkan orang tua ke sekolah.
Keputusan bersama tersebut dilakukan secara terbuka, transaparan dan penggunaanya dilakukan sesuai kebutuhan sekolab yang pertanggung jawabannya dilakukan secara tranparan, efektif, efisien dan akuntabel.
Komite sekolah yang bekeradaanya sangat kuat karena diatur oleh Permendikbud nomor 75 tahun 2016. Sebagai lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua, tokoh masyarakat yang peduli pendidikan menjadi mitra straregis sekolah untun mencari solusi atas pembiayaan pendidikan di sekolah untuk pelayanan pendidikan yang bermutu.
Jadi kesimpulanya menunggu pergub atau jalan dengan dasar peraturan diatasnya? Pilihanya adalah jalan karena pendidikan bukan hanya diatur oleh pergub, tetapi ada UUD, UU, PP dan Permendikbud.
Inilah tantangan kita karena persoalan ini akan ada benturan kepentingan kekuasaan, jabatan, kondisi sosial ekonomi dan penjaminan mutu pendidikan di sekolah.
*) Ketua Komite Sekolah SMAN 12