Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memaparkan tiga strategi agar Indonesia terhindari dari resesi, yakni akselerasi eksekusi Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), kedua memperkuat konsumsi pemerintah, dan terakhir konsumsi masyarakat.
semarak.co– Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Adi Budiarso memaparkan, akselerasi eksekusi Program PEN dilakukan dengan mempercepat penyerapan dan ketepatan sasaran yang terus diperbaiki pada penyaluran berikutnya untuk program yang ada dan sudah memiliki alokasi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
Hingga 26 Agustus 2020, rinci Adi, realisasi penyerapan PEN mencapai Rp192,53 triliun atau 27,7% dari pagu anggaran mencapai Rp695,2 triliun. Sedangkan dari total pagu anggaran itu sebanyak Rp145,34 triliun belum masuk DIPA.
“isanya yakni sebesar Rp393,84 triliun sudah masuk DIPA, dan tanpa DIPA mencapai Rp156 triliun insentif perpajakan. Maka mengoptimalkan peran belanja pemerintah menjadi penting untuk menstimulasi roda ekonomi,” kata Adi di Komisi VI DPR RI, Jakarta, Senin (31/8/2020).
Kemudian program usulan baru yang tidak didukung data valid dan membutuhkan perubahan regulasi yang rumit dialihkan untuk penguatan program yang sudah ada.
Untuk memperkuat konsumsi pemerintah, lanjut dia, pemerintah mendorong penguatan belanja pegawai sebagai instrumen pendorong pertumbuhan. Di antaranya percepatan pencairan gaji ke-13.
Selain itu, lanjut dia, percepatan belanja barang untuk mendukung pola kerja baru seperti kerja dari rumah (WFH). Belanja barang yang sulit dicairkan direlokasi untuk mendukung digitalisasi birokrasi.
Sedangkan belanja modal yang sulit dieksekusi, lanjut dia, perlu realokasi untuk pencairan yang lebih cepat mendukung infrastruktur digitalisasi layanan publik dan relaksasi kebijakan pengadaan barang dan jasa.
Sementara itu untuk memperkuat konsumsi masyarakat, kata dia, dilakukan akselerasi belanja bantuan sosial (bansos) dengan modifikasi belanja perlindungan sosial di antaranya besaran dinaikkan, frekuensi ditambah, dan periode diperpanjang.
Kemudian dapat dilakukan melalui penambahan indeks program perlindungan sosial yang bisa dilaksanakan seperti Program Keluarga Harapan (PKH), sembako, hingga bansos tunai.
Adapun program perlindungan sosial yang saat ini sedang dilaksanakan pemerintah di antaranya Bantuan Presiden (Banpres) Produktif untuk pelaku usaha mikro sebesar Rp2,4 juta dengan target 12 juta pelaku usaha.
Selanjutnya subsidi gaji bagi pekerja dengan penghasilan di bawah Rp5 juta per bulan hingga subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) super mikro dengan total subdisi mencapai 19 persen.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan Indonesia masih punya kesempatan September 2020 ini. Kalau kita masih dalam posisi minus artinya kita masuk ke resesi.
Hal itu disampaikan Jokowi dalam rapat terbatas dengan tema Pengarahan Presiden Kepada Para Gubernur Menghadapi Pandemik Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional melalui video conference. Hadir langsung di Istana Kepresidenan Bogor Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
“Karena itu percepat belanja barang dan jasa, belanja modal, belanja bansos betul-betul disegerakan sehingga bisa meningkatkan konsumsi masyarakat dan meningkatkan ekonomi di daerah,” kata Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, pada Selasa (1/9/2020).
Untuk itu, Jokowi memerintahkan 34 gubernur untuk segera merealisasikan anggaran belanja barang dan jasa, modal dan bansos pada September 2020 untuk mencegah resesi.
“Kita tahu kuartal pertama 2020 kita masih tumbuh 2,97 persen tapi di kuartal kedua kita sudah posisi minus 5,3 persen untuk itu kuartal ketiga ini kita masih punya 1 bulan dari Juli, Agustus September untuk melakukan belanja,” tambah Presiden.
Data per 27 Agustus 2020, menurut Presiden Jokowi, rata-rata nasional untuk belanja APBD tingkat provinsi masih 44 persen sedangkan untuk belanja kabupaten dan kota mencapai 48,8 persen.
“Hati-hati mengenai ini, angka ini saya kira bisa kita lihat, belanja barang dan jasa realisasinya berapa, belanja modal berapa, belanja bansos berapa, dilihat Aceh realisasi barang dan jasa berapa, Sumatera Utara baru berapa persen, Bengkulu juga dilihat baru berapa persen,” ungkap Presiden.
Presiden juga menyebutkan sejumlah daerah yang anggaran belanjanya sudah terealisasikan lebih dari 50 persen. “Sumatera Barat sudah berada di atas 50 persen yaitu 52 persen,” paparnya.
Ditambahkan Jokowi, “Saya kira angka-angka ini betul-betul kita cermati, lalu DKI Jakarta belanja barang dan jasa sudah tinggi 70 persen, belanja modal juga 90 persen, yang lain ada yang masih di angka 10, 15 persen apalagi bansos masih 0 persen itu betul2 dilihat benar angka-angka ini.
Presiden pun menegaskan bahwa ia memantau setiap hari realisasi angka belanja per daerah. “Realisasi APBD seperti ini setiap hari saya ikuti di semua provinsi, kabupaten, kota karena kelihatan angka-angkanya tolong diperhatikan sehingga realisasi pengadaan barang dan jasa, belanja modal dan belanja bansos segera terealisasi,” ucapnya.
Presiden selanjutnya menampilkan data mengenai pertumbuhan ekonomi di setiap provinsi. “Ini provinsi yang tertinggi pertumbuhan ekonominya adalah Papua yaitu 4,25 persen, lalu Papua Barat 0,25 persen yang positif memang hanya Papua dan papua Barat,” ungkap Presiden.
Presiden Jokowi kemudian menunjukkan tiga provinsi dengan kontraksi pertumbuhan ekonomi tertinggi sepanjang 2020. “Kemudian yang kontraksinya terlalu besar yaitu Bali minus 10,98 persen karena ini memang turis dan wisatawan betul-betul sangat mendominasi ekonomi di Bali sehingga kelihatan sekali pertumbuhan ekonomi di Bali terkontraksi tajam,” kutipnya.
Selanjutnya DKI Jakarta minus 8,82 persen dan Daerah Istimewa Yogyakarta minus 6,74 persen, yang lain-lain berada pada posisi hampir seperti rata-rata nasional kita.
Presiden pun meminta sekali lagi agar para gubernur dapat segera merealisasikan APBD dalam empat bulan terakhir 2020. “Sekali lagi saya berharap agar terutama realisasi APBD ini betul-betul segera jadi konsentrasi harian para gubernur,” pintanya.
Presiden menambahkan, untuk mengingatkan bupati dan wali kota yang masih berada di posisi rendah baik untuk pengadaan barang dan jasa, belanja modal dan bansos untuk diingatkan bahwa itu sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi daerah dan menjaga konsumsi dan daya beli masyarakat. (net/smr)