Direktorat Penerbitan dan Fotografi Kemenekraf menggelar diskusi “Rekonstruksi Kebijakan PPh (Pajak Penghasilan) atas Royalti Penulis”, untuk memperkuat ekosistem literasi melalui pembahasan kebijakan perpajakan yang jadi perhatian penulis dan pelaku industri buku.
Semarak.co – Deputi Bidang Kreativitas Media Kementerian Ekraf Agustini Rahayu mengatakan, bahwa rekonstruksi kebijakan perpajakan untuk penulis merupakan langkah penting dalam memperkuat ekosistem industri literasi nasional.
“Penulis adalah fondasi utama perkembangan ilmu pengetahuan dan budaya. Karena itu, kebijakan yang menaungi mereka harus mampu memberikan rasa keadilan sekaligus untuk berkembang,” ujar Agustini secara daring, dirilis humas melalui WAGroup Kemenekraf Siaran, Minggu (30/11/2025).
Dan yang pasti kami ingin memastikan bahwa regulasi perpajakan dapat mendukung kreativitas, bukan menghambatnya. Sehingga penulis dapat berfokus pada penciptaan karya tanpa terbebani proses teknis yang rumit,”
Dalam diskusi ini berbagai pihak di industri literasi seperti penulis, penerbit, komunitas, hingga kementerian dan lembaga terkait dilibatkan untuk memberi masukan demi memperbaiki tata kelola PPh atas royalti penulis agar lebih sederhana.
Sebab kbijakan PPh atas royalti penulis saat ini masih menghadapi sejumlah tantangan, terutama terkait mekanisme pemotongan dan beban administrasi yang harus ditanggung para kreator karya tulis.
Dalam kebijakan yang berlaku, penghitungan PPh atas royalti dan penghasilan dari pekerjaan bebas menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). NPPN merupakan metode untuk menentukan besaran penghasilan bersih bagi wajib pajak pribadi yang menjalankan usaha atau profesi mandiri.
Guru Besar Bidang Ilmu Kebijakan Pajak Universitas Indonesia Prof. Dr. Haula Rosdiana, M.Si yang bergabung sebagai salah satu perumus kebijakan menekankan bahwa literasi memiliki dampak positif yang besar bagi masyarakat.
“Jika kita berbicara industri literasi, seharusnya prinsipnya adalah no tax on knowledge. Industri ini menghasilkan eksternalitas positif yang sangat besar, sehingga sudah selayaknya mendapatkan perlakuan perpajakan lebih sederhana, murah, dan tidak membebani penulis dengan beban administrasi yang berat,” ujarnya.
Asma Nadia, penulis dan perwakilan ekosistem perbukuan nasional, mengapresiasi konsistensi Kementerian Ekraf dalam memfasilitasi pembahasan rekonstruksi kebijakan PPh atas royalti penulis. Ia menambahkan bahwa perjuangan terkait masalah ini telah berlangsung lama.
“Sudah tujuh tahun isu ini bergulir, namun baru kali ini kami merasa pembahasannya dilakukan dengan begitu serius dan terarah. Hari ini merupakan salah satu dari sekian banyak kesempatan di mana kami dijembatani Kementerian Ekonomi Kreatif untuk memperjuangkan penyempurnaan kebijakan pajak bagi penulis,” ujarnya.
“Sebagai penulis, dan mewakili rekan-rekan lainnya, kami sangat merasakan betapa menantangnya bertahan dalam profesi ini. Karena itu, kami benar-benar berterima kasih atas kesungguhan pemerintah dalam mengupayakan perubahan,” tegasnya.
Direktur Penerbitan dan Fotografi Kemenekraf Iman Santoso menegaskan, proses penyusunan kebijakan PPh atas royalti penulis telah memasuki fase penting. Upaya penyederhanaan tetap menjadi prioritas tanpa mengorbankan prinsip keadilan dan memastikan kebijakan yang lahir tidak membebani, melainkan memberikan ruang untuk tumbuh.
“Target kami pada tahun ini adalah memastikan penyusunan naskah akademik dapat diselesaikan dengan baik. Tahun depan, prosesnya akan berlanjut menuju penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP),” ujarnya. (hms/smr)





