Senator asal Betawi Prof. H. Dailami Firdaus meminta Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mencabut surat edaran (SE) Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2024 tentang Panduan Penyelenggaraan Ibadah Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1445H/2024M.
semarak.co-Dalam surat edaran itu, Menag Yaqut meminta supaya penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadhan, dan tadarrus Al Quran menggunakan Pengeras Suara Dalam.
Dalam SE ini, nilai Prof. Dailami Firdaus, terkesan Menag Yaqut tidak memahami arti toleransi dan sikap saling menghormati bahkan cenderung dapat mengusik kerukunan dan toleransi beragama yang telah lama terbangun di masyarakat selama ini.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Daerah Pemilihan (Dapil) Provinsi DKI Jakarta Dailami mengatakan, toleransi dan sikap menghormati antarumat beragama sudah terbangun selama puluhan tahun dan selama itu juga tidak ada permasalahan mengenai pengeras suara dimasjid maupun mushola.
Bang Dai, sapaan akrab Prof. Dailami Firdaus menjelaskan, dalam pelaksanaan pengunaan pengeras suara sendiri semua sudah diatur waktunya dan tidak akan mengangu diwaktu waktu orang istirahat, tentunya pengurus masjid dan mushola sudah lebih memahami karakteristik daripada wilayahnya masing masing
“Dan harus diingat ini hanya berlangsung pada saat bulan suci ramadhan saja,” ujar Bang Dai dirilis yang dilansir melalui WAGroup Jurnalis Kemenag, Selasa (12/3/2024) yang kembali melenggang ke Senayan setelah berada di posisi ketiga besar perolehan suara di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Jadi hemat saya daripada mengurusi soal pengeras suara, Menag lebih bagus memberikan dan membuat kegiatan atau program yang dapat meningkatkan kualitas ibadah dibulan ramadhan ini,” imbuh Bang Dai yang Ketua Yayasan Perguruan Tinggi Islam As Syafiiyah (YAPTA).
Di bagian lain dalam rilis humas Kementerian Agama (Kemenag) menanggapi Gus Miftah saat ceramah di Bangsri, Sukodono, Sidoarjo, Jawa Timur, beberapa hari lalu, berbicara soal larangan menggunakan speaker saat tadarus Al-Quran di bulan Ramadan.
Dia lalu membandingkan penggunaan speaker itu dengan dangdutan yang disebutnya tidak dilarang bahkan hingga jam 01.00 dini hari pagi. Potongan video ceramah ini juga diunggah di sejumlah media sosial.
Juru Bicara Kemenag Anna Hasbie mengatakan, “Gus Miftah tampak asbun dan gagal paham terhadap surat edaran tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musalla. Karena asbun dan tidak paham, apa yang disampaikan juga serampangan, tidak tepat.”
“Sebagai penceramah, biar tidak asbun dan provokatif, baiknya Gus Miftah pahami dulu edarannya. Kalau nggak paham juga, bisa nanya agar mendapat penjelasan yang tepat,” sindir Anna dirilis humas Kemenag melalui WAGroup Jurnalis Kemenag, Senin (11/3/2024).
Apalagi membandingkannya dengan dangdutan, lanjut Anna, itu jelas tidak tepat dan salah kaprah. Menurut Anna, Kemenag pada 18 Februari 2022 menerbitkan Surat Edaran Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Edaran ini bertujuan mewujudkan ketenteraman, ketertiban, dan kenyamanan bersama dalam syiar di tengah masyarakat yang beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya. Edaran ini mengatur tentang penggunaan pengeras suara dalam dan pengeras suara luar.
Salah satu poin edaran tersebut mengatur agar penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan, baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarrus Al-Qur’an menggunakan Pengeras Suara Dalam.
“Edaran ini tidak melarang menggunakan pengeras suara. Silakan Tadarrus Al-Qur’an menggunakan pengeras suara untuk jalannya syiar. Untuk kenyamanan bersama, pengeras suara yang digunakan cukup menggunakan speaker dalam,” tegas Anna Hasbie.
Ini juga bukan edaran baru, sambung dia, sudah ada sejak 1978 dalam bentuk Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978. Di situ juga diatur bahwa saat Ramadan, siang dan malam hari, bacaan Al Quran menggunakan pengeras suara ke dalam.
Edaran ini dibuat tidak untuk membatasi syiar Ramadan. Giat tadarrus, tarawih, dan qiyamul-lail selama Ramadan sangat dianjurkan. Penggunaan pengeras suaranya saja yang diatur, justru agar suasana Ramadan menjadi lebih syahdu.
“Kalau suaranya terlalu keras, apalagi antarmasjid saling berdekatan, suaranya justru saling bertabrakan dan menjadi kurang syahdu. Kalau diatur, insya Allah menjadi lebih syahdu, lebih enak didengar, dan jika sifatnya ceramah atau kajian juga lebih mudah dipahami,” pungkas Anna. (smr)