Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi menyampaikan pandangannya tentang pentingnya mewaspadai paham ekstrem keagamaan yang mengarah pada penolakan radikal terhadap eksistensi NKRI, Pancasila, dan UUD 1945.
semarak.co– Pandangan itu disampaikan Menag dalam acara peluncuran aplikasi ASN No Radikal yang diselenggarakan Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB. Menurut Menag, penetrasi paham keagamaan esktrem itu bisa terjadi di mana saja, termasuk di rumah ibadah.
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Islam Kamaruddin Amin menjelaskan bahwa pernyataan Menag soal good looking itu hanya ilustrasi.
“Substansi yang harus ditangkap adalah perlunya kehati-hatian pengelola rumah ibadah, terutama yang ada di lingkungan pemerintah dan BUMN agar mengetahui betul rekam jejak pandangan keagamaan jemaahnya,” terang Kamaruddin dalam rilis Humas Kementerian Agama (Kemenag) melalui WA Group Jurnalis Kemenag, Jumat (4/9/2020).
Statemen Menag tidak sedang menuduh siapapun, lanjut Kamaruddin, Menag hanya mengilustrasikan tentang pentingnya memagari agar ASN (aparatur sipil negera) yang dipercaya mengelola rumah ibadah tidak memiliki pandangan keagamaan ekstrem bahkan radikal yang bertentangan dengan prinsip kebangsaan.
Menurutnya, statemen Menag tidak dalam konteks mengeneralisir. Sebab, pandangan itu disampaikan Menag dalam konteks seminar yang membahas Strategi Menangkal Radikalisme pada ASN. “Jadi pandangan Menag itu disampaikan terkait bahasan menangkal radikalisme di ASN,” lanjutnya.
Sebagai solusi, kata Kamaruddin, Menag lalu menawarkan agar pengurus rumah ibadah di instansi pemerintah dan BUMN direkrut dari pegawai yang dapat diketahui rekam jejaknya dengan baik.
Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir, terang dia, terus berupaya menangkal masuknya pemahaman keagamaan yang ekstrem dalam lingkungan ASN. Sebab, ASN harus menjadi teladan dalam hal cinta tanah air dan praktik beragama yang moderat.
Dijelaskan juga bahwa Kemenag akan membuka program penceramah bersertifikat. Tahun ini, ditargetkan 8.200 peserta. Program ini bersifat sukarela, sehingga tidak ada paksaan.
“Kemenag bersinergi dengan majelis agama, ormas keagamaan, BNPT, BPIP, dan Lemhanas. Penceramah akan dibekali wawasan kebangsaan, Pancasila dan moderasi beragama,” tandasnya.
Sebelumnya beredar surat terbuka dari Buya Anwar Abbas kepada Menag Fachrul Razi. Melalui surat terbuka ini Buya Anwar selaku pemerhati masalah sosial, ekonomi dan keagamaan menyarankan agar Menag berbicara tuntas dan lugas.
Buya Anwar mengatakan, Menag kalau berbicara ujung-ujungnya radikalisme dan yang kena ujung-ujungnya umat Islam. “Kita memang tidak setuju dengan radikalisme karena ujung-ujungnya tidak mengenakkan bagi banyak pihak terutama pihak tertentu,” kata Buya Anwar dalam surat terbukanya untuk Menag, Jumat (4/9/2020).
Tapi mestinya Menag juga mempersoalkan mengapa muncul radikalisme. Kalau menurut Menag tentu munculnya radikalisme karena kurikulum dan buku-buku ajar yang ada memuat hal tersebut atau karena banyak dai yang berpikiran demikian.
“Karena itu solusinya bagi Menag, yaitu ganti atau sempurnakan bukunya dan jangan lagi menghadirkan dai-dai serta penceramah yang bicaranya suka mengkritik rezim,” ujar Buya yang juga Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Sekjen MUI).
Apa yang dikritik dai-dai dan penceramah-penceramah tersebut, nilai dia, yaitu adanya ketidakadilan dan diskriminasi serta tidak tegaknya hukum di negeri ini. Karena hukum di negeri ini tajam ke bawah tumpul ke atas.
Selain itu banyak Undang-undang (UU) dan kebijakan yang dijadikan dasar oleh para pejabat untuk mencari rente dan berkolusi dengan para pemilik kapital untuk meraup keuntungan bagi dirinya dan kelompoknya.
“Sehingga kita lihat banyak sekali rakyat yang menjerit kesakitan karena perlakuan pihak aparat yang melakukan kekerasan dalam kehidupan masyarakat (KDKM),” ujar Buya Anwar.
Buya Anwar mengatakan, kalau ada suami atau istri yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), mereka bisa ditangkap, itu jelas hukum yang bagus. Tapi kalau ada pejabat, aparat dan pengusaha atau pemilik kapital yang melakukan KDKM berupa lisan atau fisik, maka siapa yang menindak.
“Nyaris tidak ada yang menindak bahkan kita melihat orang-orang yang telah melakukan tindak kekerasan tersebut tetap saja bebas dan duduk dengan pongahnya di singgasananya masing-masing dengan wajah tanpa merasa berdosa,” ujarnya.
Lalu para dai berteriak membela hak-hak rakyat yang tertindas tersebut. Kemudian mereka dianggap dan dicap sebagai provokator dan radikal. Kalau dilihat secara luas dan jernih apakah bisa dibenarkan mencap para dai sebagai provokator dan radikal, tentu tidak benar.
Karena itu, kata dia, kalau kita bicara radikalisme jangan hanya di ujung atau di muaranya saja tapi cari penyebabnya sampai kehulunya. Kita akan menemukan inti masalahnya yaitu adanya ketidakadilan, diskriminasi dan lain-lain sifat tercela,” kata Buya Anwar yang juga sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Buya Anwar mengatakan, kalau Menag mau memberantas radikalisme secara serius maka jangan hanya bicara di muaranya saja, tapi Menag harus bicara secara komprehensif dan totalitas. Selanjutnya membuat program untuk menghentikan segala bentuk ketidakadilan dan diskriminasi yang ada di negeri ini sampai ke akar-akarnya.
Kalau akar dari radikalisme itu tidak bisa dihilangkan, nilai dia, maka radikalisme yang tidak disukai itu tetap akan muncul. Sehingga menjadi pekerjaan yang sia-sia yang menghabiskan waktu, dana, dan tenaga karena menjadi pekerjaan yang tidak pernah usai.
“Karena itu kita mengimbau Menag agar mulai berani bicara tidak hanya tentang radikalisme saja tapi juga bicara tentang penyebab-penyebabnya di mana sumbunya adalah karena banyaknya praktek-praktek ketidakadilan dan diskriminasi serta perbuatan-perbuatan tidak terpuji lainnya yang harus kita setop dan hentikan,” ujarnya.
Ini, menurut Buya, perlu kita lakukan agar negeri ini bisa menjadi negeri yang maju adil dan makmur di mana rakyatnya hidup dengan aman tentram damai dan bahagia. “Bukankah itu yang menjadi tujuan kita bersama dalam bernegara,” tutup Buya. (net/smr)
sumber: republik.co.id di WA Group Jurnalis Kemenag