Kementerian Agama (Kemenag) menghormati putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan pemberlakuan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri terkait penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan Pemda pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
semarak.co-SKB ini sebelumnya telah diterbitkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan Kemenag, pada 3 Februari 2021.
Staf Khusus Menteri Agama Mohammad Nuruzzaman mengatakan, pihaknya secara internal dalam waktu dekat segera mempelajari lebih lanjut implikasi dari pembatalan SKB tersebut. Menurut Zaman, sapaannya, Kemenag akan berkoordinasi dengan Kemendagri dan Kemendibudristek karena SKB diterbitkan tiga kementerian.
“Prinsipnya kami menghormati putusan itu. Namun kami belum bisa menilai lebih jauh karena belum secara resmi menerima salinan putusannya. Kami baru membaca soal ini dari media,” terang Zaman, Sabtu (8/5/2021) seperti dilansir humas melalui WAGroup Jurnalis Kemenag.
Tujuan terbitnya SKB tersebut adalah untuk memperkuat nilai-nilai persatuan bangsa, lanjut Zaman, toleransi, moderasi beragama dengan bingkai kebhinekaan yang ada di Indonesia. Dengan diatur lewat SKB, pemerintah justru bertekad menumbuhkan rasa aman dan nyaman, utamanya bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan.
“Kami berharap dengan SKB ini justru meminimalisasi pandangan intoleran baik terhadap agama, ras, etnis dan lain sebagainya. Kami sampaikan ucapan terima kasih atas besarnya dukungan masyarakat selama ini,” terangnya.
Zaman menandaskan, putusan MA atas uji materi SKB 3 Menteri yang diajukan oleh Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat adalah produk hukum yang harus dihormati.
Untuk itu, lanjut dia, Kemenag akan memosisikan persoalan SKB 3 Menteri ini pada koridor hukum sebagaimana yang berlaku di Indonesia, sembari berkoordinasi dengan kementerian terkait dan stakeholder lainnya untuk merespons keputusan MA tersebut.
Sebelumnya diberitakan, MA membatalkan SKB tiga Menteri tentang penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
MA memerintahkan Menteri Agama (termohon I), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (termohon II) dan Menteri Dalam Negeri (termohon III) mencabut SKB tersebut karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
“Mengadili, memerintahkan kepada Termohon I, Termohon II, dan Termohon III untuk mencabut Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan Menteri Agama Republik Indonesia, Nomor 02/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021, Nomor 219 Tahun 2021,” demikian bunyi petikan putusan dikutip cnnindonesia.com/2021/05/07, Jumat.
Perkara nomor: 17/P/HUM/2021 ini merupakan permohonan yang diajukan oleh Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat. Adapun majelis hakim yang mengadili perkara ini diketuai Yulius dengan hakim anggota masing-masing Irfan Fachrudin dan Is Sudaryono.
Hakim menilai SKB mengenai pakaian seragam bertentangan dengan Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 UU 23/2014 tentang pemerintahan daerah; Pasal 1 angka 1 UU 35/2014 tentang perubahan atas UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
Kemudian Pasal 1 angka 1 dan 2 UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; dan Pasal 1 angka 1 dan 2, Pasal 3, dan Pasal 12 ayat (1) huruf a UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. “Dan karenanya tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap hakim.
Sebelumnya, Mendikbud Nadiem Makarim mengatakan keputusan memakai seragam dan atribut agama harus menjadi keputusan guru, siswa dan orang tua sebagai individu. Dalam SKB itu disebutkan pemerintah daerah dan sekolah negeri tak boleh mewajibkan atau melarang murid mengenakan seragam beratribut agama.
Ia menegaskan agama apa pun tidak akan dilarang maupun diwajibkan menggunakan atribut tertentu di sekolah. Untuk itu, ia meminta semua sekolah negeri segera mencabut aturan yang tak sesuai dengan SKB dalam waktu maksimal 30 hari. Jika tidak segera mengikuti, sekolah bisa disanksi.
Sanksi terhadap sekolah dapat diberikan pemerintah daerah berdasarkan mekanisme yang berlaku atau oleh Kemendikbud dengan menyetop pemberian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan bantuan pemerintah lainnya. Sementara gubernur yang melanggar akan dikenakan sanksi oleh Kementerian Dalam Negeri.
Kemudian, bupati atau wali kota akan disanksi gubernur. Dalam hal ada pemda atau sekolah yang melanggar ketentuan SKB, Kementerian Agama akan memberikan pendampingan dan penguatan keagamaan dan praktik agama yang moderat dan menentukan pemberian dan penghentian sanksi.
Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, menilai langkah ini merupakan respons dari kasus pemaksaan siswi memakai jilbab sebagai dalih aturan sekolah di SMK Negeri 2 Padang, Sumatera Barat.
Ia mengakui masih banyak sekolah yang memiliki aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut agama tertentu. Untuk itu, pihaknya menilai SKB ini penting diterapkan di lingkungan sekolah. (net/smr)