Penggunaan dana haji untuk pembiayaan infrastruktur semakin ramai dikritik. Pasalnya penggunaan dana tersebut tanpa ijin pemilik dana haji. Padahal dana haji untuk keberangkatan jamaah menunaikan ibadah haji ke baitullah. Ketua Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) Bambang Brojonegoro mengungkapkan dana haji memang tidak boleh untuk dibelanjakan untuk apapun termasuk ke infrastruktur. Namun yang dimaksud penggunaan dana haji sebatas investasi ke instrumen yang aman dan mendapatkan tingkat imbal hasil yang menarik.
“Penggunanya dana haji untuk belanja infrastruktur itu salah. Enggak boleh ini milik jamaah. Tapi untuk investasi dana haji ke infrastruktur seperti taruh di bank, sukuk, itu boleh. Masalah return hanya taruh bank syariah kecil. Padahal dana haji bisa memberikan manfaat ke sana. Seperti penginapan, segi kesehatan kita ingin manusiawi itu bisa diberikan jika diambil dari return menarik,” kata dia di Jakarta, Jumat (27/7).
Bambang mengatakan, akan menyerahkan instrumen investasi dana haji ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang akan mengarahkan investasi tersebut.
DSN menurut dia, sebagai pemberi fatwa dari instrumen yang ada. “Investasi ke infrastruktur itu nanti kita sebagai pemegang saham yang penting ada fatwa. Investasi akan ditempatkan yang enak. Tujuannya perbaikan kualitas pelayanan haji kedepannya,” katanya. .
Makanya ia mengharapkan, Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dapat menjelaskan arah investasi dana haji. Dana haji, kata dia instrumennya jangan hanya diparkir di deposito dan sukuk negara. Imbal hasil dialokasi itu tergolong kecil.
Dana haji ini dinilainya sangat nyambung dengan proyek infrastruktur sebab dana haji merupakan jangka panjang sebagaimana proyek tersebut juga jangka panjang. “Kalau proyeknya jangka panjang, dibiayai oleh perbankan yang dana shortime enggak cocok, kalau dana haji itu pas,” jelas dia.
Selain itu, untuk istilah aqad atau perjanjian investasi tetap menggunakan bahasa arab, Menteri Bappenas ini justru lebih senang istilah ini digulirkan terus agar masyarkat faham. “Saya kita istilah arab tetap jalan, yang penting tahu maknanya. Kalau dipaksakan menggunakan bahasa Indonesia nanti terjadi perdebatan lagi,” katanya.
Diketahui jumlah uang setoran awal jemaah haji sampai dengan tahun 2016 sudah mencapai Rp 95,2 triliun.Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Badan Pelaksana Pengelola Keuangan Haji (BPKH) berhati-hati menggunakan dana atau uang jemaah haji untuk berinvestasi di bidang infrastruktur.Dana tersebut dinilai murni uang umat yang tidak boleh dipindahkantangankan atau dimanfaatkan untuk kepentingan lain tanpa persetujuan pemiliknya.
“Sebelum hal tersebut dilakukan, hendaknya BPKH melakukan konsultasi dengan berbagai pihak, baik dengan ormas Islam, khususnya dengan MUI, tokoh-tokoh ulama maupun dengan para ahli finansial,” ujar Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Saadi. (wiy)