FAKTA Desak Jokowi Tindak Menteri yang Salahgunakan Jabatan pada Kasus Reklamasi

Ketua umum FAKTA Anhar Nasution saat tampil di TV1 pada acara Indonesia Lawyer Club

Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Forum Anti Korupsi dan Advokasi Pertanahan (FAKTA) mendesak Presiden Joko Widodo untuk menindak tegas bahkan dengan segera pada Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil yang diduga kuat telah melakukan penyalahgunaan jabatan pada kasus Terbitnya Sertifikat HGB (Hak Guna Bangunan) Pulau Reklamasi di Kepulauan Seribu, Jakarta Utara, baru-baru ini.

Ketua umum LSM FAKTA H Anhar Nasution meminta Jokowi harus tegas terhadap para pembantunya, terutama para menteri terkait pada persoalan Pulau Reklmasi. Seperti diketahui, kutip Anhar, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti dan Menteri Lingkungan Hidup (KLH) Siti Nurbaya tidak menyetujui proyek ini dan akhirnya dilakukan moratorium pada Pulau Reklamasi ini.

“Sementara Menteri ATR/ BPN telah mengeluarkan Sertifikat HGB. Ini kan namanya melawan sesame menteri. Karena Menteri Siti Nurbaya jelas dan tegas mengeluarkan moratorium atas proyek Reklamasi ini. Sementara RUTR-nya juga belum ada, tapi kok Kementerian ATR/BPN berani menerbitkan Sertifikat. Ini jelas melanggar hukum dengan sanksinya pidana,” ujar Anhar Nasution, di Jakarta, baru-baru ini.

Mantan Pimpinan Panitia Kerja (Panja) Pertanahan Komisi II DPR (2004-2009) ini mengingatkan, jangan sekali-sekali para pejabat kementerian ATR/BPN ini melimpahkan kesalahan pada bawahannya. “Kami menilai, jelas itu tidak adil dan tidak bertanggung jawab namanya dengan melemparkan kesalahan pada bawahan,” kutipnya.

Jadi lazimnya untuk penerbitan HGB di atas 5000m2, rinci Anhar, harus terlebih dahulu mendapatkan SIPPT (Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah) dari pemerintah setempat. Dalam hal ini Pemda DKI yang dilengkapi dengan hasil pengukuran dari Kantor Pertanahan setempat. “Advice planning/RUTR/RT RW dari Pemda DKI dan disertakan dengan Akta Perjanjian Pemberiaan HGB di atas HPL, yaitu antara Pemegang HPL dengan investor serta persyaratan lainnya yang berlaku,” beber pemerhati pertanahan.

Faktanya, lanjut dia, untuk kasus terbitnya sertifikat HGB Reklamasi seluas 31.2 hektar yang atas nama PT Kapuk Naga Indah, ini mengabaikan persyaratan seperti ketentuan di atas. “Dimana Sertifikat diterbitkan tanpa didasari SIPPT dan RUTR. Ditambah lagi kasus Pulau Reklamasi ini masih dalam status Moratorium yang mana telah menelan korban anggoda DPRD DKI (M Sanusi,red) dan Direktur Agung Pomodoro Land ( Ariesman Widjaja ), dan beberapa orang lainnya,” ungkapnya.

Jadi, nilai dia, bisa dibayangkan berapa besar imbalan yang diterima oknum yang telah masuk bui dengan hukuman pidana penjara cukup lama. Dengan kasus gratifikasi pembuatan RUTR atas Pulau Reklamasi di atas, yang sampai saat ini tidak terbit. “Jika kita bandingkan dengan kasus yang ada sekarang, dimana sertifikat HGB diterbitkan atas jumlah seluruh luasan HPL, maka jika dikalikan harga per meter sebesar Rp 100 juta, jumlah yang didapat developer mencapai Rp31.2 triliun,” sindirnya.

Padahal, kata Anhar, jika sertifikat itu diagunkan kepada pihak ketiga dengan asumsi disetujui hanya 50%, berapa uang yang didapat pengembang sebelum bangunan di atas lahan tersebut dibangun. Timbul pertanyaan, kata dia, apakah seorang Kepala Kantor BPN Jakarta Utara yang notabene eselon 3 baru menjabat, akan berani menerbitkan sertifikat itu.

Pertanyaan berikutnya, masih Anhar, apakah seorang Kepala BPN yang setidak-setidaknya sudah mengabdi selama 20 tahunan tidak tahu kalau hal yang dilakukan itu adaah melanggar peraturan. “Apakah untuk melaksanakan ini di bawah tekanan atau paksaan oleh pejabat di atasnya. Kemudian, ataukah ada indikasi kuat uang beredar ratusan miliar rupiah. Saya kok tidak yakin. Ibaratnya, kalau tidak ada api, mustahil ada asap. Jadi mohon lembaga penegakan hukum, baik kepolisian, kejaksaan, maupun KPK segeralah bertindak,” tuntasnya. (lin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *