Aktivis HAM (Hak Asasi Manusia) Natalius Pigai meragukan netralitas lembaga survei Charta Politika Indonesia. Reputasi dan mutu hasil survei lembaga pimpinan Yunarto Wijaya itu dinilai tidak kredibel. Pigai mencontohkan hasil survei Charta Politika pada Pilkada DKI Jakarta 2017 putaran kedua.
semarak.co-Kala itu, pasangan Basuki Tjahja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat disebut unggul atas pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Nyatanya, lanjut Pigai, pasangan calon yang diunggulkan Charta Politika dalam berbagai surveinya justru kalah dari pasangan Anies-Sandi.
Adapun persentase perolehan suara sah sebesar 57,96% dan 42,04% untuk Ahok-Djarot. Pigai turut melampirkan tangkapan layar berita tempo.co tentang publikasi hasil survei Charta Politika yang mengunggulkan Ahok-Djarot di Pilkada DKI Jakarta 2017.
“Dalam berita itu disebutkan, elektabilitas pasangan petahana sebesar 47,3%. Sementara lawannya, Anies-Sandi 44,8%. Rekam jejak Charta Politika buruk, survei Pilkada DKI 2017 terbukti lembaga survei ini memalukan,” papar Pigai lewat saluran seluler kepada TIMES Indonsia di Jakarta, dilansir Selasa, 26 April 2022 – 11:40 WIB.
Ini bukti, klaim Pigai, lembaga survei ini tidak kredibel. Begitu juga dengan hasil survei simulasi pasangan capres-cawapres di Pilpres 2024 yang dirilis Charta Politika, Senin, 25 April 2022. Pigai meragukan temuan terbaru tersebut karena dianggap memiliki kecenderungan terhadap calon tertentu.
Dalam simulasinya, Charta Politika mengunggulkan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di pilpres mendatang. Bahkan, politikus PDI Perjuangan itu disebut selalu unggul dipasangkan dengan siapapun calon wakil presidennya. Misalnya, ketika Ganjar dipasangkan dengan Menteri Pariwsata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno memiliki tingkat keterpilihan 34,3%.
Unggul atas elektabilitas Anies yang diduetkan dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa 27,3%. Ganjar-Sandi dalam simulasi pertama ini juga unggul atas pasangan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua DPR RI Puan Maharani dengan elektabilitas hanya sebesar 23,8%.
Pada simulasi kedua, Charta Politika memasangkan Ganjar dengan Menteri BUMN Erick Thohir melawan, duet Anies-Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Prabowo-Puan. Hasilnya, Ganjar-Erick memperoleh dukungan suara mayoritas sebesar 33,6%.
Itu unggul atas pasangan Anies-AHY maupun Prabowo-Puan yang masing-masing memiliki persentase keterpilihan sebesar 27% dan 23,3%. Begitu juga, ketika Ganjar dipasangkan dengan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil 34,1%. Unggul atas pasangan Anies-AHY (27%) dan Prabowo yang dipasangkan dengan Sandiaga Uno yang elektabilitas 25,5%.
Namun, kredibilitas hasil survei Charta Politika di atas masih diragukan Pigai. “Waktu saya kritik Jokowi dan Ganjar, Yunarto maki saya di Twitter. Apakah Yunarto Independen? Saya tanya 10 orang di Jawa Tengah Pilih Ganjar atau PDIP? Sebanyak 7 orang pilih PDIP,” ucap Pigai, mantan Komisioner Komnas HAM.
Terpisah, Yunarto Wijaya menanggapi santai pernyataan Natalius Pigai tersebut. Kepada TIMES Indonesia, dia hanya menyarankan agar eks Komisioner Komnas HAM ini mengecek hasil survie Charta Politika yang lain, tidak hanya survei Pilkada DKI Jakarta 2017.
“Silahkan (Natalius Pigai) check semua survei yang pernah dirilis Charta Politika, kan gak cuma satu (tidak hanya survei Pilkada DKI Jakarta 2017),” saran Yunarto Wijaya, Direktur Eksekutif Charta Politika. (net/tim/smr)