Dirjen Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Suyus Windayana menyatakan, percepatan penyusunan dan integrasi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dengan sistem Online Single Submission (OSS) menjadi kunci menarik investasi infrastruktur di Indonesia.
Semarak.co – Hal tersebut disampaikan saat menjadi pembicara pada forum tematik Infrastructure Investment Process in Indonesia yang digelar dalam rangkaian International Conference on Infrastructure (ICI) 2025, Rabu (11/06/2025).
“Untuk menarik investor, ada dua kebijakan yang sudah pemerintah buat. Yang pertama dari sisi regulasi. Kita sudah ada regulasi di UU Cipta Kerja dan PP 21 Tahun 2021 yang memberikan banyak kemudahan,” ungkap Suyus, dirilis humas usai acara melalui WAGroup Forum Mitra ATR/BPN, Minggu (15/6/2025).
Ia menyampaikan, Kementerian ATR/BPN terus mendorong percepatan penyusunan RDTR di berbagai daerah. Targetnya, 2.000 RDTR akan diterbitkan dalam beberapa tahun ke depan, dengan lebih dari 100 RDTR diterbitkan setiap tahunnya.
RDTR yang telah terintegrasi dengan OSS terbukti memberikan dampak signifikan pada kecepatan pelayanan izin lokasi dan perizinan berusaha lainnya. Berdasarkan data, dari 350-an RDTR yang sudah terintegrasi dengan OSS, permohonan izin investasinya mencapai sekitar 340 ribu.
“Bandingkan dengan wilayah yang belum punya RDTR dan tidak terhubung OSS, hanya sekitar 20.000 pelayanan. Jadi, apabila ada OSS, pelayanannya lebih cepat, bisa satu hari,” jelas Suyus Windayana.
Suyus menekankan bahwa Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) yang berbasis RDTR, merupakan pintu awal dalam proses perizinan berusaha. Oleh karena itu, percepatan integrasi RDTR menjadi prioritas nasional.
Saat ini, terdapat 645 RDTR yang telah disusun, namun baru 352 yang terintegrasi dengan OSS. Guna mempercepat integrasi, Kementerian ATR/BPN menyiapkan Surat Edaran agar seluruh kepala daerah segera menyambungkan RDTR yang telah disusun ke sistem OSS.
Wamen Ossy Jelaskan Tiga Pilar Pendekatan Dukung Penyediaan Rumah Terjangkau
Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Ossy Dermawan, memaparkan tiga pilar utama pendekatan strategis Kementerian ATR/BPN dalam mendukung penyediaan rumah terjangkau.
“Kami mengedepankan tiga pilar utama, yaitu pengembangan dan konsolidasi tanah, pembangunan berorientasi transit atau TOD, serta perencanaan spasial terpadu,” ujar Ossy dalam rangkaian International Conference on Infrastructure (ICI) 2025, Kamis (12/06/2025).
Menurut Ossy, penyediaan rumah terjangkau merupakan persoalan kompleks yang tidak dapat dipisahkan dari isu pertanahan, konektivitas, dan tata ruang. Oleh karena itu, strategi yang diterapkan Kementerian ATR/BPN bersifat holistik dan lintas sektor.
Ossy menjelaskan, salah satu tantangan utama penyediaan rumah di perkotaan adalah ketersediaan lahan. Untuk itu, pihaknya mendorong penerapan Konsolidasi Tanah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 12 Tahun 2019 dan Nomor 18 Tahun 2024.
“Dengan Konsolidasi Tanah, kami bisa mengorganisasi bidang-bidang yang terfragmentasi menjadi kawasan pembangunan yang terencana. Ini memungkinkan penyediaan perumahan lengkap dengan infrastruktur, tanpa menghilangkan hak masyarakat,” jelas Ossy.
Pilar kedua adalah penerapan prinsip Transit Oriented Development (TOD), yakni pengembangan kawasan yang mengintegrasikan perumahan, pekerjaan, dan layanan publik di sekitar simpul transportasi massal dalam radius berjalan kaki 400–800 meter.
Ia mencontohkan proyek TOD di Dukuh Atas dan Harmoni, Jakarta, yang menjadi pusat integrasi berbagai moda transportasi sekaligus kawasan berorientasi hunian inklusif.
“TOD bukan sekadar solusi spasial, tapi juga keadilan sosial. Ketika warga tinggal dekat transportasi dan tempat kerja, mereka tidak lagi menanggung beban akibat keterpisahan,” kata Ossy.
Pilar terakhir adalah penyelarasan perencanaan spasial dengan kebijakan pembangunan perumahan nasional. Dia menegaskan, pihaknya telah mengintegrasikan isu perumahan dalam kerangka tata ruang nasional, termasuk mempertimbangkan aspek lingkungan, risiko bencana, serta potensi ekonomi lokal.
“Melalui sistem geospasial terintegrasi, kami bisa memastikan bahwa pengembangan perumahan benar-benar selaras dengan tujuan nasional, baik dari sisi lingkungan, sosial, maupun ekonomi,” ungkap Ossy. (hms/smr)